Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

ExtraPart [26]



ExtraPart [26]

0Bunda terus tersenyum sejak kami datang. Bahkan meminta Zen untuk menyiapkan berbagai makanan yang tersedia di restoran di samping motel walau Zen terlihat kesal.     

"Kapan ada di rumah? Tante mau main. Kangen sama oma."     

"Dua hari sebelum berangkat kuliah kayaknya. Abis dari Surabaya kita mau ke Lombok dulu. Nanti Astro kabarin." ujar Astro sambil mengelus jariku di atas meja.     

"Kenapa ga ke rumah aja? Oma kan ga ke mana-mana. Seharian sibuk ngerajut sampai lupa waktu." ujarku sambil mengamit sosis solo yang ketiga.     

Bunda menggeleng, "Kan kalian ga ada. Aneh kalau Tante ke rumah cuma mau nemuin oma."     

Aku terdiam karena Bunda benar. Walau sebetulnya aku merasa bermain peran seperti ini sangat melelahkan. Bagaimana Bunda tahan memainkan perannya selama bertahun-tahun? Aku bahkan harus sangat menahan diri untuk tak terlihat sedang merasa kesal pada Astro saat kami berada di area publik seperti saat ini.     

Zen datang sambil membawa nampan berisi sepiring churros dan semangkuk kecil coklat leleh, lalu duduk di sebelah Bunda, "Tante bukannya mau ke bank? Udah siang nih."     

"Besok aja deh. Ada tamu penting." ujar Bunda sambil mengamit churros dan menggigitnya tanpa mencelupkannya ke coklat lebih dulu. "Kalau ga sekarang, susah lagi ketemunya. Mereka mau kuliah ke luar negeri lagi. Ga tau kapan pulang."     

Astro mengecup dahiku hingga membuatku menoleh padanya. Aku tahu dia sengaja melakukannya karena ada Zen di hadapan kami. Jika saja aku tak berjanji untuk menjaga ekspresi, aku pasti sudah berpindah tempat.     

"Lain kali kalau ke sini harus berdua. Kalian ga tau kan di luar sana ada berapa banyak yang punya niat nikung?" ujar Bunda sambil menatapku dan Astro bergantian, walau aku cukup yakin kalimat itu untuk Zen. "Hubungan pernikahan itu sakral. Udah bukan hubungan main-main lagi. Kalau masih mau main-main ga usah nikah."     

Zen mendengkus, "Kayak pernah nikah aja. Ditawarin buat dijodohin sama mama aja nolak terus."     

Bunda menoleh pada Zen dan tersenyum lembut, "Memutuskan menikah atau ga itu juga hal penting. Kalau Tante kan jelas karena ga minat jatuh cinta lagi. Udah happy kerja, ga perlu repot ngurus anak suami. Kalau kamu mau dijodohin nanti Tante bantu cari."     

"Ga perlu. Udah ada." ujar Zen tanpa minat sambil mengamit churros dan mencelupkannya ke coklat leleh.     

"Semoga langgeng sama Tiara." ujar Astro sambil memeluk pinggangku dan menarikku lebih dekat padanya.     

Zen tidak menanggapi Astro. Justru mengunyah sambil mengedarkan tatapan ke sekeliling. Dia langsung bangkit tanpa mengatakan apapun setelah menelan churros di mulutnya dan beranjak ke area memasak.     

"Apa Tante ga keterlaluan?" aku bertanya setelah memastikan Zen berada di luar jarak dengar.     

"Ga pa-pa. Ngapain juga ngarepin yang udah pasti ga bisa didapetin? Cuma bikin sakit hati kan? Kalian harus jaga hubungan baik-baik. Kalian udah nikah berapa tahun? Masa cuma gara-gara alasan sepele tiba-tiba mau pisah?"     

"Punya anak itu ga sepele, Tante." ujarku dengan kesal hingga sengaja memberi penekanan nada saat memanggilnya "Tante".     

Bunda mengelus pipiku, "Bener, tapi bisa dibicarakan. Ga main kabur gitu aja."     

Aku mengalihkan tatapan karena Bunda benar. Aku kabur karena merasa jijik dan marah setelah Astro memaksaku bercinta dengannya di kamar mandi. Sialnya aku tak mungkin menceritakan hal itu di sini.     

