Deru
Deru
Denada menatapku penuh rasa bersalah, tapi aku menggeleng. Akan lebih baik jika kami tetap diam saat ini. Aku bisa membayangkan ada seseorang bersenjata api membidik sahabatku dan sahabatku ketakutan. Namun tiba-tiba tangga menuju loteng turun dengan sendirinya.
Aku mendorong Denada agar dia bersembunyi di kolong meja yang terlindung dari pandangan dan menggenggam senapan Rilley lebih erat. Aku baru saja bersandar pada dinding dan bersiap akan membidik saat melihat kepala Kyle menyembul dari tangga.
Aku memeluknya tiba-tiba, "Gimana Opa?"
Kyle tersenyum tipis, "Tuan baik. Kalian harus ke luar dari sini. Kita bawa mobil tuan. Nona tau di mana kuncinya?"
"Ada di kamar Opa." ujarku sambil melepas pelukanku pada Kyle dan menoleh untuk mencari keberadaan Denada. Dia sudah keluar dari kolong meja dan menatap kami dengan canggung. "Aku ambil kunci mobil Opa dulu."
Denada hanya mengangguk. Aku tak tahu apa yang terjadi pada mereka di loteng karena berlari menuruni tangga sambil menyambar ransel yang tergeletak di lantai. Kurasa akan lebih baik jika aku memberi mereka waktu berdua.
Betapa terkejutnya aku saat sampai di depan ruang baca. Sudah ada satu orang terkapar dengan lengan bersimbah darah, satu orang lain pingsan, dan Pak Deri yang sedang berusaha untuk bangun dari lantai, dengan seseorang yang membantunya. Kurasa orang itu adalah pengawal rumah ini yang selama ini tak pernah kukenali.
Aku mengangguk singkat pada mereka sebelum melanjutkan langkah. Pintu kamarku rusak dan terputus dari engselnya, dengan seseorang tengkurap ditindih dengan tubuh lain yang sepertinya adalah pengawal rumah ini juga.
"Maaf pintu kamarnya rusak, Nona." ujarnya.
Aku menggeleng, "Ga pa-pa. Lanjutin kerjaan kamu."
Aku melanjutkan langkah kaki ke kamar Opa dan mengambil kunci mobil di rak meja, lalu beranjak kembali ke kamarku untuk mengambil beberapa benda dan memasukkannya ke ransel yang kubawa. Termasuk kunci mobil Denada karena aku baru mengingatnya teronggok di meja sebelum kami ke loteng.
Aku akan membiarkan rumah ini diurus oleh pengawal rumah ini. Aku baru saja akan kembali ke ruang baca saat melihat Kyle sedang menggandeng tangan Denada dan mengajaknya ke halaman di ruang tengah. Denada menarik koper milik Opa dan Kyle menarik koper milikku. Entah kenapa aku tak ingin mengganggu keduanya dan memilih berjalan dalam diam di belakang keduanya.
Kyle terkejut saat melihatku menyandarkan bahu pada kusen pintu setelah mengantar Denada ke samping mobil milik Opa, "Nona ketemu kunci mobilnya?"
Aku mengangguk dan melanjutkan langkah. Aku menyodorkan kunci mobil Opa pada Kyle dan berpura-pura abai dengan sikap keduanya. Aku tak ingin membuat keduanya canggung karena aku bersikap berlebihan.
Tepat saat Kyle membuka pintu tengah, Eboth membonceng seorang perempuan dengan motor menghampiri kami. Perempuan itu melepas helm dan langsung duduk di belakang kemudi mobil Opa.
Denada menatapinya dari jok tengah, "Kamu kan ..."
"Hai, Nona. Aku Aisley. Bisa kita berangkat sekarang?" Aisley bertanya dengan senyum terkembang di bibirnya.
"Kamu kan yang di hotel waktu itu, yang ngaku-ngaku kenalanku."
"Betul."
Denada menoleh untuk menatapku yang baru saja duduk di sebelahnya, "Jadi waktu itu emang kerjaan kamu?"
Aku menunjuk ke arah Eboth yang sedang bersiap dengan motornya, "Lebih tepatnya Eboth yang ambil inisiatif buat ganggu rencana kamu sama Petra. Bagus kan karena inisiatifnya berhasil?"
Denada menatapku dilema dan tak mengatakan apapun lagi. Kyle duduk di sebelah kemudi setelah mengangkut dua koper di bagasi. Entah dari mana dia mendapatkannya, tapi ada sebuah senapan laras panjang di tangannya saat ini.
