Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Tercetak



Tercetak

2Aku baru saja mengantar makanan untuk Axelle di sebuah kamar di rumah peninggalan Opa karena dia masih belum terbiasa bertemu orang lain. Astro memaksanya menginap dan berjanji akan mengantarnya pulang ke mansion pagi-pagi sekali sebelum kami ke rumah Ayah untuk bertemu Oma.     

Astro, Kyle dan Rilley sedang membahas rencana menjerat Vinny kembali ke pengadilan saat Om Chandra datang dan bergabung dengan mereka. Aku meninggalkan mereka di ruang tamu dan memutuskan untuk melihat-lihat isi rumah ini.     

Rumah ini dibangun dengan arsitektur bergaya Belanda pada jamannya. Aku bisa membayangkan bagaimana Bunda hidup sangat berkecukupan di rumah ini. Rumah ini bahkan masih terlihat sangat terawat dan berada jauh dari rumah yang lainnya, yang menandakan pemiliknya memiliki kekayaan harta.     

Jauh berbeda dengan rumah Oma yang kami tempati selama bertahun-tahun. Rumah Oma adalah rumah yang Oma minta sebagai mahar pernikahan. Rumah itu dibangun sederhana walau kokoh. Walau harus kuakui rumah itu menunjukkan kemampuan finansial yang cukup, tapi tak seperti rumah ini.     

Di rumah ini ada banyak foto Opa dan Oma saat masih muda, juga foto Bunda sejak masih bayi. Semua perkakasnya terlihat berkelas walau aku tahu benda-benda di rumah ini sudah tua. Namun bukankah benda tua memiliki seninya tersendiri? Memasuki rumah ini benar-benar terasa seperti sedang memasuki sebuah rumah khusus yang memamerkan benda antik.     

Aku mengamit sebuah foto di dalam pigura, foto Bunda dan Ayah saat menikah yang bersebelahan dengan foto keluarga kami bertahun lalu. Wajah Opa yang dulu selalu terlihat menyeramkan untukku tercetak jelas di foto itu. Aku bersyukur bertahun-tahun ke belakang opaku banyak berubah dan tak lagi membuatku merasa takut hanya karena menatap wajahnya.     

Rumah ini memiliki empat kamar. Satu kamar utama, dua kamar yang kuduga adalah kamar anak, dan satu kamar tamu. Aku dan Astro akan menempati kamar utama malam ini dan aku meminjamkan kamar yang kuduga adalah milik Bunda pada Axelle, sedangkan kamar yang lain untuk Kyle dan Rilley.     

Aku sudah menggeledah isi kamar yang kuduga adalah milik Bunda. Kamar itu hanya berisi perabotan dan tak ada benda pribadi milik Bunda di manapun. Aku menduga semua benda di kamar itu sudah dipindah ke loteng rumah Oma bertahun lalu. Aku menduga kamar itu milik bunda karena ada coretan di sudut meja, kecil dan hampir tak terlihat. Ada nama ayahku di sana yang sepertinya diukir entah oleh apa. Aku sudah berpesan pada Axelle jika dia menemukan sesuatu di kamar itu, dia harus memberitahuku.     

Yang menarik dari rumah ini justru ada di ruang kerja. Ada banyak buku di rak-rak yang terlihat seperti ruang baca di rumah Oma, tapi ada sebuah pintu lain yang mengarah ke luar. Tepat ke arah makam berada, beratus meter di depan sana. Aku bisa membayangkan, andai tak ada banyak pohon rambutan di sekitar rumah ini, mungkin senja akan terlihat cantik sekali dari sini.     

Seseorang mengetuk pintu dan membuatku menoleh. Om Chandra sedang bersandar pada kusen pintu yang kubiarkan terbuka. Aku mengangguk sebagai isyarat padanya untuk masuk. Om Chandra duduk tepat di sisiku dan tatapannya mengikuti tatapan mataku yang mengarah ke kegelapan di luar sana.     

"Tuan juga sering liat ke sana."     

"Karena di sana ada makam nenek buyut?"     

"Bukan. Karena matahari sorenya bagus. Om pernah bilang kalau mataharinya ketutupan pohon, tapi tuan bilang justru di sana seninya." ujarnya dengan sebuah tawa kecil.     

Aku tersenyum. Sepertinya aku memang tak mengenal opaku dengan baik karena terlalu fokus dengan diriku sendiri selama ini. Aku bahkan baru menyadari mungkin saja Opa menyukai senja sepertiku. Hal itu mungkin saja terjadi, bukan?     

"Faza harus istirahat. Kerjaan Faza tambah banyak, kan?"     

Aku menggeleng, "Faza mau di sini dulu sebentar. Kerjaan Faza bisa nunggu."     

