Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

ExtraPart [51]



ExtraPart [51]

1Berjalan kaki di koridor ternyata memang membuat rasa sakitku teralihkan. Entah apakah karena tubuhku yang bergerak bisa mengurangi rasa sakit atau karena Bunda terus mengajakku bicara tentang banyak hal. Kami bahkan beberapa kali turun ke restoran rumah sakit untuk membeli camilan.     

Intensitas kontraksi sudah semakin intens seiring berjalannya waktu. Saat ini, pukul 20.37, kontraksi datang dengan rasa sakit yang lebih kuat hingga membuatku terdiam dengan posisi berdiri karena sedang berada di koridor. Aku ingin berteriak, tapi Bunda sudah mengingatkan beberapa kali bahwa berteriak hanya akan membuang energi.     

Keringat dingin mengalir di tengkukku saat aku mencoba berpegangan pada lengan Kyle. Aku menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, lalu mengulanginya berkali-kali hingga kontraksi reda.     

"Nona mau duduk dulu?" Kyle bertanya.     

Aku menggeleng sambil melepaskan genggaman dari lengannya. Ada Denada yang duduk di tepi koridor beberapa meter dari kami. Aku sungguh sangat berusaha menahan diri agar tidak membuatnya cemburu di saat seperti ini karena dia memaksa datang sore tadi. Aku harus fokus pada kelahiran bayiku tanpa menambah masalah dengan sahabatku sendiri.     

"Perlu Kyle panggil tante Ana?"     

Aku memberi isyarat tidak sambil melanjutkan langkah perlahan. Bunda sedang makan saat ini dan aku tak ingin mengganggunya. Lagi pula sekarang belum waktunya aku melahirkan.     

Kyle mengikuti langkahku perlahan, "Astro sebentar lagi sampai."     

Aku mengangguk. Aku tahu itu. Dia bahkan sempat memberiku video call dan meminta maaf karena tak bisa langsung menemani, tapi dia berjanji akan langsung ke sini jika urusan disertasinya selesai.     

Langkah kami sampai di dekat Denada saat aku mendorong tubuh Kyle menjauh. Aku ingin dia tetap menemani istrinya dan tak perlu mempedulikanku. Kyle terlihat tak rela, tapi aku menggeleng pelan. Kuharap dia mengerti bahwa dia bisa saja menemaniku dari jarak ini.     

Langkahku berlanjut menuju kamar sambil terus mengatur napas, dengan janin yang terus bergerak di bawah sana seolah bisa lahir kapan saja. Mungkin lebih baik aku berbaring untuk memulihkan tenaga.     

Ibu menghampiriku saat aku membuka pintu dan mengamit lenganku, "Udah jalan kakinya?"     

Aku mengangguk sambil mengelus perut, "Faza mau tidur. Kalau Astro dateng nanti bangunin Faza ya."     

"Iya." ujar Ibu sambil memapahku ke tempat tidur, lalu mengamit segelas teh dari meja. "Minum teh dulu."     

Aku meneguk teh hingga tersisa setengah. Kemudian berbaring menyamping menghadap ke arah Ibu, "Kyle lagi Faza minta temenin Denada di depan. Ibu suruh mereka pulang aja. Lagian Astro sebentar lagi sampai."     

"Faza yakin mau minta Kyle pulang?"     

"Ga pa-pa kok. Biar Kyle istirahat. Mungkin Faza baru lahiran besok. Kontraksinya masih jarang."     

Ibu menatapku ragu walau mengangguk pada akhirnya, "Faza tidur aja. Nanti Ibu ke sini lagi."     

Aku mengangguk dan memperhatikan Ibu keluar ruangan. Tanganku masih mengelus perut dengan tapak kaki yang terpeta jelas, "Kamu mau lahir kapan? Kasih Bunda semangat ya, biar kita sama-sama sehat. Ayah udah ga sabar ketemu kamu."     

Hentakan pelan di perutku membuatku tersenyum. Mataku terpejam bertepatan dengan napas yang kuhirup dalam-dalam. Berbaring seperti ini memang terasa lebih baik. Tubuhku terasa lebih santai walau rasa sakit di sekujur tubuhku mulai terasa lebih intens.     

Aku bisa mendengar suara pintu terbuka dan tertutup, tapi mataku tetap terpejam. Terdengar Ibu bicara dengan suara pelan bahwa Ibu akan ke restoran sebentar, lalu pintu kembali tertutup.     

