ExtraPart [24]
ExtraPart [24]
Sudah hampir dua minggu kami tidak bercinta. Entah bagaimana dia mengendalikan diri selama itu dan baru sekarang aku berpikir dia mungkin merasa sangat tersiksa.
Aku memang pernah memberinya hukuman untuk tidak bercinta selama tiga hari bertahun lalu. Namun di waktu tiga hari itu kamu masih bercumbu dan saling menyentuh. Kami bahkan masih tidur di tempat tidur yang sama.
Aku sudah tak merasa jijik atau marah padanya, tapi ketakutanku jika dia mengajakku bercinta membuatku memilih untuk menjauh. Aku dengan sengaja mengalihkan tatapan jika menyadari dia sedang menatapku. Seperti saat ini. Saat dia menatapku yang sedang duduk di tempat tidur sambil mengetik di keyboard laptop.
"Kerjaan kamu udah selesai?" aku bertanya tanpa menatapnya sambil bersila. Padahal sebelum dia masuk ke kamar, kakiku sedang kubiarkan lurus karena terasa lebih nyaman saat mengetik. Aku bersila agar dia tak menyentuhku dengan sengaja.
"Aku kangen." ujarnya sambil meletakkan segelas susu di meja, lalu duduk sambil memeluk punggung kursi menghadap ke arahku.
Jantungku berdetak kencang. Aku tahu ini adalah sinyal darinya. Tubuhku bergeser menjauhinya secara refleks, "Kamu kan tau aku lagi 'dapet'."
Astro menggumam. Entah apa yang dia gumamkan. Aku sama sekali tak berani menatapnya saat dia sudah memberikan sinyal sejelas ini.
Aku menatap jam di sudut laptop, pukul 20.37. Aku harus selesai bekerja dua puluh tiga menit lagi. Besok kami harus berangkat ke rumah Denada pagi-pagi sekali.
"Mau peluk."
Aku menggeleng gusar sambil terus menatap layar, "Ga."
"Please."
"Ga mau. Keluar sana."
Terdengar Astro menghela napas dan aku bisa melihatnya menyembunyikan wajah di antara lengan dari sudut mataku. Dia tak mengatakan apapun lagi.
Aku menoleh untuk menatapnya karena dia sedang tidak menatapku. Apakah aku bersikap keterluan?
Astro mengulurkan tangan tanpa menatapku, "Pegang tangan juga ga bisa?"
Aah ....
Aku bahkan baru ingat belum menyalami dan mencium tangannya sejak kabur. Aku menatapi tangannya yang terulur ke arahku dengan jantung berdetak kencang selama beberapa lama sebelum mengamitnya dan menciumnya. Hanya satu detik dan langsung melepasnya, "Udah."
Astro mengintip dari balik lengan hingga membuatku mengalihkan tatapan ke laptop, "Mau sampai kapan kita begini?"
Aku menaikkan bahu tanpa mengatakan apapun.
"Besok Denada sama Kyle nikah. Ada banyak orang di sana. Ga bisa kita biasa aja? Aku ga mau dianggap lagi punya masalah sama kamu."
Aku terdiam dengan tangan melayang di atas kerboard. Entah kenapa tiba-tiba terasa lelah.
"Bisa kan?"
Aku meletakkan tangan di kedua lutut dan mengetuknya pelan. Kupikir aku akan menyetujuinya, tapi kepalaku justru menggeleng.
"Cuma pegang tangan sama peluk pinggang, Honey, tapi aku harus minta kamu jaga ekspresi." ujarnya yang mulai terdengar kesal walau nada suaranya berubah lebih lembut dalam sedetik waktu yang terlewat. "Please."
"Fine." ujarku lirih.
Astro terdiam sebelum mendekatkan kursi pada tepi tempat tidur, "Serius kan?"
"Iya." ujarku sambil mengetik.
"Kamu harus jaga ekspresi. Ga boleh keliatan sebel."
"Iya, ih. Bawel." ujarku yang tiba-tiba saja menoleh. Aku bertatapan dengannya dan terkejut karena dia sedang tersenyum lebar dengan mata berbinar. Entah kenapa terasa seperti aku sedang berbuat tak adil.
Astro memeluk punggung kursi lebih erat, "Aku tidur di sini ya. Aku janji ga akan ngapa-ngapain."
