ExtraPart [59]
ExtraPart [59]
Oma meninggalkan rumah mahar, bidang tanah dimulai dari pohon karet hingga hutan tempat rumah pohon milik Bunda berada, juga aset lain berupa emas dan perhiasan kepada Regina. Aku tak tahu apa alasan Oma melakukannya. Namun hal itu membuat Reagan banyak berpikir dan kami berdiskusi alot hingga larut malam di rumah peninggalan Opa setelah semua prosesi pemakaman selesai.
"Kenapa bukan aku yang diwarisin aset itu? Eira kan masih bayi." pertanyaan itu sudah muncul kesekian kali malam ini. Aku dan Astro sudah sangat berusaha memberi pengertian yang cukup dipahami oleh anak kecil seperti dirinya, tapi pertanyaan itu kembali muncul.
Aku menghela napas pelan, "Kamu tau, kan, di hari kedua kamu lahir, Ayah ngasih saham rumah sakit ke kamu?"
Reagan mengangguk. Dia memang sudah diberi tahu tentang hal itu sejak belajar membaca beberapa tahun lalu dan ingatannya tentang segala hal sangat luar biasa.
"Mungkin itu alasan yang sama kenapa Oma ngasih aset ke Eira."
Reagan menatapku dengan alis mengernyit mengganggu. Sangat persis dengan Astro saat sedang melakukannya, "Tapi saham rumah sakit kan ga sebanding sama semua aset yang eyang putri kasih ke Eira, Bunda."
Dia benar. Entah dengan cara apa lagi aku harus menjawab pertanyaannya. Tubuhku terasa sangat lelah. Rasa sedihku bahkan belum reda karena kehilangan Oma dan aku tahu aku tak boleh berlama-lama larut dalam kesedihan karena akan mempengaruhi kualitas air susuku.
Aku menatap Astro untuk memintanya menjawab semua keberatan Reagan. Astro hanya mengangguk dan memberi isyarat agar aku beristirahat lebih dulu.
Entah apa yang mereka bicarakan di ruang kerja karena aku langsung meninggalkan mereka berdua setelah mengecup dahi Reagan. Langkah kakiku berlanjut menuju kamar dan berniat akan langsung tidur. Namun ternyata Regina sedang digendong oleh Ibu dalam keadaan mata segar dan siap untuk menyusu.
Aku mengamit Regina dan membawanya ke tempat tidur untuk kususui, "Ibu istirahat aja. Astro masih debat sama Reagan. Faza juga capek. Mau tidur kalau Regina tidur."
Ibu menggeleng sambil duduk di tepi tempat tidur, "Reagan masih ribut soal warisan oma?"
Aku mengangguk sambil membuka kancing dan menyusui Regina, "Mungkin ngerasa ga adil karena dia ga dapet."
Ibu menghela napas, "Anak sama ayah ga ada beda. Astro dulu juga gitu. Dari kecil udah itung-itungan aset."
"Oh, ya?"
Ibu mengangguk sambil mengelus pipi Regina yang bergerak menghisap susu dengan kencang, "Ga usah dipikirin. Biar Astro yang selesaiin. Faza mau makan sesuatu sebelum tidur? Biar Ibu siapin."
"Ga usah, Bu. Faza mau langsung tidur aja kalau Regina tidur."
"Kalau lagi menyusui harus makan banyak. Ibu siapin buah sama susu ya kalau ga mau makan berat." ujar Ibu sambil bangkit.
Aku tak mungkin menolak Ibu di saat seperti ini, maka aku mengangguk. Ibu kembali saat Regina baru selesai menyusu di satu dada dan baru akan berpindah ke dada yang lain. Ibu menyuapiku sambil membicarakan tentang kebiasaan Astro yang akan membahas tentang aset dengan Ayah, hingga membuatku menyadari sepertinya Astro sedang memetik buah dari sikapnya sendiri.