Astro mengelus kepalaku, "Astro yang salah udah maksa-maksa punya anak. Faza bener karena Faza yang hamil dan ngelahirin nanti."     

Bunda mengangguk, "Kita ke toko oleh-oleh dulu ya. Nanti Tante bawain cemilan buat di jalan."     

"Ga usah, Tante. Oma bawain banyak makanan tadi. Honey, itu jenang ketannya kayaknya kebanyakan kalau kita makan berdua. Mau kasih ke Axe aja nanti?" Astro bertanya.     

"Jangan. Jenangnya enak. Aku sanggup abisin semuanya kok." ujarku sambil mengamit churros dan mencelupkannya di coklat leleh.     

"Jenang ketan?" Bunda bertanya dengan tatapan menyelidik.     

"Faza lagi doyan makan jenang seminggu ini. Kemarin Astro tawarin bikinin brownies ga mau. Malah nyuruh bikin jenang." ujar Astro sambil mengelus kepalaku.     

"Dulu Bunda makan jenang ketan terus waktu hamil Faza." ujar Bunda dengan nada pelan.     

Jantungku terasa berhenti berdetak, tapi aku menemukan kembali iramanya setelah rasanya lama sekali. Tatapan lembut dari Bunda seperti yang selalu kuingat dan entah kenapa aku tiba-tiba menyentuh perut.     

"Ibu juga bilang gitu, tapi Faza lagi 'dapet' tuh." ujar Astro hingga membuatku menatapnya.     

"Apa kamu bilang?" aku bertanya.     

"Ibu curiga kamu hamil waktu beli jenang ketan di mal waktu itu. Mood kamu juga jelek banget belakangan ini. Sempet ngatain aku bau juga padahal badanku wangi, tapi kamu kan lagi 'dapet'. Mana mungkin hamil?"     

Aku terdiam lama. Kupikir aku memang sedang menstruasi karena sempat keluar darah walau hanya sedikit, tapi sampai hari ini darah itu tak kunjung keluar lagi.     

"Bulan depan Faza coba pakai testpack. HPL (hari perkiraan lahir) nanti diitung dari tanggal pertama Faza mens yang terakhir kali. Kemarin hari pertama mens tanggal berapa?" Bunda bertanya.     

Aku tidak menjawab karena sedang berusaha mencerna semua kejadian. Jika aku benar sedang hamil, maka mungkin itu karena bulan lalu bercinta tanpa pengaman. Dan jika aku benar hamil, maka mungkin darah yang beberapa hari lalu keluar itu adalah ....     

Jantungku berdetak kencang sekali. Keringat dingin mulai mengaliri tengkukku. Aku menatap Astro tanpa mampu mengatakan apapun karena tak yakin dengan apa yang harus kukatakan.     

"Jangan bahas soal hamil lagi, Tante. Faza masih shock gini." ujar Astro sambil menatapku khawatir. "Mau check in di motel buat istirahat sebelum lanjut jalan?"     

Aku menggeleng. Apa yang harus kulakukan sekarang? Apa yang harus kukatakan padanya?     

Dia pasti sangat senang jika tahu aku hamil. Namun aku belum siap untuk ini semua. Aku baru saja menolak untuk memiliki anak secara frontal, jika aku hamil ....     

Aku menatap Bunda dalam diam. Bagaimana pula dengan Bunda? Bunda pasti akan sangat kecewa jika aku menggugurkan kandungan. Aku bahkan bisa membayangkan ekspresinya akan berubah murka jika aku mengatakan hal semacam itu.     

Jariku bergetar tanpa bisa kukendalikan. Aku baru saja akan mengusap kedua tangan untuk meredakan getarannya, tapi Astro mengamit tanganku lebih dulu dan menggenggamnya.     

"Aku ga akan maksa kamu punya anak. Kamu ga perlu mikirin itu. Aku janji ga akan bahas apa-apa soal anak lagi. Aku bisa tunggu sampai kamu siap."     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSIF di website & aplikasi WEBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan TAMAT tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVEL secara gratis, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN karena seharusnya chapter itu BERKOIN dan nou SANGAT TIDAK IKHLAS kalian baca di sana.     

SILAKAN KEMBALI ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi, dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.     

Banyak cinta untuk kalian, readers!     

-nouveliezte-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.