"Kamu dapet itu dari mana?" aku bertanya pada Kyle tepat saat mobil bergerak meninggalkan halaman.
"Selalu ada senapan di bagasi mobil ini, Nona. Nona bisa ambil yang lain kalau mau, tapi senapan Rilley kayaknya cukup." ujar Kyle sambil melirik senapan di tanganku.
"Kamu dapet earpods dari Astro?" aku bertanya karena melihat earpods di telinga Kyle dalam sedetik waktu yang terlewat saat dia menoleh padaku.
Kyle memberiku senyum yang menawan, "Kyle selalu mau punya benda kayak gini dari dulu."
Aisley melirik ke arah kami dan sepertinya dia melihat earpods di telinga Kyle. Kuharap dia tak tahu earpods apa ini sebenarnya. Aku juga berharap hanya Kyle yang mendapatkan earpods itu selain diriku.
Aku menghela napas dan menatap ke luar jendela. Berapa jam lagi aku bisa bertemu dengannya? Ini masih tengah malam.
Disudut mata, aku bisa melihat Denada melirik pada Kyle. Aku bisa mengerti jika situasi ini asing baginya. Saat menghadapi situasi ini pertama kali, aku juga merasa aneh.
Aku membuka ransel dan mengamit kunci mobil Denada, "Tadi aku ambil sekalian ke kamar. Kamu bisa ambil mobil kamu kalau udah aman. Sekarang kita lebih aman bareng mereka."
Denada mengangguk sambil menerima kunci mobil dariku. Dia tak biasanya lebih banyak diam, maka aku mengamit tangannya dan menggenggamnya. Hanya untuk memberitahunya dia tak sendiri di situasi ini.
Axelle masih memberitahu keadaan di sekitar rumah Oma melalui earpods. Aku tak tahu apakah Kyle mendapatkan informasi yang sama karena dia terus diam sepanjang perjalanan. Aku justru penasaran karena seharusnya keberadaan Axelle tak boleh diketahui oleh Kyle dan aku tak bisa bertanya karena tak ingin Denada atau Aisley mengetahui kegunaan earpods di telinga kami.
Kami sampai di sebuah rumah berdesain Belanda setelah satu setengah jam berkendara dengan kecepatan tinggi. Rumah satu lantai dengan halaman luas penuh dengan pohon buah rambutan di berbagai sudut. Tak ada pagar pembatas di rumah ini atau dinding yang menandai batas rumah, tapi aku bisa menebak rumah siapa ini.
Aisley turun dan menghampiri Eboth yang sudah sampai lebih dulu. Denada terlihat bingung dan mengedarkan pandangan ke sekeliling.
"Ini rumah Opa." ujarku sambil menatap Kyle.
Kyle hanya mengangguk dan memberi isyarat pada kami untuk turun.
Aku mengamit tangan Denada dan mengajaknya ke luar sambil menenteng ransel, "Ini rumah Opa yang lama sebelum pindah."
"Kenapa kita ke sini?" Denada bertanya dengan nada pelan.
"Aku ga tau." ujarku sambil memasukkan senapan Rilley ke ransel dan memakainya.
Aku mengatakannya dengan jujur. Jika aku tak salah mengingat, Kyle berkata akan membawa Opa ke rumah sakit. Namun kenapa kami ke rumah ini?
Kyle menggiring kami memasuki rumah tanpa mengeluarkan koper yang tersimpan di bagasi. Sudah ada dua orang laki-laki yang kukenali duduk di ruang tamu. Mereka bangkit untuk menyambutku dan kembali duduk karena aku hanya mengangguk sebagai salam pada mereka.
Apa yang mereka berdua lakukan di pagi buta seperti ini di sini?
"Kita mulai ya." ujar Pak Bambang (pengacara kepercayaan Opa) sambil membuka sebuah map setelah aku dan Denada duduk.
"Kita mau ngapain?" aku bertanya pada Om Chandra.
"Penandatangan hak waris." ujar Om Chandra sambil menatapku lekat.
=======
NOVEL INI EKSKLUSIF DAN HANYA TAMAT DI APLIKASI WEBNOVEL. BANTU NOU LAPORKAN APLIKASI PEMBAJAK NOVEL : IREADING, di google play kalian masing-masing karena dia udah MALING novel ini.
TUTORIAL LAPORANNYA BISA KALIAN LIAT DI AKUN FESBUK: NOU. Thank you atas bantuannya ♡
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : nou
Atau follow akun IG @nouveliezte
Kalau kalian mau baca novel nou yang lain, bisa follow akun Wattpad @iamnouveliezte
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..
Regards,
-nou-