Peran
Peran
Pengendara motor itu mengacungkan sebuah senapan yang diambil dari kakinya. Aku baru menyadari ternyata ada sebuah pistol yang terpasang di sana dan tiba-tiba saja jantungku terasa berhenti berdetak saat dia menembak di ke arah sawah. Dia menaruh satu jari di depan helm dan melepaskan dua tembakan lain ke arah sawah.
Aku baru saja bertanya-tanya kenapa dia melepas tiga tembakan ke sawah alih-alih menembak Rilley yang terpampang di hadapannya, tepat saat dia melepas helm dan membuat dadaku mencelos. Donny.
Astro membuka pintu mobil dan memukul wajahnya, "Brengs*k!! Kenapa kamu di sini?! KENAPA KAMU NGINCER ISTRIKU?"
"ISTRI KAMU MATI, ASTRO!! KAMU DENGER?! ISTRI KAMU MATI!!" teriak Donny sambil mengamit sesuatu di balik jaketnya. Terlihat seperti alat komunikasi untukku.
Sekarang masuk akal bagiku kenapa Donny hanya mengejar kami dan tak menembak atau melakukan hal lain. Dia hanya sedang menunggu waktu untuk memainkan perannya dan kini waktunya tiba.
Aku ke luar dan menarik tubuh Astro menjauh dari Donny. Aku memberi isyarat padanya untuk mengikuti peran yang sedang Donny mainkan. Awalnya Astro masih terbawa emosi, tapi dalam waktu beberapa detik dia mengangguk.
"Harusnya kamu cari tau asal-usul keluarga istri kamu sebelum kamu nikahin, dasar tolol! Ga pernah ada keluarga yang selamat kalau berurusan jelek sama keluargaku!!" ujar Donny dengan pengucapan jelas desis di akhir kalimat.
Astro mengeraskan rahang dan emosinya terpancing kembali, "MATI KAMU DI SINI!!"
"BANGS*T!!" teriak Donny sambil memukul wajah Astro.
Terdengar sebuah tembakan lain. Saat aku menoleh, Kyle sedang menembak ke jalan beraspal. Dia memberi isyarat pada kami agar tetap diam dan kami semua menurutinya.
"Kamu berhasil habisin mereka?" sebuah suara terdengar samar dari alat yang dipegang oleh Donny.
"Iya, Pa. Faza sama dua bodyguardnya mati. Astro pingsan." ujar Donny.
"Bagus. Bawa Faza sama Astro ke sini. Tinggalin aja dua bodyguardnya di tengah jalan. Nanti akan ada yang ngurus."
"Okay."
Kami saling menatap dalam diam. Kyle memberi isyarat pada Rilley untuk melepas earpods di telinganya dan membuangnya ke sawah yang berada di sisi jalan, Rilley menurutinya. Kyle mengamit dua buah roti dari mobil dan membisikkan sesuatu pada Rilley, lalu mereka beranjak ke sawah.
Entah apa yang mereka lakukan karena mereka terlihat mencari sesuatu. Namun mereka kembali dengan lima ekor tikus sawah yang gemuk yang masih bergerak-gerak walau lemah. Kyle manghampiriku dan memintaku berbaring.
Aku baru saja akan bertanya untuk apa, tapi Rilley sudah mendorong tubuhku hingga aku telentang di jok tengah. Sesaat kemudian, jaketku sudah terlubangi di bagian dada sebelah kiri dan darah tikus tumpah di atas tubuhku karena Kyle menggorok leher tikus di tangannya.
Uugh ini menjijikkan. Dan bau. Namun aku tak mampu mengatakan apapun karena kami sedang bermain peran. Peran kami kali ini harus meyakinkan atau rencana kami mungkin saja gagal.
Saat Kyle menarikku bangun, aku melihat Astro sedang diberi darah tikus oleh Rilley di bagian bahu kiri. Aku mendekat pada Astro dan menatapi dirinya yang terlihat menyedihkan sambil bicara tanpa suara, "Bau."
Astro mencubit pipiku dan memberiku tatapan peringatan. Andai kami sedang leluasa bicara saat ini, mungkin kami sedang saling berdebat.
Kyle memberi isyarat pada Donny untuk membawa mobil, tepat saat mobil Jian terlihat di kejauhan. Kyle memberi isyarat pada mobil Jian untuk berhenti di sana dan dia menurutinya.
Rilley menarik tubuh Astro dan mendudukannya di jok depan, tepat di samping kursi kemudi dan meminta Astro menyembunyikan senapannya di balik punggung. Kamudian Rilley masuk ke jok belakang dan memintaku merebahkan diri di jok tengah untuk berpura-pura mati. Rilley memberi isyarat pada Donny untuk melanjutkan perjalanan.
