Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

ExtraPart [19]



ExtraPart [19]

2"Kenapa duduk di lantai gitu, Sayang? Kan kotor." ujar Ibu yang baru saja sampai di sisiku sambil menatapi berbagai botol yang berserakan di sekitarku. "Faza mau beli sampo?"     

Aku mengangguk sambil membuka tutup botol sampo yang lain dan menghirup aromanya. Dari belasan botol yang kuhirup sejak tadi, tak ada yang benar-benar kusukai walau sepertinya aroma mint dan rosemary lebih baik dibanding sampo green tea yang sudah kupakai bertahun-tahun.     

Aku memang mengajak Ibu ke pusat perbelanjaan setelah membantu persiapan pernikahan Denada dan Kyle tanpa mengatakan apa alasannya. Kemudian langsung memisahkan diri dan berjalan cepat menuju sebuah toko untuk mencari sampo baru sebelum Astro atau Ibu menyadari keberadaanku. Namun sepertinya aku berada di sini terlalu lama hingga ditemukan.     

Astro menatapku dengan alis mengernyit mengganggu di lorong di antara dua rak, "Kamu ngapain, Honey?"     

Ibu menoleh pada Astro, "Beli sampo katanya."     

"Seriously?"     

Aku tak berminat untuk menanggapi keberatan Astro atau tatapan bingung dari Ibu. Aku justru bangkit sambil mengamit dua botol sampo dan kondisioner beraroma mint dan rosemary, lalu membereskan yang lainnya sebelum beranjak ke kasir. Aku baru saja akan mengamit dompet, tapi Astro membayar lebih dulu menggunakan uang tunai dan menyodorkan paper bag berisi sampo dan kondisioner padaku.     

Alih-alih berterima kasih, aku menerimanya dan langsung berlalu. Aku tahu ini akan terlihat tak sopan bagi siapapun yang melihat, tapi aku terlalu malas untuk berbasa-basi walau pada suamiku sendiri.     

Langkahku terhenti di depan sebuah booth yang menjual camilan karena mendapati booth itu menjual semprong wijen dan jenang ketan yang sudah lama tak kulihat. Aku mengamit masing-masing lima dan membawanya ke kasir. Kemudian langsung membayar menggunakan kartu debit dan keluar dari booth setelahnya.     

Ibu menatapi paper bag dari booth camilan yang berada di tanganku, "Faza beli jenang?"     

"Iya. Faza beli banyak kalau Ibu mau."     

Ibu menutup bibir dengan tangan dan menatap Astro dengan mata berkaca-kaca. Astro terlihat bingung saat mendapati tatapan Ibu yang tak juga mengatakan apapun.     

Aku mengamit lengan Ibu dan memeluknya, "Pulang yuk. Faza capek."     

Ibu mengelus wajahku dan mengangguk. Entah kenapa aku merasa Ibu baru saja akan menangis walau air matanya tak kunjung meleleh. Namun aku sedang merasa senang karena menemukan jenang ketan yang langka hingga tak berminat untuk bertanya.     

Astro berusaha mengajakku ke dokter setelah kami menaiki mobil, tapi aku menolak. Aku akan langsung mandi dan keramas dengan sampo baru sebelum beranjak tidur. Tubuhku lelah sekali hingga sepertinya akan langsung terlelap jika berbaring.     

Ibu menepuk tanganku yang berada di genggamannya sepanjang jalan dan sepertinya merasa senang, "Faza udah pernah coba sate maranggi belum?"     

"Udah." ujarku karena ingat pernah memakannya bersama Ayah di dekat area rumahku di Bogor. Namun aku sudah lama tidak memakannya.     

"Besok Ibu ajak ke resto yang jual sate maranggi, mau? Di deket rumah peninggalan ayahnya Ibu sih. Di kota sebelah."     

"Boleh kalau Ibu ada waktu. Kita ajak Oma juga."     

Ibu mengangguk dengan senyum lebar, lalu kembali menepuk tanganku yang berada di genggamannya. Entah kenapa tepukannya terasa berirama riang. Mungkin suasana hati Ibu sedang bagus. Entahlah. Aku cukup senang karena Ibu tak bertanya macam-macam yang membuatku merasa tak nyaman.     

