ExtraPart [31]
ExtraPart [31]
Gugup yang kurasakan sepanjang perjalanan menghilang karena mencium aroma lavender yang cukup intens. Sepanjang perjalanan aku sangat khawatir dengan keberadaan janin di rahimku karena bepergian menggunakan pesawat.
Sebetulnya menaiki pesawat kali ini kugunakan sebagai percobaan. Jika perjalanan kali ini baik-baik saja, maka mungkin perjalanan ke Jerman juga akan baik-baik saja. Untungnya, sepertinya perjalanan kali ini sukses.
Pagi setelah sarapan aku sudah meminta Ibu membatalkan kepergiannya untuk menemaniku tidur di resort ini. Ibu berkali-kali menanyakan apakah akan baik-baik saja dan aku selalu menjawab iya. Walau sebetulnya tak yakin apakah aku akan baik-baik saja, tapi setidaknya resort ini adalah milik Astro. Aku bisa meminta kamar lain jika tak siap tidur sekamar dengannya.
Astro mengecup tanganku, tepat di cincin pernikahan kami terpasang saat membuka pintu kamar. Dia menatapku sendu seolah sedang berharap aku tidak berusaha kabur darinya kali ini.
Kamar ini adalah kamar miliknya yang tak pernah disewakan pada siapapun. Kamar yang sama dengan yang kami pakai setelah menikah di samping senja tepi pantai lebih dari lima tahun lalu. Di kamar ini, pertama kalinya kami melepas semua batasan yang sebelumnya kami jaga dengan susah payah. Di kamar ini juga kami saling mencurahkan cinta yang sebelumnya tak pernah terasa cukup untuk sekadar diucapkan.
"Aku ga akan maksa. Kamu juga kan lagi 'dapet'." ujarnya dengan senyum yang terlihat ragu sambil mengajakku masuk.
Aku hampir saja mendengkus, tapi berhasil menahannya. Aku sangat berharap dia tidak merayuku atau mengucapkan kalimat apapun yang mengarah pada mengajakku bercinta atau memanjakannya. Aku memang sudah tak merasa jijik atau marah padanya, tapi benar-benar ingin mengurangi kontak fisik yang terlalu berlebihan jika memungkinkan.
"Kamu mandi duluan aja." ujarnya sambil melepas tanganku setelah kami berada di dalam.
Aku mengangguk sambil mengamit koper dan menariknya ke tepi tempat tidur. Astro keluar dan menutup pintu saat aku mengambil pakaian dari dalam koper. Alih-alih beranjak ke kamar mandi, aku justru menghampiri jendela.
Aku mengintip sosoknya menjauh dari balik gorden sebelum mengeluarkan beberapa butir vitamin dan penambah darah yang sudah kupindahkan ke plastik klip agar lebih mudah disembunyikan dari saku celana. Kemudian memindahkan vitamin dan penambah darah itu ke atas lemari di sudut paling belakang.
Saat aku keluar dari kamar mandi dengan tubuh bersih dan pakaian yang sudah diganti, Astro sedang duduk di tempat tidur menghadap laptop. Aku menghampirinya dan duduk di sisinya sambil memperhatikan layar laptopnya yang sedang memperlihatkan game catur offline.
"Di sini masih susah sinyal jadi kamu ga perlu maksain diri kerja." ujarnya sambil memeluk pinggangku dan menarikku lebih dekat padanya. "Main game sama aku aja kalau bosen."
Aku menggeleng, "Kamu katanya mau kerja? Selama kamu ngurusin resort, aku mau liburan. Mau keliling main di pantai sekalian nyari penyu."
Astro menggerakkan satu biduk dengan tangan kiri dan mengecup dahiku, "Jangan jauh-jauh. Kamu ga boleh kecapekan."
Aku menggumam mengiyakan, "Kamu kasih tau Axe soal Mayang yang suka sama dia?"
"Ngapain aku kasih tau? Biar dia cari tau sendiri."
Aah, pria ini benar-benar ....