Aku melihat Kyle berlari ke mobil yang ditumpangi Jian saat mobil kami bergerak. Sepertinya saat ini kami hanya harus terus diam dan menunggu saatnya tiba di lokasi yang dituju oleh Donny.
Aku menarik napas panjang dan pelan sambil menyembunyikan senapan di punggung, lalu mengedarkan tatapan ke jok depan, di tempat Astro duduk. Dia sedang bicara dengan Donny tanpa suara, lalu berpura-pura pingsan dengan tubuh terkulai pada kursi. Namun tangannya bergerak pelan, seperti sedang melakukan gerakan tepuk tangan tanpa suara.
Aku tahu apa yang dia lakukan, maka aku melakukan hal yang sama. Aku mengatupkan kedua tangan di pangkuanku, lalu membukanya perlahan dan mengatupkannya kembali. Seperti sedang melakukan gerakan tepuk tangan dengan lambat dan tanpa suara.
Aku membuka kedua tangan. Ada hal-hal yang tidak bisa kudapatkan. Bukan karena aku tidak bisa mendapatkannya, tapi hal itu memang bukan seharusnya menjadi milikku dan aku harus mengendalikan diri dengan sabar.
Aku mengatupkan kedua tangan kembali. Ada hal-hal yang memang akan menjadi milikku, walau aku tidak melakukan apapun. Bukan karena aku hebat, tapi karena aku diberi kepercayaan untuk menjaga hal-hal itu jauh lebih baik dibanding orang lain. Itu disebut tanggung jawab.
Mataku masih terbuka sepanjang perjalanan walau yang lainnya tak lagi bersuara. Detakan jantungku perlahan normal karena aku menenangkan diri dibantu mantra milik Astro. Aku tahu kami kembali ke arah kami datang. Aku memergoki Donny melirik ke spion tengah dan menatap ke arahku dari sana berkali-kali. Aku tahu dia memiliki perjanjian dengan Opa dan kurasa dia sedang berusaha menepatinya.
Saat mobil berhenti, aku memejamkan mata. Aku berusaha bernapas dengan pelan dan lambat sambil berharap siapapun yang akan melihat keadaanku tak akan mengecek nadiku atau peranku akan terbongkar saat itu juga.
Aku mendengar pintu di samping kemudi terbuka dan tertutup, lalu terdengar suara pintu di sebelah Astro terbuka dan tertutup. Kemudian suara sesuatu terseret dengan berat menghampiri telingaku disambut dengan suara tangisan histeris yang sepertinya adalah suara Ibu. Sepertinya tubuh Astro diseret ke luar dan dipamerkan pada Ibu.
Suara pintu terbuka menghampiri telingaku di tengah suara ratapan Ibu, lalu tubuhku terangkat di atas dua lengan yang sepertinya lengan Donny. Dia tak mengatakan apapun hingga meletakkanku di samping tubuh lain. Aku bisa mendengar suara Oma memanggilku dengan isak tangis, lalu terdengar suara yang kukenali.
"Mau sampai kapan kalian sembunyi? Jaya!! Lebih baik kamu ke sini buat liat keadaan keluarga kamu sebelum mereka kubunuh dan kubakar!!" ujar suara itu. Suara yang sama dengan suara yang memintaku diserahkan padanya di tengah hutan.
Aku ingin sekali membuka mata, tapi aku masih harus memainkan peranku. Aku masih belum mendapatkan sinyal untuk melakukan apapun, maka terus aku berdiam diri dan berpura-pura mati.
Aku menajamkan pendengaranku. Jika aku tak salah menduga, ada empat orang berjalan di sekitarku saat ini termasuk Donny dan suara yang berteriak. Aku tak tahu siapa yang berteriak itu dan aku tak mampu menebak langkah kaki mana yang adalah milik Abidzar. Aku hanya mengenali satu langkah kaki dan itu adalah langkah kaki Donny, sedang berjalan hilir mudik di sisi kananku.
Sebuah tembakan terdengar menembus malam disambut teriakan Ibu, "Oma!!"
=======
NOVEL INI EKSKLUSIF DAN HANYA TAMAT DI APLIKASI WEBNOVEL. BANTU NOU LAPORKAN APLIKASI PEMBAJAK NOVEL : IREADING, di google play kalian masing-masing karena dia udah MALING novel ini.
TUTORIAL LAPORANNYA BISA KALIAN LIAT DI AKUN FESBUK: NOU. Thank you atas bantuannya ♡
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : nou
Atau follow akun IG @nouveliezte
Kalau kalian mau baca novel nou yang lain, bisa follow akun Wattpad @iamnouveliezte
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..
Regards,
-nou-