Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

ExtraPart [11]



ExtraPart [11]

1Aku menggeleng, "Makasih tawarannya, tapi aku ga mau ngerepotin. Aku cuma nginep semalem kok. Besok pagi aku pergi."     

Zen diam walau terlihat menyayangkan. Dia menatapku tanpa berkedip dan membuatku salah tingkah. Mungkin tak seharusnya aku bertemu dengannya di sini. Terlebih, aku hanya sedang sendiri. Dia mungkin saja berpikir aku sedang memiliki masalah dengan Astro, walau memang betul.     

"Kamu ga perlu nemenin aku." ujarku tanpa menatapnya dan memilih untuk berkutat dengan kwetiau pedas di hadapanku.     

"Okay." ujarnya sambil bangkit dan beranjak pergi.     

Aku menatapi punggungnya yang menjauh dan entah kenapa hatiku terasa kosong. Mungkin ....     

Ugh, aku tak seharusnya memikirkan hal ini.     

Aku melanjutkan makan sambil berharap Zen cukup menyadari situasi dan tak memberi tahu keberadaanku pada Astro. Apakah lebih baik jika aku pergi saja dan menginap di tempat lain? Namun aku ingin bertemu Bunda.     

Aku makan sambil terus mengedarkan tatapan untuk mencari sosok Zen. Sejauh ini dia hilir mudik mengantarkan pesanan dan berkutat untuk membuat pesanan sesekali. Sepertinya dia benar saat berkata sedang belajar memasak bertahun lalu, sebelum aku berangkat ke Kanada. Dia terlihat cukup mahir melakukannya.     

Seorang wanita yang kukenali menghampirinya dan mereka berbincang sambil menoleh ke arahku sesekali. Kemudian wanita itu menghampiriku dengan senyum lembut dan duduk di kursi yang ditinggalkan Zen sesaat lalu, "Kok ga ngabarin kalau mau ke sini?"     

Aku melirik ke arah Zen yang masih berkutat di area memasak sebelum menatap Bunda dan bicara dengan nada pelan. Aku harus tetap memanggilnya 'Tante' agar tak ada yang mencurigai kami, "Faza ga tau resto ini punya Tante. Niatnya mau nginep di motel sebelah, tapi kalau ketauan Zen kayaknya Faza mau cari hotel lain buat nginep."     

Bunda menepuk tanganku yang berada di atas meja, "Kenapa ga sama Astro?"     

"Faza ... kabur." ujarku sambil menundukkan wajah. Entah bagaimana aku harus menjelaskan situasiku saat ini.     

Bunda mengamit daguku untuk menatapnya dan menatapku dengan tatapan serius. Seolah sedang berusaha membaca pikiranku.     

"Faza tau kok nanti harus pulang." ujarku pada akhirnya. "Faza cuma butuh waktu sebentar."     

Bunda menggeleng pelan, "Pulang sekarang."     

Aku menatapnya tak percaya, "Ga mau. Kenapa Faza harus pulang? Tante juga dulu pernah kabur."     

Bunda menatapku dengan tatapan tajam, "Oma pasti khawatir banget."     

Aku mengalihkan tatapan dengan enggan. Namun tatapanku justru bertemu Zen yang masih berkutat di area memasak hingga mengalihkan tatapan pada Bunda kembali, "Dulu juga Tante ga peduli Oma khawatir. Kaburnya juga tiga tahun. Faza cuma butuh waktu sebentar. Ga sampai seminggu juga pulang."     

Bunda mencubit pipiku dan bicara dengan nada pelan walau tegas, "Pulang sekarang! Apa perlu Tante kasih tau Astro biar dia yang jemput?"     

Ugh, ini menyebalkan. Aku berharap menemuinya untuk mendapatkan dukungan, tapi Bunda justru memaksaku pulang.     

Bunda menghela napas, "Tante ngerti Faza pengen sendiri, tapi sendirian setelah nikah padahal punya suami itu ga baik."     

Aku terdiam.     

"Faza harus tanggung jawab sama pernikahan yang Faza pilih. Suka atau ga. Ajak Astro ngobrol. Dia pasti ngerti."     

Aku menggeleng gusar, "Dia ga akan ngerti kali ini."     

"Kenapa ga akan ngerti?"     

Aku terdiam lama sebelum bicara, "Astro maksa punya anak. Faza belum siap."     

Tatapan Bunda berubah menjadi jauh lebih lembut, "Faza udah nanya kenapa Astro pengen buru-buru punya anak?"     

"Dia cuma nganggep bayi tuh imut, tapi kan ga sesederhana itu. Faza harus lanjutin kuliah dan ngurus empat perusahaan. Repot banget kalau ada anak di waktu begini."     

"Ga mungkin alasannya cuma itu. Astro pasti mikir baik-baik sebelum bilang mau punya anak."     

Aku terdiam. Kenapa Bunda justru membela Astro?     

