Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

ExtraPart [14]



ExtraPart [14]

0Aku menghentakkan lengan untuk melepas genggaman tangan Kyle, tapi genggamannya terlalu kuat. Aku berusaha melepasnya dengan tanganku yang lain, tapi tanganku yang digenggam olehnya justru mulai terasa kebas, "Lepas, Kyle!"     

Kyle menggeleng, "Nona harus denger Kyle kali ini. Nona harus sarapan. Nanti Kyle anter Nona pulang."     

"Ga mau!" teriakku hingga orang-orang yang memanen rambutan menoleh pada kami.     

"Lepas, Kyle." ujar Astro yang entah kapan sampai di samping kami dan mengamit tanganku dari Kyle.     

Aku menghentakkan lengan hingga terlepas darinya dan menoleh padanya dengan tatapan nyalang, "Aku ga mau pulang!"     

"Kamu harus pulang. Oma khawa ...."     

Aku berlari kencang tanpa mendengarkan apapun yang Astro katakan setelahnya. Langkahku hampir sampai di samping mobil saat sadar tak membawa kunci. Aku mengutuk diriku sendiri di dalam hati sambil terus berlari.     

Aku hampir saja keluar dari area rumah peninggalan rumah Opa saat Astro berhasil meraihku dan memeluk tubuhku. Tubuhku meronta dan berusaha melepaskan diri, tapi aku hanya makan beberapa butir rambutan hari ini hingga tenagaku tak sepadan dengannya.     

"Aku ga mau pulang." ujarku lirih setelah menyerah untuk meronta. Mataku panas dan bulir air mengalir di antaranya.     

Astro menghela napas sambil mengangkat tubuhku dengan lengannya, lalu membawaku memasuki rumah dan mendudukkan tubuhku di tempat tidur. Dia keluar kamar tanpa mengatakan apapun, tapi terdengar suara pintu dikunci sesaat setelahnya.     

Saat menyadari aku sedang dikurung di kamar ini dan meratapi nasib, Astro kembali masuk dengan nampan berisi makanan dan kembali mengunci pintu. Dia memasukkan kunci ke saku celana sebelum menghampiriku dan duduk di tepi tempat tidur.     

Mataku masih terasa panas dan berair saat sebuah suapan melayang di hadapanku. Aku mengalihkan tatapan ke dinding karena tak sudi menerima suapan darinya.     

"Kamu harus makan, Honey."     

Aku menggeleng gusar dengan air mata terus mengalir.     

"Oma bisa tambah khawatir kalau kamu begini."     

Aku menampik sendok dari tangannya hingga terbang dan membentur lemari, lalu membalikkan isi nampan ke lantai. Masa bodoh jika aku disebut tak dewasa di situasi ini. Aku bahkan merasa jijik hanya dengan berada berdua dengannya di kamar seperti ini.     

Astro mengamit kedua bahuku dan memintaku menatapnya, "Kamu ga boleh bersikap begini!"     

"Aku capek jadi anak manis dan nurut. Aku mau bersikap sesukaku mulai sekarang!"     

Astro terkejut, "Seriously?"     

"Kamu ga perlu pusing-pusing mikirin aku."     

Astro menatapku tak percaya, "Aku cuma minta kamu hamil, Faza. Bukan minta kamu berubah jadi orang lain."     

"Kamu boleh nikah lagi dan punya anak semau kamu. Terserah kamu aja. Aku ga peduli." ujarku yang hampir saja berteriak. Aku bahkan tak yakin kenapa aku mengatakannya.     

Astro melepas bahuku dan menatapku bingung, "Kamu tau aku ga mungkin begitu."     

"Kenapa ga? Banyak yang ngantri buat gantiin posisi aku jadi istri kamu kan? Kamu bisa pilih salah satu atau pilih aja dua kalau kamu mau."     

Astro terdiam. Dia menatapku penuh perhitungan dan aku tak peduli dengan apa yang sedang dia pikirkan. Aku bahkan tak peduli dengan diriku sendiri.     

Detik jam berlalu dan membuatku mengantuk. Aku hampir saja merebahkan tubuh saat menyadari lengan Astro hampir memelukku. Tubuhku merangsek menjauhinya dengan kewaspadaan penuh.     

"Aku udah minta maaf. Aku harus gimana lagi?" ujarnya pasrah.     

Aku menatapnya dalam diam, dengan semua indra yang berfungsi lebih baik dari biasanya. Walau harus kuakui tubuhku terasa lemah.     

