ExtraPart [18]
ExtraPart [18]
Aku menerima botol darinya, "Aku ga mungkin ga bantu. Lagian kamu kan nikahnya sama Kyle, bukan orang lain."
Terlebih karena Kyle adalah adik dari Ayahku. Bagaimana mungkin aku membiarkannya mengurus segalanya seorang diri?
Denada duduk di sisiku dan meluruskan kaki, "Kamu ga usah bantu apa-apa lagi. Muka kamu pucet gitu."
"Aku ga pa-pa kok. Aku bener-bener harus diet, tapi nanti aja dietnya kalau kamu udah nikah. Sekarang aku kalau capek bawaannya pengen makan."
Denada menatapku tak percaya, "Kamu udah laper lagi?"
Aku tersenyum karena dua jam lalu memang diam-diam pergi ke bakery hotel untuk makan satu pastry, dua cake, secangkir coklat panas, "Temenin aku makan seafood yuk."
"Nanti aku temenin. Astro loyal banget sampai delivery seafood buat semuanya termasuk staf wedding organizer. Sebentar lagi sampai kayaknya." ujar Denada sambil mengamit handphone dari saku.
Begitukah?
Aku tak tahu Astro memesan seafood untuk kami. Aku mencari keberadaan Astro di antara sekian banyak orang di ballroom ini. Dia sedang menelepon entah siapa di dekat pelaminan dan bicara pada Papa Denada setelah memasukkan handphone ke saku celana.
Aku memang memutuskan untuk ikut Ibu membantu mempersiapkan pernikahan Denada dan Kyle. Kupikir kami hanya akan menyiapkan barang-barang di rumah Denada, tapi kami ke butik untuk melakukan pengukuran gaun bridesmaid sebelum ke ballroom ini. Denada sempat memberitahuku akan mengirim orang dari butik jika aku tidak datang, tapi ternyata perkiraannya meleset.
Sebetulnya tadi Mayang ikut membantu, tapi pulang lebih dulu karena ada teleconference mendadak dengan perkumpulan aktivisnya. Aku meminta maaf padanya saat masih di butik karena belum sempat melihat pesan yang dia kirim untukku hingga belum mencari informasi pria yang disukainya. Mayang justru memelukku dan berkata hal itu bisa dilakukan nanti saja.
Sepertinya kedua sahabatku itu tahu ada sesuatu yang terjadi padaku dan Astro. Aku hanya tak ingin bertanya tentang itu karena membuatku merasa kesal. Aku tak ingin menumbuhkan bibit benci pada kedua sahabatku seperti aku membenci Astro. Aku tahu ada yang tak beres denganku saat ini dan aku tak ingin hubunganku dengan kedua sahabatku memburuk hanya karena tak mampu menjaga sikap.
Sebentar lagi senja tiba. Aku ingin pergi ke tempat mana pun untuk melihatnya. Namun tak mungkin diam-diam pergi saat seafood pesanan Astro akan datang. Dia pasti akan memastikan aku mendapatkan bagianku lebih dulu. Terlebih, dia pasti memesan seafood dari restoran miliknya dan aku sudah lama sekali tidak memakan seafood dari sana.
"Gimana rasanya?"
Aku menoleh pada Denada saat menyadari pertanyaan itu untukku, "Apanya?"
"Malam pertama." ujarnya dengan suara pelan dan hampir tercekat.
Aku terdiam sesaat sebelum menyadari Denada masih perawan dan tersenyum, "Nanti kamu tau."
"Serius, Faza. Sakit ga?"
Aku menaikkan bahu, "Tergantung gimana Kyle nanti."
Denada menatapku tak percaya, "Maksudnya?"
"Nanti kamu tau deh. Aku sih sakit. Ga tau kalau kamu."
"Kamu jangan nakut-nakutin."
Aku tertawa, "Aku ga nakutin."
"Ugh, serius, Faza. Kamu kan tau aku ga pernah ...."
Aku tersenyum lebar dan bicara dengan nada pelan, "Aku tau. Pakai lingerie kamu yang paling sexy."
Denada terlihat terkejut dan terdiam sambil terus menatapku. Dia memang pernah melewati batas saat masih berpacaran dengan Petra, tapi sepengetahuanku tak pernah melakukan hal serupa dengan Kyle. Kyle menjaganya dengan baik dan sepertinya cukup tahu diri untuk tak merayu Denada sebelum waktunya.