Aku menggeleng perlahan. Pelukannya terasa hangat hingga membuatku menyandarkan kepala di bahunya.
Menatap biduk-biduk di layar laptop yang bergerak satu-persatu membuatku mengantuk, tapi juga membuatku mengingat Opa. Opa memang kadang bermain bersama Zen atau Astro saat masih hidup, tapi juga tahan menatap biduk dan merencanakan strategi dalam diam selama berjam-jam seorang diri.
"Aku mau nginep di Magelang sebelum kita berangkat ke Jerman." ujarku tiba-tiba.
"Okay. Nanti aku bilang oma."
Aku mendongak untuk menatapnya, "Kita berdua aja. Biar Oma di rumah Ayah."
"Oma masih kangen sama kamu, kamu tau? Oma kan ga ikut kita ke Jerman. Biar oma nemenin kamu selama di sini."
Aah, padahal aku hanya ingin membiasakan diri berdua dengannya saja. Aku tak ingin merasa asing setelah pindah ke Jerman karena tak mungkin kabur jika sedang berkuliah. Terlebih, Kyle sudah memperingatiku untuk menjaga sikap. Aku pun tak mungkin kabur jika Denada mengikuti jejak Kyle ke Jerman. Apa yang akan Denada pikirkan jika tahu aku berkali-kali kabur dari suamiku?
Astro melonggarkan pelukannya dan mematikan laptop saat aku menguap, "Kamu harus tidur."
Aku mengangguk karena memang sudah mengantuk. Beberapa waktu belakangan ini aku memang bertanya-tanya kenapa sangat mudah lelah. Namun dengan keberadaan janin di rahimku, sepertinya aku memang harus beristirahat lebih banyak dari biasanya.
Aku merebahkan tubuh menyamping. Astro mengikutiku dan menyingkap kaos yang kupakai sebelum mengecupnya. Dia bicara entah apa dengan suara sangat pelan hingga aku tak mampu mendengar apapun yang dia katakan pada calon bayinya. Andai dia tahu calon bayinya sudah berada di sana, entah bagaimana reaksinya.
"Kamu mau ngapain kalau aku beneran hamil?" tiba-tiba kalimat itu meluncur begitu saja dari bibirku.
Astro mendongak dan menatapku lama sebelum menjawab, "Kamu ga boleh kerja."
Aku menatapnya tak percaya, "Aku pegang empat perusahaan, kamu tau? Kamu bisa kehabisan waktu kalau ngerjain semua kerjaanku juga. Lagian selama ini kamu ga pernah handle Lavender's Craft sama Lauvender Jewelry."
Astro membenamkan wajah di perutku, "Aku akan cari cara. Pokoknya kamu ga boleh kerja."
Aku menghela napas perlahan. Jika dia sudah mengatakannya, maka mendebatnya akan percuma.
Tanganku membelai rambutnya yang terasa halus di jariku. Aroma sampo mint dan rosemary menguar dari sana. Aku sudah menyadari dia memakai sampoku tanpa izin sejak tadi pagi. Aku hanya tak berniat menegurnya.
Jari Astro mengelus perutku perlahan. Sedikit membuatku geli, tapi aku mengabaikannya karena aku tahu kebiasaannya yang satu ini. Dia hanya sedang bermain dengan calon bayi yang belum dia ketahui keberadaannya. Aku hanya berharap dia tak melakukan lebih atau aku akan meminta kamar terpisah darinya detik ini juga.
"Kamu mau Reagan atau Regina duluan?" aku bertanya sambil memejamkan mata. Entah bagaimana aku bisa melihat sosok anak kecil mengamit tanganku dan memanggilku bunda walau yakin sekali aku belum memimpikan tentang apapun.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senjarat -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSIF di website & aplikasi WEBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan TAMAT tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVEL secara gratis, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN karena seharusnya chapter itu BERKOIN dan nou SANGAT TIDAK IKHLAS kalian baca di sana.
SILAKAN KEMBALI ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi, dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.
Banyak cinta untuk kalian, readers!
-nouveliezte-