Astro memang selalu berusaha meyakinkanku bahwa dia akan membantu dan tak akan membiarkanku melewati segala sesuatunya seorang diri. Namun aku terus berpikir akan lebih baik jika menyesuaikan diri dengan berbagai pekerjaan lebih dulu. Aku ingin semuanya baik-baik saja sebelum menyerahkannya pada orang lain dan fokus pada kehadiran manusia baru dari dalam rahimku.     

"Faza pulang besok." ujarku pada akhirnya.     

"Pulang sekarang."     

Aku menatap Bunda tak percaya, "Besok aja. Faza capek."     

"Akan lebih capek kalau Faza menghindar terus."     

Aku baru saja akan mengatakan sesuatu saat menangkap keberadaan Zen yang mendekat pada kami. Aku menahan apapun yang akan keluar dari bibirku dan akan menunggu hingga Zen menjauh lagi.     

"Zen anter Faza pulang ya. Katanya Faza capek kalau nyetir sendiri." ujar Bunda pada Zen yang berdiri di sisinya.     

Aku menatap Bunda tak percaya walau Zen justru mengangguk sambil melepas celemek. Aku tak sanggup mengatakan apapun walau hanya satu kata.     

Zen berjalan menjauh menuju area memasak dengan langkah panjang dan kembali sambil memakai jam tangan, "Ayo."     

"Kamu ga perlu ...."     

"Perlu." ujar Bunda untuk memotong ucapanku. Tatapannya kali ini adalah tatapan mengancam. "Sampaiin salam buat Astro sama Oma. Besok Tante ke sana."     

Tubuhku membeku dalam sedetik waktu yang terlewat. Namun segera menyadari situasi dan memaksa tubuhku bangkit, "Nanti Faza sampaiin."     

Bunda mengangguk sambil bangkit dan memelukku. Sudah lama sekali aku merindukan pelukan ini, tapi aku harus berpisah dengannya lagi. Bunda melepas pelukannya dan mengenggam tanganku, lalu membimbingku kembali ke motel. Kemudian membantuku membereskan barang di kamar dan mengantarku hingga sampai di samping mobil. Bunda bahkan memelukku sekali lagi sebelum aku duduk.     

"Nanti Tante yang ngasih tau Astro kalau Faza dianter Zen. Semoga aja Astro ga cemburu." ujarnya sambil menutup pintu.     

Aku menatapnya gamang. Namun ucapannya benar. Astro pasti akan cemburu jika aku pulang diantar oleh Zen. Aku menatap Zen yang sedang menegadahkan tangan untuk meminta kunci mobil, "Aku pulang sendiri aja."     

Zen menggeleng mantap, "Aku anter. Aku mau liat ekspresi mukanya yang biarin istrinya keliaran sendirian. Dia punya janji buat bikin kamu bahagia. Ck, bahagia apanya? Kamu harusnya nyadar kalau mata kamu itu ga bisa bohong. Kamu pasti abis nangis."     

Aku terdiam. Zen masih saja memaksudkan setiap kata dalam kalimatnya. Semua yang dikatakannya adalah benar dan aku tak mampu mengatakan apapun untuk membantahnya.     

"Kalau kamu pilih aku ...."     

"Cukup, Zen." ujarku dengan gemuruh di dada yang sulit kujelaskan. Aku tak suka dengan pembicaraan ini. Bagaimana pun aku masih milik Astro. "Aku pulang sendiri."     

Zen terlihat tersinggung walau keluar mobil pada akhirnya. Dia tak mengatakan apapun lagi dan meninggalkan area parkiran motel menuju restoran sambil menendang batu kecil di tengah jalan.     

Aku menghela napas berat sambil menyandarkan punggung pada punggung kursi. Kenapa terasa seolah aku lah yang salah sejak awal?     

Aku membuka pintu dan keluar sambil menatap Bunda, "Tante besok jadi ke rumah?"     

"Selesaiin masalah Faza dulu. Nanti kabarin ya."     

Aku mengangguk dengan enggan, "Boleh Faza peluk?"     

Bunda mengangguk dan memelukku. Kali ini lebih lama hingga aku lah yang terpaksa melepas pelukan karena menyadari malam semakin larut.     

"Tolong jelasin ke Zen."     

"Tante ga janji Zen mau ngerti."     

Aah ....     

Aku mengangguk pasrah, "Minta Zen jangan kasih tau Mama atau Kak Liana soal ini. Ini masalah Faza. Biar Faza yang selesaiin."     

Bunda tersenyum lembut sambil mengelus pipiku, "Emangnya pernah Zen ikut campur urusan Faza? Zen selalu kasih Faza ruang dan itu ga berubah sampai sekarang."     

Aku mengangguk dengan lubang yang terasa semakin lebar di dalam hatiku. Aku beranjak menuju kemudi dan melambaikan tangan sebelum pergi. Mungkin memang aku yang salah di situasi ini.     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSIF di website & aplikasi WEBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan TAMAT tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVEL secara gratis, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN karena seharusnya chapter itu BERKOIN dan nou SANGAT TIDAK IKHLAS kalian baca di sana.     

SILAKAN KEMBALI ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi, dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.     

Banyak cinta untuk kalian, readers!     

-nouveliezte-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.