ExtraPart [LAST]
ExtraPart [LAST]
"Udah, Yah." ujar Reagan tanpa menatap ke arah kamera. Aku tahu dia sedang malas menatap kami yang sedang bermesraan sedangkan dia hanya sendiri di rumahnya.
Ya, Reagan tinggal sendiri di rumahnya. Rumah peninggalan Opa yang sudah menjadi miliknya sejak dia masih anak-anak. Dia sudah menempati rumah itu dua tahun lalu sejak berusia lima belas tahun dan menerima uang modal usaha keluarga.
Entah dari mana datangnya ide brilian itu untuk melepaskan diri dari kami. Namun setelah dia bersedia menerima uang modal usaha keluarga dan Astro menganggapnya dewasa, dia berhasil meyakinkan kami bahwa dia akan hidup baik-baik saja seorang diri di rumah itu dan dia berhasil membuktikannya dengan baik.
Sejak Regina bisa diajak berkomunikasi aktif, Reagan dengan sangat lihai menggunakan kalimat persuasif agar Regina menempel pada Astro dan Astro lengah dengan kehadirannya. Reagan mampu melepaskan diri dengan mudah karena Astro memang sudah terlihat sangat mencintai Regina sejak Regina lahir.
Entah aku harus merasa bangga atau waspada pada anak pertamaku itu. Namun sejauh ini, dia berhasil menyelesaikan semua masalahnya dengan baik walau dengan berpindahnya dia ke rumahnya, membuatku, Astro, dan Regina memutuskan tinggal di rumah berdesain batu bata dan kayu yang dikelilingi tanaman bunga lavender.
"Besok ke rumah. Ada yang mau Ayah bahas."
"Video call aja, Yah. Aku sibuk."
"Ga ada alasan. Besok harus ke rumah. Ayah mau ngajak kamu ke mansion."
Reagan menatap kamera dengan mata berbinar, "Mansion yang Bunda pernah ceritain itu?"
Aku mengangguk, "Makanya besok ke rumah. Bunda tunggu."
Reagan mengangguk dengan tatapan penuh antusias, "Kita mau ngapain? Nginep di mansion sebulan?"
"Tiga hari." ujar Astro yang membuat Reagan kembali lesu.
"Aku mau tinggal di sana sebulan. Mansion itu kan punyaku. Suka-suka aku mau tinggal di sana berapa lama."
Aku menggeleng pelan. Akan percuma untuk mendebatnya jika dia sudah memutuskan sesuatu. Sifatnya yang satu itu, lagi-lagi, sangat mirip dengan Astro.
Sekarang, di usianya yang ke tujuh belas tahun tiga bulan tujuh belas hari, dia sudah mengoleksi dua mobil yang menjadi incarannya sejak bertahun lalu dan satu motor sport yang sepertinya dia beli secara impulsif. Jika bukan karena aku memberinya ultimatum untuk menggunakan uang dengan bijak, mungkin saat ini dia sudah membeli tiga mobil lain yang sudah masuk ke dalam daftar incarannya.
"Eira gimana?"
"Dititip di rumah nenek Ana selama kita ke mansion." ujar Astro dengan sikap tenang. "Nanti Ayah siapin senjata. Mungkin ada penyusup di sana."
Aku menepuk bahu Astro pelan sambil menatap Reagan, "Ayah cuma bercanda. Ketemu besok ya, Sayang. I love you."
"I love you too, Bunda Cantik." ujar Reagan sambil tersenyum lebar, tapi sambungan video call kami terputus sedetik kemudian.
Astro menggerutu mengenai sikap Reagan walau mengecup dahiku sesaat setelahnya, "Anak kamu nyebelin banget."
Aku tertawa, "Anak kita, Honey. Sikapnya kan sama kayak kamu. Harusnya kamu ga perlu kaget."
Astro menggeleng pelan sambil mematikan laptop. Dia mengamit tanganku dan mengajakku bangkit menuju halaman. Senyumnya merekah saat mendapati Regina sedang menguntai batang-batang lavender menjadi sebuah mahkota bunga di lantai dekat pembatas teras. Dia langsung melepas tanganku dan duduk di sebelah Regina, "Itu buat Ayah?"
Regina menggeleng tanpa menoleh, "Buat aku sama Bunda. Nanti aku bikin satu lagi kalau nenek Ana dateng. Ayah kan laki-laki. Ngapain pakai mahkota bunga?"
Aku hampir saja tertawa, tapi menahan diri dengan menutup bibir dengan tangan. Aku akan mengawasi mereka sambil duduk di kursi karena mereka tak akan menghiraukan keberadaanku.
