ExtraPart [33]
ExtraPart [33]
Aku sudah beberapa kali mendatangi Turtle Sanctuary dan bermain bersama bayi-bayi penyu. Aku bermain bersama mereka sambil membayangkan bagaimana bayi-bayi penyu itu nanti hidup di lautan luas setelah dilepaskan dari penangkaran.
Namun aku akan duduk di tepi pantai seorang diri setelah bermain dengan penyu. Ada banyak hal yang memasuki pikiranku. Di lautan sana ada banyak predator yang siap memangsa bayi-bayi penyu.
Bagaimana mereka akan selamat dari para pemangsa dengan ukuran sekecil itu? Apakah hanya menggantungkan nasib akan membuat mereka selamat? Bayi-bayi itu pasti memiliki insting untuk menyelamatkan diri dari bahaya, bukan? Namun bagaimana jika mereka ditakdirkan untuk dimangsa tak lama setelah dibebaskan dari penangkaran?
Takdir.
Sudah lama aku tak mempertanyakan tentang takdir sejak bertemu Nino bertahun lalu. Nino yang membuatku menyadari tak ada yang kebetulan terjadi di dunia ini. Namun saat ini aku merasa kesal karena tak bisa memilih hamil atau tidak, walau kehamilan ini memang murni kecerobohanku.
Ibu pernah berkata bahwa akan mudah untuk memahami cara kerja takdir jika aku memiliki anak. Namun bagaimana pula aku akan memahami tentang takdir jika kehamilan ini bukanlah kehamilan yang kuinginkan?
Desiran angin dan aroma asin di sekitarku membuatku membeku. Entah sudah berapa lama aku duduk di sini sejak melepaskan dua ekor tukik ke laut. Aku tak berminat untuk kembali ke resort walau hari sudah hampir senja. Namun aku pun tahu, tak mungkin bagiku terus berada di area ini sedangkan Astro pasti sedang mencariku.
Pikiranku melayang saat menatap laut membentang di hadapanku. Tukik yang kulepaskan sesaat lalu mungkin sedang berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Lingkungan yang jauh lebih luas dibanding hanya kolam-kolam di penangkaran, juga lingkungan dengan banyak hewan lain di sekitarnya yang mungkin saja akan membuatnya terluka.
Bagaimana dengan anakku nanti? Apakah dia akan baik-baik saja menjalani takdir yang memang dibuat khusus untuknya?
Aku sudah menjalani tahun-tahun yang sulit sejak masih anak-anak. Aku bahkan sudah mengendalikan empat perusahaan di usiaku yang sekarang. Dibanding dengan wanita lain yang masih memikirkan akan menghabiskan waktu dengan bersenang-senang dengan cara apa lagi, aku memang terlalu banyak menghabiskan waktu untuk bekerja.
Apakah anakku nanti akan mengeluh jika aku memberinya sedikit tanggung jawab? Bagaimana pula aku akan mengarahkannya untuk menjadi pribadi yang bisa diandalkan dan memiliki motivasi untuk terus melakukan yang lebih baik dari sebelumnya? Bagaimana jika dia menolak untuk sekadar diarahkan dan memilih jalannya sendiri yang belum tentu aman?
Ugh, kepalaku mulai berdenyut mengganggu.
Mungkin akan lebih baik jika aku bertemu Bunda sebelum pulang ke rumah mertuaku. Hanya Bunda yang tahu tentang keberadaan janin di dalam rahimku ini. Terlebih, berbeda dengan Oma dan Ibu yang hanya memiliki satu orang anak, Bunda sudah pernah melahirkan tiga orang anak walau menyisakanku seorang diri karena jatuhnya jembatan bertahun lalu menewaskan kedua adikku.
Aku akan bertanya pada Bunda tentang bagaimana caranya mengatur emosi. Aku akan bertanya bagaimana caranya mengatur waktu untuk mengurus tiga anak yang sangat aktif sepanjang hari. Aku juga akan bertanya bagaimana caranya tetap merasa bahagia saat bimbang dengan diri sendiri.