Aku hampir saja mengatakan "udah dikasih hati minta jantung" padanya, tapi menyadari bahwa aku lah yang sedang bersikap seperti itu maka aku menutup bibir rapat-rapat agar tak perlu bicara. Namun apa yang harus kukatakan padanya untuk menolak keinginannya itu?
Astro menatapku dengan tatapan menderita, "Honey."
"Tidur di sofa aja kenapa sih? Kan kamu yang bilang ga keberatan kalau kita tidur pisah."
"Kamu tega?"
Aku menatapnya sebal, "Makanya jangan ngomong macem-macem kalau ga bisa nepatin. Ga konsisten."
"Please, Honey."
"Tidur di sofa sana." ujarku sambil kembali mengalihkan tatapan ke laptop.
"Aku tidur di sofa, tapi sofanya aku pindah ke sini. Aku mau tidur di sini sambil jagain kamu. Kalau kamu butuh apa-apa bisa bangunin aku."
Aku menatapnya tak percaya, "Seriously?"
Astro mengangguk, "Ya?"
"Kamarnya ga muat kalau kamu pindahin sofa ke sini."
"Muat kalau aku keluarin meja."
Astaga, yang benar saja?
"Ya?"
Aku berdecak kesal, "Terserah kamu aja, tapi ga boleh tutup pintu."
"Bener?" Astro bertanya dengan mata berbinar. "Bener kan?"
"Pindahin meja sendiri." ujarku sambil mengetik balasan email untuk Sari.
Astro bangkit dari kursi dan entah bagaimana sepertinya dia tersandung hingga hampir terjatuh, tapi berhasil menyeimbangkan diri. Dia langsung bangkit dan mengamit susu dari meja, lalu menyodorkannya padaku.
Aku menerimanya dengan canggung, "Ga bisa nanti aja mindahinnya?"
Astro mengabaikanku dan mulai mendorong meja keluar kamar. Dia terlihat sangat senang hingga aku kehilangan kata-kata untuk menghentikannya.
Aku menggeleng pelan sambil meneguk susu hingga habis. Tepat saat aku akan bangkit untuk menaruh gelas di dapur, Astro kembali masuk. Dia mengamit gelas dari tanganku dan keluar sambil menarik kursi yang sesaat lalu didudukinya. Tak lama, dia kembali masuk sambil mendorong sofa yang seminggu ini dipakai olehnya tidur di ruang tengah, dengan bantal dan selimut di atas sofanya.
Setelah mengatur letak sofa, dia langsung merebahkan tubuh menghadap ke arahku dan tersenyum lebar sekali, "I love you, Honey."
Tubuhku membeku dengan jantung berdetak kencang. Sepertinya memang lebih baik jika dia tidur di ruang tangah saja.
"Sana lanjut kerja. Aku ga akan ganggu." ujarnya sambil membenahi posisi bantal.
Aku menatapnya tak percaya. Biasanya aku yang mengatakan kalimat itu. Aku memang memaksakan diri untuk bekerja setelah makan siang. Aku tak tega jika Astro yang mengerjakan pekerjaanku sementara konsentrasinya sedang buyar setelah melihat foto lingerie yang dikirimkan Denada ke grup Lavender.
Astro kembali mengulurkan tangan ke arahku, "Mau dicium lagi."
"Seriously?"
Astro mengangguk dengan senyum lebar. Tangannya masih terulur ke arahku dan entah kenapa dia terlihat sangat manja.
Aku hampir saja tersenyum, tapi berusaha menahannya dengan susah payah. Aku mengamit tangannya dan menciumnya, tapi dia menarikku mendekat dan justru mengecup dahiku. Aku hampir saja memprotesnya, tapi dia melepas tanganku dan menatapku penuh cinta.
"I love you too." bibirku bergerak dengan sendirinya dan membuatku terkejut saat menyadari aku baru saja mengatakannya.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSIF di website & aplikasi WEBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan TAMAT tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVEL secara gratis, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN karena seharusnya chapter itu BERKOIN dan nou SANGAT TIDAK IKHLAS kalian baca di sana.
SILAKAN KEMBALI ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi, dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.
Banyak cinta untuk kalian, readers!
-nouveliezte-