Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

ExtraPart [10]



ExtraPart [10]

3"Mau nambah jam, Mbak?" tanya operator pria di warung internet yang kudatangi.     

"Ga, Mas. Saya mau bayar. Jadi berapa?"     

"Seratus tiga puluh, Mbak. Mbak mau bikin member? Nanti bisa dapet diskon setiap hari kamis."     

"Ga usah." ujarku sambil menyodorkan uang seratus lima puluh ribu.     

Dia mengangguk dan baru saja akan memberi kembalian padaku, tapi aku menolaknya dengan isyarat tangan dan langsung keluar. Aku sudah terlalu lama di sini dan perutku terasa lapar.     

Pagi tadi, aku pergi ke pasar tradisional untuk membeli ransel, perlengkapan mandi, pakaian ganti, topi, dan sebuah kacamata karena mataku bengkak setelah menangis semalaman. Kemudian memutuskan untuk mendatangi warung internet di perjalanan menuju mobil untuk mengecek email dan bekerja selama empat setengah jam karena meninggalkan laptop di rumah mertuaku. Aku tak mungkin mengambilnya.     

Aku membuka pintu dan meletakkan ransel berisi barang-barang yang kubeli di kursi di sebelah kemudi, lalu menyalakan mobil dan memulai perjalanan untuk mencari restoran cepat saji terdekat. Aku membeli dua porsi makanan melalui jalur drive thru dan melanjutkan perjalanan menuju pantai.     

Aku memutuskan memarkir mobil dekat area bibir pantai dan makan di dalam mobil sambil membuka pintu. Aroma laut membelai hidungku dan memberi kesegaran tersendiri. Perutku terasa sedikit lebih baik walau hatiku masih sakit. Namun aku mengabaikan keduanya. Aku menghabiskan dua porsi makanan dengan cepat hingga hampir saja membuatku mengutuk diri karena makan begitu banyak. Padahal aku baru saja berniat untuk menurunkan berat badan.     

Ugh, masa bodoh dengan berat badan. Aku akan bersenang-senang sebelum pulang. Sudah lama sekali aku tak bepergian seorang diri seperti ini dan aku merindukan momen ini.     

Aku berpindah tempat untuk merebahkan tubuh di jok tengah dengan kaki terlipat ke atas dan mengangkat tangan yang terpasang cincin nikah. Haruskah aku melepasnya? Tak akan ada yang menyadari seorang wanita seusiaku ternyata sudah menikah jika tak memakai cincin, bukan? Berita tentangku dan Astro pun sudah terlewat cukup lama hingga orang lain pasti sudah melupakannya.     

Sengatan di hatiku dan rasa tak nyaman di perutku membuatku menepis pikiran itu. Bagaimana pun aku masih istri Astro. Dia akan sangat murka jika tahu aku melepas cincin pernikahan kami.     

Aku memaksa tubuhku bangkit dan keluar dari mobil. Aku mengunci mobil, melepas sandal, dan menentengnya sebelum berjalan tanpa alas kaki menuju bibir pantai. Sensasi pasir yang masih hangat membuatku merasa lebih baik.     

Entah berapa lama aku menghabiskan waktu di pantai hingga senja tiba. Aku bahkan baru ingat kemarin tak memakai jam tangan hingga saat ini aku tak mampu melihat jam. Handphone-ku pun kutinggalkan di dalam mobil karena sengaja kumatikan agar tidak menjadi petunjuk untuk siapapun yang sedang mencariku.     

Istana pasir yang kubuat masih teronggok kokoh walau hampir terkena ombak pasang. Namun aku duduk delapan meter dari istana pasir itu di area yang lebih kering sambil memperhatikan sekitar. Sejauh ini aku tidak menemukan tanda-tanda siapapun yang kukenali dan merasa lega.     

Aku menghela napas sambil merebahkan tubuh di pasir, lalu melepas topi dan kacamata yang kupakai. Baru kali ini aku melepasnya dan ini terasa lebih baik.     

Langit jingga berpadu abu-abu terhampar di hadapanku. Membuatku merasa sesuatu yang hilang, kembali padaku. Bertahun lalu, yang kuinginkan hanyalah Bunda kembali padaku. Lalu apa yang kuinginkan sekarang?     

Jelas aku tak ingin melihat Astro. Tatapan penuh amarahnya di kamar mandi saat memaksaku bercinta membuatku pergi. Jariku masih bergetar saat mengingatnya. Bahkan sensasi panas setelah menamparnya masih terasa.     

Entah kenapa tanganku lagi-lagi mengelus perut. Sudah berapa kali aku melakukan ini sejak kemarin? Perutku memang terasa sakit di berbagai kesempatan dan terasa tak nyaman, tapi ada sesuatu yang membuatku terus menyentuhnya. Apakah aku sedang berharap ada bayi yang sesungguhnya di dalam sana yang mampu membuatku menenangkan diri?     