"Aku tau aku salah karena udah maksa kamu buat punya anak. Aku minta maaf." ujarnya dengan tatapan menderita.     

Hening di antara kami. Kami hanya saling bertatapan. Namun aku lelah.     

"Biarin aku sendiri." ujarku pada akhirnya.     

Astro menggeleng pelan, "Aku ga bisa biarin kamu sendiri."     

"Terserah kamu aja." ujarku sambil merebahkan tubuh di sisi tempat tidur yang jauh darinya. Tubuhku lelah sekali. Sepertinya hanya dengan meletakkan kepala, aku akan langsung tertidur.     

Aku terbaring dengan tubuh meringkuk sambil memeluk bantal. Aku masih mewaspadai keberadaan Astro yang tetap duduk di tepi yang jauh dariku hingga mataku terpejam dengan sendirinya. Mataku berat sekali dan yang kulihat hanya gelap.     

Lagi-lagi ada sesosok anak yang memanggilku bunda dan membuatku membuka mata. Kamar ini diselimuti cahaya lampu remang-remang. Mungkin sudah malam.     

Aku menggeser tubuh agar terasa lebih baik dan menyadari ada selimut yang menutup tubuhku. Aku menangkap sosok Astro yang tidur dengan posisi duduk dengan lengan terlipat di dada di tepi yang sama dengan berjam-jam yang lalu. Napasnya panjang dan dalam. Sepertinya dia benar-benar tidur.     

Hidungku berusaha menangkap keberadaan aroma makanan, tapi nihil. Sepertinya makanan yang kutumpahkan sudah dibersihkan. Aku tak melihat keberadaan nampan di meja kecil di samping Astro.     

Kepalaku terasa melayang saat aku mencoba duduk hingga kembali merebahkan kepala pada tempat tidur. Sepertinya aku harus menunggu hingga tenagaku kembali. Hari ini aku hanya makan beberapa butir rambutan dan perutku terasa sangat lapar. Namun aku tak sudi jika Astro yang menemaniku makan dan entah kenapa dadaku dipenuhi rasa benci.     

Aku kembali menatap Astro dalam diam. Bagaimana mungkin aku sangat mencintainya hingga bersedia menikahinya? Jika tahu aku akan dipaksa hamil, aku tak akan menikahinya. Aku bahkan tak akan bersedia menunggunya untuk menikahiku. Mungkin aku akan lebih memilih ....     

Aku menggeleng gusar. Aku tak seharusnya memikirkan hal ini. Aku sudah menolak perasaan Zen sejak lama. Tak adil jika aku mengandaikan dirinya di situasi ini. Aku lah yang salah. Aku tak seharusnya ....     

Tubuh Astro bergerak gelisah. Kepalanya menoleh ke arahku dan matanya yang terbuka sepertinya langsung menatapku. Aku langsung memejamkan mata saat menyadari dia akan terbangun. Kuharap dia tak menyadari aku sedang berpura-pura di dalam cahaya lampu yang remang-remang ini.     

Jantungku berdetak kencang. Teringat jelas saat dia memaksaku bercinta di kamar mandi dan aku takut jika dia melakukannya lagi. Jariku bergetar dan aku khawatir dia akan menyadarinya, maka aku memeluk bantal lebih erat. Namun aku baru menyadari tubuhku tertutup selimut hingga dia pasti tak akan menyadari jariku yang bergetar.     

Bodohnya aku. Dia pasti menyadari aku memeluk bantal lebih erat sesaat lalu.     

Napasku tertahan saat merasakan jarinya mengelus rambut di ujung dahiku. Aku tak mungkin tiba-tiba menepisnya karena sedang berpura-pura tidur. Aku hanya mengutuk dalam hati karena lengannya begitu panjang hingga mampu menggapaiku dengan mudah.     

"I love you, Honey." terdengar suaranya yang lirih walau jelas.     

Mataku terasa panas. Entah bagaimana aku harus menyembunyikan air mata yang meleleh darinya. Aku pasti ketahuan sedang berpura-pura.     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSIF di website & aplikasi WEBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan TAMAT tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVEL secara gratis, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN karena seharusnya chapter itu BERKOIN dan nou SANGAT TIDAK IKHLAS kalian baca di sana.     

SILAKAN KEMBALI ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi, dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.     

Banyak cinta untuk kalian, readers!     

-nouveliezte-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.