"Nunggu apanya? Ada regulasi baru dari pemerintah. Kita harus kerja keras kalau mau perusahaan senjata api itu tetep ada."     

"Faza tau. Paolo pernah nyampaiin pesen karena papanya mau ketemu Faza kalau Faza pulang. Jadi mungkin Paolo akan hubungin Faza nanti."     

Om Chandra mengangguk, "Faza mau tau tentang Ana?"     

Tiba-tiba saja jantungku berdetak kencang. Aku menoleh pada Om Chandra dan menatapinya dalam diam. Beberapa minggu lalu Om Chandra menolak memberi tahu apapun mengenai Bunda dan sekarang dia menawarkan diri setelah Opa meninggal. Bukankah ini lucu?     

"Tuan nyari jejak Ana setelah Faza dibawa pulang dari rumah sakit waktu jatuh dari jembatan. Sebenernya ada orang yang ngaku liat orang mirip Ana setelah jembatan itu rubuh. Dia bilang perempuan itu keliatan kayak orang bingung dan langsung pergi waktu ditanya. Tuan nyoba nyari jejaknya sampai setahun kemudian, tapi ga ada apa-apa lagi. Nyonya emang pernah ngaku ketemu sama yang mirip, tapi setelah diselidiki ternyata itu bukan Ana. Data itu dihapus karena mungkin tuan pikir perempuan itu orang lain."     

Aku terdiam. Berarti benar apa yang dikatakan Rilley padaku. Memang ada data Bunda yang dihapus bertahun lalu. Sekarang aku menemukan jalan buntu yang lain. Lagi.     

"Faza mau coba cari jejak Ana lagi?"     

"Om mau bantu?"     

"Kalau Faza ngasih perintah pasti Om kerjain. Kan Om dibayar." ujar Om Chandra dengan senyum mengembang di bibirnya yang segera menghilang. "Tapi Faza harus tau, nyari jejak orang hilang bertahun-tahun lalu ga gampang dan butuh banyak sumber daya. Biayanya juga ga terduga."     

Aku terdiam. Om Chandra benar. Aku tahu hal itu dengan baik karena sejauh ini aku selalu menemui jalan buntu. Namun aku juga tahu bahwa Opa tahu bundaku masih hidup, juga di mana keberadaannya. Opa mungkin tak pernah menemuinya hingga tak ada seorang pun yang tahu, termasuk Oma.     

"Kita bisa coba kalau Faza mau."     

Aku mengangguk, "Tolong ya, Om."     

"Kita mulai dari nyari orang yang pernah ngaku ketemu Ana dulu."     

"Gimana caranya? Bukannya datanya udah dihapus? Atau Om tau siapa dia?"     

"Om tau dia kerja di mana. Kebetulan Om pernah liat orangnya dan tuan selalu punya koneksi bagus. Kayaknya dia ga akan keberatan kalau Om tanya-tanya sedikit." ujar Om Chandra sambil tersenyum.     

Aku mengangguk. Kurasa aku akan menyerahkan prosesnya pada Om Chandra. Bagaimanapun Om Chandra lebih mengetahui hal seperti ini dibandingkan diriku.     

"Semangat ya. Faza pasti bisa selesaiin semuanya."     

Aku tersenyum lemah, "Om pikir gitu?"     

"Iya. Lagian ga ada orang lain lagi selain Faza yang bisa selesaiin semuanya. Kan ga mungkin tuan ngasih semua aset ke Zen. Zen bukan siapa-siapanya tuan kan?"     

Aku menatap Om Chandra bingung, "Kenapa pengandaiannya harus Zen? Kan ada Astro yang lebih masuk akal buat dipakai jadi pengandaian."     

Om Chandra menghela napas, "Tuan terobsesi sama anak itu. Om ga tau apa yang anak itu punya, tapi tuan selalu nempel ke dia. Faza udah tau kan proyek tuan sama papanya anak itu? Padahal Faza bener, kan ada Astro yang bisa ditempelin. Kenapa harus anak itu yang dipepet? Om sama sekali ga ngerti."     

=======     

NOVEL INI EKSKLUSIF DAN HANYA TAMAT DI APLIKASI WEBNOVEL. BANTU NOU LAPORKAN APLIKASI PEMBAJAK NOVEL : IREADING, di google play kalian masing-masing karena dia udah MALING novel ini.     

TUTORIAL LAPORANNYA BISA KALIAN LIAT DI AKUN FESBUK: NOU. Thank you atas bantuannya ♡     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : nou     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Kalau kalian mau baca novel nou yang lain, bisa follow akun Wattpad @iamnouveliezte     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.