Aku merasa terganggu dengan semua pembicaraan mengenai anak, tapi justru berharap ada anak di dalam rahimku? Kenapa pula aku menginginkan seorang anak? Apakah untuk membuktikan bahwa aku mampu hamil dan melahirkan seperti Viona?     

Ini konyol sekali.     

Aku hampir saja tertawa. Aku tidak mandul. Sudah jelas aku akan memiliki anak jika sudah saatnya. Memiliki anak pun bukanlah perlombaan. Aku tak perlu membuktikan tentang itu pada siapapun termasuk Astro atau Oma. Namun kenapa aku menangis di saat seperti ini? Aku aneh sekali.     

Aku memaksa tubuhku bangkit dan menyeka air mata dengan lengan jaket saat langit gelap dan bintang bermunculan dengan jumlah yang bisa kuhitung dengan jari. Aku memakai topi dan kacamataku kembali, lalu berjalan menuju istana pasir yang hampir roboh terkikis ombak. Aku menginjak istana pasir itu hingga tak berbentuk dan berjalan menuju mobil. Aku harus berpindah hotel agar tak mudah ditemukan.     

Mobilku kembali melaju di jalan raya dengan kecepatan sedang. Aku beberapa kali bertanya pada seseorang untuk mendapatkan informasi di mana aku bisa menginap. Setelah berkendara dua jam dari pantai aku sampai di sebuah motel kelas tiga. Motel itu sepertinya awalnya adalah sebuah rumah besar yang diubah menjadi motel yang cukup apik dan bersih, dengan nuansa aestetik. Ada banyak benda kerajinan tangan di sini yang membuatku merasa rindu membuat salah satunya.     

Seorang staf mengantarku menuju kamar dan pergi setelahnya. Kamar ini berukuran sama dengan kamar peninggalan Bunda di rumah Oma, dengan kamar mandi yang berada di dalam dan sebuah lemari yang bisa digunakan untuk menyimpan barang.     

Aku menata pakaian di lemari dan beranjak mandi. Shower dengan guyuran air hangat membuat perutku terasa lebih nyaman. Aku langsung berpakaian dan menatap pantulan diriku sendiri di cermin. Aku meraba perut yang terasa lebih penuh. Mungkin karena aku terlalu banyak makan.     

Ugh, kenapa aku terus membayangkan tangan bayi meraih tanganku seperti ini? Ini terasa menyebalkan.     

Aku menggeleng dengan gusar untuk menepis segala pikiran aneh dari kepalaku. Aku memakai topi dan kacamata, lalu menyambar kunci mobil dan kunci kamar dari atas meja sebelum keluar ruangan. Aku mengunci kamar dan beranjak ke restoran yang berada di samping motel dengan berjalan kaki.     

Pesanan kwetiau pedas dan jus melonku baru saja tiba saat pramusaji yang mengantar tiba-tiba duduk di kursi di sebelahku. Aku tidak mengenalinya sebelum ini. Kukira dia adalah pramusaji yang bekerja di restoran karena memakai masker dan sarung tangan saat menaruh pesananku di meja.     

"Mama pasti seneng kalau tau kamu pulang." ujar Zen dengan tatapan lembut, tapi tatapannya segera berubah menjadi tatapan khawatir dalam sedetik waktu yang terlewat. "Kenapa kamu sendiri?"     

Aku menggeleng singkat sambil meraih garpu dan memutar kwetiau dengannya, "Lagi pengen. Restoran ini punya kamu?"     

"Punya tante Ana. Aku cuma bantu mumpung punya waktu." ujar Zen sambil melepas masker dan sarung tangan, lalu memasukannya ke saku celemek. "Kamu nginep di motel sebelah?"     

Aku mengangguk sambil memasukkan satu suapan ke mulut. Aku baru tahu Bunda mengelola restoran. Tak mengherankan kenapa kwetiau pedasnya terasa enak sekali.     

"Motelnya juga punya tante, tapi kalau tante tau kamu nginep di motel mungkin akan ditawarin nginep di rumah. Rumahnya peninggalan nenek sih. Kayaknya tante seneng kalau kamu mau. Ada mama juga di sana. Aku bisa nginep di motel kalau kamu ga nyaman nginep di rumah kalau ada aku."     

Aah, setelah sekian tahun dia masih saja ....     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSIF di website & aplikasi WEBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan TAMAT tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVEL secara gratis, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN karena seharusnya chapter itu BERKOIN dan nou SANGAT TIDAK IKHLAS kalian baca di sana.     

SILAKAN KEMBALI ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi, dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.     

Banyak cinta untuk kalian, readers!     

-nouveliezte-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.