Oma sedang menunggu di teras sambil merajut saat kami sampai, dengan Bu Asih yang menemani. Oma meletakkan rajutan dari pangkuannya ke meja dan memelukku dengan senyum lembut, "Kenapa pulangnya malem banget?"     

"Tadi beli sampo sebentar. Faza juga beli semprong wijen sama jenang ketan. Ada banyak kalau Oma mau." ujarku sambil memperlihatkan paper bag yang berada di tanganku.     

"Faza beli jenang ketan?"     

Aku mengangguk sambil menyalami dan mencium tangan Oma, "Faza taruh di dapur ya. Faza mau mandi, trus tidur. Capek banget."     

Oma mengangguk sambil melepas pelukan, lalu menatap Ibu. Ibu tersenyum lebar sekali sambil memeluk lengan Oma. Aku tak memperhatikan apa yang terjadi setelahnya karena langsung beranjak ke dapur untuk meletakkan semprong wijen dan jenang ketan.     

"Mandi sana. Kamu bau." ujarku tanpa menoleh pada Astro. Aku tahu dia mengikuti langkahku sejak tadi.     

"Ga mungkin."     

Aku menoleh padanya, "Aku serius."     

Astro mengangkat lengan dan mengendus ketiaknya dengan tatapan tak yakin, "Kamu bohong."     

Aku menaikkan bahu, "Terserah kalau ga percaya. Sana tanya Ibu."     

Astro menatapku tak percaya walau mengikuti langkahku menuju kamar.     

Aku memberinya tatapan tajam agar tak berjalan terlalu dekat denganku dan sepertinya dia mengerti, "Mandi sana."     

Astro menatapku kesal dan berteriak, "Bu, emangnya Astro bau?"     

Alih-alih menjawab, Ibu justru tertawa. Tawa yang jelas terdengar walau sepertinya Ibu sedang berada di ruang tamu.     

Astro terlihat tersinggung dan mengamit tanganku sebelum memelukku erat, "Mana ada aku bau?"     

"Ugh, sana jauh-jauh." ujarku sambil mendorong tubuh Astro sekuat tenaga.     

"Ga mau. Kamu bohong kan? Mana ada aku bau? Wangi gini kok." ujarnya sambil mengangkat sebelah lengan.     

Aku hampir saja memuntahkan seafood jika tak segera melihat celah dan segera kabur. Aku langsung mengunci pintu sesampainya di kamar dan tubuhku bergidik dengan sendirinya. Bisa-bisanya Astro memelukku saat sudah kuberi peringatan untuk jangan mendekat?     

Ugh, dia benar-benar menyebalkan.     

Masih terdengar suara protes Astro di depan kamar dan suara tertawa Ibu. Namun aku mengabaikan keduanya dengan langsung masuk ke kamar mandi untuk mandi dengan air hangat dan keramas dengan sampo baruku. Tubuhku terasa sangat segar setelahnya hingga langsung merebahkan tubuh telentang di tempat tidur dengan handuk masih membelit rambut yang basah.     

Aku mengamit handphone dan menatapi jam di sudutnya, pukul 21.20. Aku mengatur alarm untuk bangun tengah malam karena ingin bekerja, lalu menyalakan list musik dengan mengaktifkan speaker untuk menemaniku tidur.     

Alunan musik membuatku mengantuk dan memejamkan mata. Masih terdengar sayup-sayup suara tawa di luar sana. Sepertinya Ibu masih saja tertawa. Mungkin Astro masih merasa tersinggung dan Ibu merasa lucu karenanya.     

Entah apakah ada yang salah dengan hidungku. Aroma tubuh Astro membuatku tak nyaman. Padahal biasanya aku akan menempel padanya karena menyukai aromanya yang hangat.     

Apakah aku harus ke dokter THT untuk memeriksakan diri? Mungkin ada baiknya jika aku sekaligus ke dokter gizi untuk bertanya bagaimana caranya menurunkan berat badan secara medis. Jika digabungkan dengan terapi diet di spa milik Denada, kemungkinan dietnya berhasil akan tinggi, bukan?     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSIF di website & aplikasi WEBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan TAMAT tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVEL secara gratis, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN karena seharusnya chapter itu BERKOIN dan nou SANGAT TIDAK IKHLAS kalian baca di sana.     

SILAKAN KEMBALI ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi, dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.     

Banyak cinta untuk kalian, readers!     

-nouveliezte-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.