Bagaimana pun Kyle melihat dengan mata kepalanya sendiri saat Denada ke Australia dan merasa sangat patah hati karena Petra mengkhianatinya. Terlebih, sepertinya orang tua Denada memberi batasan yang jelas di antara hubungan Kyle dan Denada agar tak mengulang hal yang tidak diinginkan.
"Nanti aku minta Kyle pelan-pelan." ujarku sambil bangkit dari lantai dan tersenyum lebar.
Denada menepuk kakiku gemas hingga membuatku tertawa. Namun tatapanku bertemu dengan Astro hingga aku tiba-tiba terdiam. Entah sejak kapan dia mendekat pada kami hingga hanya berjarak beberapa langkah dari tempatku berdiri.
Astro mengamit pinggangku dan mengecup dahiku. Aku menatapnya tajam walau tahu tak mungkin menegurnya. Akan aneh jika kami terlihat tidak saling bersentuhan padahal biasanya kami saling menempel seperti sepasang burung sedang musim kawin. Namun aku sangat memahami pria yang berada di sisiku ini. Dia tak akan melewatkan kesempatan untuk menyentuhku di situasi ini karena tahu aku tak mungkin menolaknya.
Ugh, aku benci memikirkan kami harus terus menempel hingga waktunya pergi dari tempat ini.
"Seafood-nya kapan sampai?" aku bertanya sambil berusaha menjauh dari Astro. Jarak satu atau dua senti akan sangat membantu agar aku tak merasa kesal di dekatnya.
"Laper banget ya?" Astro bertanya dengan senyum menggodanya yang biasa. Biasanya aku akan tersenyum melihat senyum itu, tapi saat ini aku merasa kesal.
Aku mengalihkan tatapan darinya dan menatap Denada yang masih duduk di lantai, "Jadi kan nemenin aku makan?"
"Seafood-nya aja belum sampai. Ga sabaran banget sih?" ujar Denada dengan tatapan tak percaya.
"Mastiin aja biar ada yang bisa aku bagi porsi seafood-ku kalau kebanyakan." ujarku asal saja.
"Nanti aku yang abisin porsi makanan kamu kalau kamu ga kuat." ujar Astro sambil menarik pinggangku lebih dekat padanya, tapi tatapannya mengarah pada Denada. "Kamu dicariin papa tadi. Ditunggu di ruang make up."
Denada bangkit dari duduknya, "Nanti chat aku kalau seafood-nya dateng. Aku juga laper."
Astro hanya menggumam mengiyakan dan mengajakku duduk di kursi terdekat, "Jangan duduk di lantai. Nanti masuk angin."
Aku menatapnya sebal walau lega karena ada jarak di antara kami karena duduk di kursi yang berbeda. Kami memang duduk bersisian, tapi setidaknya tubuhku tak lagi menempel padanya.
"Jaga ekspresi kamu kalau ga mau ketauan lagi sebel sama aku. Di sini ada banyak orang. Mereka bisa ngambil kesimpulan sendiri." ujar Astro sambil mengamit tanganku dan mengecupnya. Tepat di jari yang terpasang oleh cincin pernikahan kami.
Bulu halusku meremang dan hatiku terasa tersengat sesuatu yang tak berwujud. Aku bahkan mengalihkan tatapan agar tak perlu melihatnya mengecup jariku. Jika bisa, aku ingin sekali menyentakkan lengan agar dia pergi saja, tapi itu tak mungkin kulakukan.
Astro meletakkan tanganku di dadanya yang berdetak kencang, "Aku kangen banget. Kalau ga sadar diri aku yang bikin kamu begini mungkin aku udah bawa kamu pulang dari tadi."
Aku menoleh untuk menatapnya. Aku mengerti dengan jelas maksud ucapannya adalah untuk mengajakku bercinta.
"I love you, Honey." ujarnya sambil mengecup jariku dan meletakkan tanganku di dadanya lagi seolah tanganku adalah hal yang paling berharga untuknya.
Aku kembali mengalihkan tatapan ke sekeliling ruangan. Entah kenapa aku tak berminat untuk membahas apapun dengannya. Aku bahkan tiba-tiba merasa mengantuk.
"Pulang dari sini kita ke dokter ya. Kamu keliatan pucet. Aku khawatir kamu kenapa-napa." ujarnya dengan suara yang entah kenapa terdengar lambat dan sangat hati-hati di telingaku.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSIF di website & aplikasi WEBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan TAMAT tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVEL secara gratis, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN karena seharusnya chapter itu BERKOIN dan nou SANGAT TIDAK IKHLAS kalian baca di sana.
SILAKAN KEMBALI ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi, dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.
Banyak cinta untuk kalian, readers!
-nouveliezte-