Aku sudah menyadari masalah hanya datang silih berganti selama ini. Caraku mengendalikan diri dan menyikapi segalanya menjadi kunci bagaimana bisa menemukan solusi. Kali ini, sepertinya masalah yang datang tak akan semudah sebelumnya. Karena dengan hadirnya manusia baru, juga berarti membawa masalah yang memang ditakdirkan untuk menjadi miliknya seorang dan aku harus terseret dengan masalahnya karena aku adalah ibunya.
Aku menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Aku harus bersyukur karena Bunda masih hidup hingga aku bisa bertanya padanya tentang itu semua, bukan?
Aku juga seharusnya bersyukur karena memiliki suami seperti Astro. Aku bahkan tak bisa lagi menemukan hal yang mungkin membuatku marah padanya. Dia sudah meminta maaf karena memaksaku bercinta saat itu. Walau aku tak pernah mengatakan bahwa aku menerima permintaan maafnya, tapi di lubuk hatiku aku cukup memakluminya.
Bunda benar saat berkata Astro tak sepenuhnya salah saat memintaku hamil. Astro hanya sedang menunjukkan rasa cintanya padaku hingga memintaku mengandung anak yang berharga baginya. Aku tahu dengan pasti Astro tak akan meminta sembarang wanita mengandung anaknya.
Tiba-tiba aku merasa bersalah karena sempat berkata akan membiarkannya menikah lagi dan meminta wanita mana pun yang dia sukai untuk melahirkan anak untuknya. Bodohnya aku. Dia memang tak mungkin melakukannya.
Aku meraba pasir perlahan. Bulir lembut dan kasar menjadi satu dalam rabaan tanganku. Aku mengamit segenggam pasir dan menuangnya perlahan dari sela jari.
Banyak bulir pasir jatuh dan bertemu kembali dengan pasir yang lain. Ada juga yang terbang terbawa angin, tapi tetap kembali bertemu dengan bulir pasir yang lain di tempat yang sedikit jauh.
Mataku terpejam saat tanganku kembali meraba pasir di sekitarku. Jika bulir pasir ini kuumpamakan dengan takdir, maka dia akan tetap menjadi pasir walau terdampar di pantai atau tenggelam di lautan. Jika janin di dalam rahimku ini terdampar atau tenggelam nantinya, eksistensinya sebagai seorang manusia tak akan berubah hanya karena tempatnya berubah. Dia akan menyesuaikan diri dan belajar dari lingkungan sekitarnya.
Mungkin kepintaran dan sifatku dan Astro akan bersemayam di dalam jiwanya. Entah kepintaran dan sifat siapa yang akan lebih dominan. Namun dengan aku dan Astro yang menjadi orang tuanya, maka sepertinya kami akan menemukan cara untuk mendidiknya karena sebetulnya anak itu tak jauh berbeda dengan kami.
Kami dan anak-anak kami sama-sama manusia. Seharusnya tak akan terlalu sulit untuk memahami sikap manusia karena kami sudah banyak bertemu dengan manusia lain sepanjang hidup, bukan?
Mataku terbuka saat tubuh yang sudah sangat kukenali memelukku dari belakang. Kedua kakinya melingkari tubuhku dan kedua lengannya memelukku. Aku menoleh untuk menatapnya dan mendapatkan kecupan di bibir dengan tatapan penuh cinta yang membuatku kembali berharap kami akan selalu baik-baik saja.
"I love you, Honey."
Aku mengelus wajahnya yang merona merah dan mengecup bibirnya, "I love you too, Honey."
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senjarat -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSIF di website & aplikasi WEBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan TAMAT tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVEL secara gratis, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN karena seharusnya chapter itu BERKOIN dan nou SANGAT TIDAK IKHLAS kalian baca di sana.
SILAKAN KEMBALI ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi, dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.
Banyak cinta untuk kalian, readers!
-nouveliezte-