Saat Regina lahir, Astro seolah langsung jatuh cinta padanya. Awalnya aku merasa cemburu karena merasa mendapatkan saingan yang tidak sepadan karena Regina adalah anak yang lahir dari rahimku. Namun aku menyadari, mungkin hal yang sama terjadi seperti saat aku langsung jatuh cinta pada Reagan saat Reagan lahir.
Astro selalu bersikap sangat manis dan terkadang mengabaikan Reagan jika sedang bersama Regina. Mungkin hal itu juga yang membuat Reagan bisa melepaskan diri dengan mudah dari kami. Namun hal itu juga yang membuat rencana Reagan sukses untuk menjadikan Regina umpan agar Regina yang menempel pada Astro.
Regina mewarisi wajah dan warna rambutku yang kecoklatan. Sikapnya adalah perpaduan antara aku dan Astro, walau dia sepertinya lebih mewarisi bakat menyanyi dan memasakku. Namun aku akan tetap waspada padanya karena dia memiliki kemampuan bicara persuasif seperti Astro dan Reagan.
Satu yang terlambat kusadari, Regina memiliki kemampuan menyembunyikan diri dengan baik. Sepertinya ini menurun dari Bunda. Entah bagaimana caranya, aku pernah menemukannya sedang bersembunyi di belakang semak di antara dua pohon yang rapat saat mengajaknya ke rumah pohon milik Bunda. Saat itu usianya baru menginjak tiga tahun. Itu adalah enam tahun yang lalu.
Astro mencubit pipi Regina dan memasang wajah kesal, "Ayah ga mau tau. Bikinin buat Ayah juga."
Regina menampik tangan Astro, tapi Astro dengan mudah mengangkat tubuh Regina ke pangkuannya. Mereka bergumul karena Regina sedang tak ingin diganggu sedangkan Astro sedang ingin bermanja dengan anak perempuannya.
Aku menghela napas pelan. Hal ini terjadi hampir setiap hari hingga aku tak lagi merasa terganggu. Alih-alih melerai mereka, akan lebih baik jika aku membaca buku.
Terdengar pekik kegelian dan tawa, lalu kalimat protes dari Regina karena Astro mengganggunya bekerja. Astro mengabaikan keluhan Regina dan terus mengajaknya bercanda. Namun aku baru menyadari sesuatu hingga memperhatikan mereka yang masih bergumul di tepi teras sana.
"Kamu mau ikut Bunda ke toko craft?"
"Mau!" teriak Regina dengan nada tinggi khas anak perempuan.
Astro menoleh padaku dan menatapku tajam sambil memeluk Regina lebih erat, "Jangan eksploitasi anakku, Honey. Aku ga akan ijinin Regina kerja buat kamu di sana."
Aku menatap Astro tak percaya, "Siapa yang mau eksploitasi? Kamu ga ngaca ya udah bikin Reagan kerja dari umur sepuluh tahun?"
"Siapa yang nyuruh Reagan kerja? Aku cuma minta dia test game baru sebelum rilis."
"Dan aku cuma mau ngajak Regina ke toko. Cuma biar dia liat gimana cara bikin craft. Bagus kalau mau belajar di sana. Ya, kan, Sayang?" ujarku sambil tersenyum pada Regina untuk mendapatkan dukungan.
"Ga boleh! Aku ga ngijinin. Regina di rumah aja sama Ayah."
Aah, pria ini benar-benar ....
Sepertinya kami akan berdebat hingga minggu depan. Namun aku tak akan mengalah pada Astro. Regina baru saja berkata dia sedang sibuk bekerja. Itu adalah sebuah sinyal bagus jika ternyata Regina menyukai seni membuat kerajinan tangan.
Aku akan mewariskan toko Lavender's Craft dan Lauvender Jewelry padanya. Mungkin aku akan mulai mengajarinya membuat beberapa desain sederhana jika Astro sedang tidak memperhatikan. Jika rencanaku berjalan sempurna, setidaknya aku bisa mempersiapkan pensiun dini dan akan mengajak Bunda berlibur keliling dunia.
=======
Ini adalah ExtraPart terakhir. Thank you udah nemenin nou sampai sejauh ini. Nou bukan siapa-siapa tanpa kalian. Kalian HEBAT!!
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senjarat -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSIF di website & aplikasi WEBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan TAMAT tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVEL secara gratis, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN karena seharusnya chapter itu BERKOIN dan nou SANGAT TIDAK IKHLAS kalian baca di sana.
SILAKAN KEMBALI ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi, dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.
Banyak cinta untuk kalian, readers!
-nouveliezte-