Seseorang menghampiriku dan mengelus kepalaku, "Kyle jaga Nona di sini. Nanti Kyle minta Denada pulang."     

Aku membuka mata dan menghela napas saat mendapati Kyle duduk di dekatku, "Udah berapa kali aku bilang jangan panggil aku 'Nona'? Kamu harus pulang. Aku ga mau punya salah paham sama sahabatku. Denada bisa aja mikir anak ini anak kamu."     

Kyle tersenyum mantap, "Aku bisa buktiin pakai tes DNA kalau Denada mikir itu anakku."     

"Bagus. Biar Denada tau kamu pamanku."     

Kyle menggeleng pelan. Entah kenapa dia terlihat seperti ayahku walau wajah mereka sangat tidak mirip. Mungkin aku hanya sedang berpikir berlebihan, tapi aku seolah bisa menemukan sosok Ayah pada dirinya. Entah bagaimana.     

"Sana pulang. Ini perintah jadi kamu ga boleh nolak."     

"Sekarang aku di sini bukan sebagai bodyguard, tapi sebagai paman dan anak asuh opa. Kamu ga bisa kasih perintah itu sekarang."     

Aku menatapnya sebal, "Coba ngomong gitu ke Denada biar dia ngerti. Jangan cuma berani ngomong gitu kalau cuma lagi berdua sama aku."     

Kyle tersenyum, "Nanti aku bikin dia ngerti tanpa harus bilang kalau aku paman kamu. Sekarang kamu harus tidur."     

Aku baru saja akan mengatakan sesuatu saat Astro masuk dengan wajah panik dan lega di saat yang sama. Kyle menoleh ke arahnya sambil bangkit untuk memberinya ruang dan tersenyum seolah mereka adalah sahabat lama yang baru bertemu.     

"Sorry aku baru bisa ke sini, Honey." ujar Astro sambil mengecup dahiku dan mengelus kepalaku. Dia duduk di kursi yang sesaat lalu diduduki Kyle sambil menggenggam tanganku. "Sakit?"     

Aku menggeleng, "Sekarang ga. Aku ngantuk. Kamu udah makan?"     

Astro menggeleng sambil mengelus perutku dan mengecupnya, "Aku makan nanti aja. Kamu laper? Mau makan sesuatu?"     

"Aku udah bilang aku ngantuk, bukan laper." ujarku sambil melirik ke arah Kyle yang sedang menyandarkan punggung pada dinding. "Suruh dia bawa istrinya pulang. Kalau ga nurut pecat aja."     

Astro menoleh pada Kyle, "Kenapa istriku ngomong begini?"     

"Khawatir Denada mikir anak itu anakku."     

Astro menoleh padaku dan menatapku tak percaya, "Seriously?"     

"Aku baru mikir itu tadi setelah sampai sini. Aku telat banget mikir begini padahal bisa aja Denada udah mikir itu sejak aku nempelin Kyle."     

Astro menghela napas pelan dan menoleh pada Kyle, "Pulang sana. Nanti aku telpon kalau ada apa-apa."     

"Aku bisa nemenin di sini. Denada pasti ngerti." ujar Kyle yang sepertinya sedikit terganggu.     

"Please, Kyle. Aku bisa ngerti Denada posesif karena kalian pengantin baru, tapi kamu lebih milih nempel sama aku seharian. Kamu bisa pakai alasan kalau kamu bodyguard-ku, tapi kalau kalian punya masalah, selesaiin masalah kalian dulu." ujarku yang entah kenapa tiba-tiba saja mengatakannya. Padahal aku tahu pasti Denada cemburu padaku karena aku lah yang selalu meminta Kyle datang dan akan menempel padanya.     

Kyle terlihat ragu, "Aku cuma ngerasa ga nyaman karena dia kelewat manja. Kalau dibandingin kamu yang bisa nyelesaiin semua sendiri, aku emang lebih nyaman deket kamu lama-lama."     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senjarat -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSIF di website & aplikasi WEBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan TAMAT tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVEL secara gratis, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN karena seharusnya chapter itu BERKOIN dan nou SANGAT TIDAK IKHLAS kalian baca di sana.     

SILAKAN KEMBALI ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi, dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.     

Banyak cinta untuk kalian, readers!     

-nouveliezte-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.