Keesokan harinya, Astro memberi tahuku bahwa Reagan meminta rumah peninggalan Opa yang kami pakai menginap sebagai rumahnya. Sebagai ganti karena dia merasa aset yang diberikan Oma pada Regina jauh lebih banyak dibanding yang Astro beri padanya. Padahal Astro sudah memberitahunya bahwa dia akan mendapatkan modal usaha keluarga yang sudah ada turun temurun sejak lebih dari seratus tahun jika dia bersedia.
Aku mengajak Reagan bicara tentang tanggung jawab memiliki rumah dan dia bersedia mengambil tanggung jawab itu. Dia bahkan sudah berpikir jauh tentang siapa yang akan menjaga rumah peninggalan Opa sementara dia tinggal bersama kami karena kami sepakat akan tinggal di rumah peninggalan Ayah di Bogor hingga waktu yang belum ditentukan.
Bunda mengantar kami ke Bogor seminggu setelah Oma dimakamkan. Aku dan Astro memakai kamar yang dulunya adalah milik Ayah dan Bunda. Bunda tidak merasa keberatan. Justru meminta izin untuk mengambil beberapa barang peninggalan Ayah yang mengingatkanku tentang mimpi setelah melahirkan Reagan.
Aku mencari rongga di ujung laci lemari milik Ayah dan menemukan sebuah kalung dengan mata batu berukir nama Ayah. Kalung itu sangat pas dipakai oleh Reagan dan aku hampir menangis saat menatap Reagan memakainya.
Aku mengalihkan tatapan ke Bunda yang duduk di sebelahku untuk menghilangkan air mata yang menggenang di pelupuk mataku. Namun Bunda ternyata sudah menangis lebih dulu.
Aku meminta Reagan meninggalkan kami berdua di kamar dan mengunci pintu sebelum memeluk Bunda. Kami berdua menangis tersedu selama beberapa lama hingga reda dengan sendirinya.
"Bunda minta maaf. Kalau aja Bunda ga punya masalah sama Abidzar, mungkin keluarga kita masih lengkap." ujar Bunda sambil menyeka sisa air mata di pipi.
Aku menggeleng, "Ga perlu dibahas. Ayah pernah titip salam buat Bunda. Maaf Faza lupa nyampaiin."
Bunda menatapku gamang, "Gimana ...?"
"Faza mimpi. Ayah baik-baik aja kok. Bunda ga perlu ngerasa bersalah."
Bunda kembali menangis hingga membuatku mengusap bahunya, "Bunda ... sebelum oma meninggal, Bunda cerita yang sebenernya. Oma bilang ... terima kasih, tapi ...."
Aah ....
Kami menangis sambil saling memeluk. Kami sudah kehilangan orang-orang yang kami cintai dengan cara yang tak pernah terbayangkan.
Kini hanya segelintir orang yang tahu siapa wanita yang berada di pelukanku ini. Aku ingin sekali mengakuinya sebagai Bunda. Wanita yang melahirkanku, tapi keputusan untuk memberi tahu dunia siapa dia sebenarnya ada di tangannya sendiri.
Aku ingin menahannya tetap di sisiku dan membuat anak-anakku memperlakukannya sebagai Nenek yang sesungguhnya. Namun aku tahu, jauh di dalam lubuk hatiku, ada jiwa bebas di dalam dirinya akan meronta jika dipaksa.
Kali ini dan seterusnya, aku akan membebaskannya memilih jalan yang dia sukai. Aku akan menerimanya dengan senang hati jika dia datang dan akan merelakannya pergi jika dia ingin sendiri.
Mungkin memang sudah seperti ini takdir yang berlaku bagi kami, walau kami saling memiliki hingga akhir waktu nanti. Dia adalah wanita yang melahirkanku dan aku adalah anaknya yang dilahirkan dengan rasa sakit luar biasa yang membuatnya berada di garis hidup dan mati.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senjarat -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSIF di website & aplikasi WEBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan TAMAT tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVEL secara gratis, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN karena seharusnya chapter itu BERKOIN dan nou SANGAT TIDAK IKHLAS kalian baca di sana.
SILAKAN KEMBALI ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi, dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.
Banyak cinta untuk kalian, readers!
-nouveliezte-