Triliun
Triliun
"Terserah kamu aja." ujarku sambil memainkan sekeping kerupuk dengan kepala berbaring di atas meja makan.
"Aku nanya kamu, Honey. Aku akan ikut keputusan kamu." ujarnya di tengah denting berbagai perkakas yang sedang dicuci.
Aku menghela napas dan memejamkan mata, "Liat nanti deh."
Aku masih mengingat ucapan Kyle tadi sore saat mengantar rujak dan es teh tarik. Dia berkata sudah melakukan permintaanku dan memberitahuku bahwa tes itu membutuhkan waktu paling cepat dua minggu dan kemungkinan paling lamanya empat minggu.
Ini terasa menyebalkan. Waktu dua minggu begitu dekat dengan waktu keberangkatanku ke negara baru. Sedangkan jika hasilnya baru muncul setelah empat minggu, maka aku sudah tak ada di negara ini lagi saat itu.
Astro menggamit kerupuk dari tanganku dan mengangkat tubuhku di kedua lengannya hingga membuatku membuka mata, "Donny udah ngabarin kamu?"
Aku memeluk bahunya dan membenamkan kepala di tengkuknya, lalu mengangguk. Aroma tubuhnya hangat dan menyenangkan, dengan aroma green tea dari rambutnya yang membuatku merasa tenang.
"Dia bilang apa?" ujarnya sambil mengecup lenganku.
"Bukannya kamu udah tau?"
"Kalau aku tau, aku ga akan nanya kamu."
Aku menarik kepala dan menatapnya saat kami menaiki tangga, "Serius kamu ga tau?"
Astro menggeleng. Betul juga, Donny hanya berkata Astro memintanya langsung menghubungiku. Donny tak mengatakan apapun tentang apakah dia sudah memberi tahu Astro lebih dulu atau belum.
"Dia bilang papanya minta tolong kakeknya buat nyuruh orang nipu sentra batik Nenek Shiori. Itu semua cuma karena denger Gerard pernah ngomong ke Om Hubert soal orang yang mirip Bunda."
Astro terkejut hingga menghentikan langkah tepat di anak tangga paling atas, "Berarti Gerard bener?"
"Aku ga tau. Donny bilang kakeknya nyuruh orang buat nyari perempuan yang mirip Bunda, tapi sampai sentra itu bangkrut tetep ga ketemu. Bisa aja Abidzar emang terobsesi sama Bunda sampai kayak gitu. Kamu denger sendiri, kan, Ayah bilang cuma Bunda yang bisa bikin Abidzar gelap mata?"
Astro mengangguk ragu-ragu sambil melanjutkan langkah ke studio dan mendudukkanku di sofa. Dia memberiku isyarat untuk merebahkan kepala di pangkuannya, maka aku menurutinya.
Aku bisa melihat jelas apa yang sedang dia lakukan. Dia menghubungi Axelle melalui pesan dan menanyakan perkembangan silsilah keluarga Nenek Shiori. Namun Axelle belum bisa memberikan hasilnya saat ini.
Dia beralih ke pesan lain. Pesan untuk Ray. Dia bertanya kapan Ray akan menikah. Astaga, menikah? Aku sedang tidak salah melihat, bukan?
Aku menggeser tubuhku dan menatap wajahnya, "Ray mau nikah?"
Astro menggumam, "Dia sibuk banget belakangan ini, makanya ayah ga minta bantuan om Ganesh waktu kita ke jembatan. Lagian kayaknya ayah bener waktu bilang tante Olla (mama Ray) berusaha ngindar dari keluarga kita."
Aku mengingat dengan jelas pertemuanku dengan Tante Olla di mansion saat kami membahas perkembangan kasus Zenatta. Tante Olla memang terlihat keberatan membantu dan aku tahu apa alasannya karena Ayah sudah menjelaskannya.
"Ga perlu terlalu dipikirin. Urusan kita sama Abidzar udah selesai, kan?" ujarnya sambil mengelus wajahku.
"Ray jadi nikah sama Milla? Orang yang pernah kalian sebut waktu itu?" aku bertanya karena tiba-tiba saja mengingat nama itu.
Astro menggumam mengiyakan sambil mengetik di atas keyboard laptop tanpa menoleh padaku, "Ayah sama Ibu setuju. Silsilah keluarganya juga bagus."
"Kalian ga ngadain acara lamaran atau apa gitu? Aku belum tau Milla itu siapa. Aku belum pernah liat fotonya juga."
Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Kan kakek udah bilang yang ngelamar di keluarga kita itu cuma aku. Cuma kita yang pernah ngadain acara lamaran."
Aku menatapnya tak percaya. Yang benar saja?
"Acaranya seminggu lagi nih. Kamu mau berangkat dari sini atau mau nginep di rumah ayah? Kebaya buat kamu udah disiapin sama tante Olla. Warnanya sama buat semua anggota keluarga. Ada buat Oma juga."
Aku menatapnya dalam diam. Begitu cepatnya mereka menggelar acara pernikahan. Hanya berselang beberapa minggu setelah opaku meninggal. Aku tahu aku tak mungkin meminta siapapun menunda menikah. Terlebih, opaku memang hanya sebatas orang yang dianggap adik oleh Kakek Arya, tapi dadaku terasa sesak.
"Honey." ujarnya sambil mengelus wajahku.
"Aku ... terserah kamu aja." ujarku sambil menggeser tubuh dan menyingkap kaosnya sebelum membenamkan wajah di perutnya.
Astro mengelus kepalaku perlahan, "Kita harus dateng. Aku ga akan punya muka kalau kita mangkir dari nikahan Ray. Mau gimana pun keluarganya udah banyak bantu kita."
Aku hanya menggumam mengiyakan.
"Nanti kita obrolin lagi, ya?"
Aku mengangguk sambil memejamkan mata. Aku memang tak ingin membahasnya. Entah kenapa sekarang aku justru merasa buruk dengan diriku sendiri.
Elusan di kepalaku berhenti. Sepertinya Astro sudah kembali berkutat dengan laptop di hadapannya. Entah apa yang sedang dia lakukan sekarang, aku tak berminat mengetahuinya.
Aku mengelus otot perutnya perlahan. Aku tahu dia sexy sekali dan entah kenapa aku tiba-tiba mengingat entah berapa orang yang mengajaknya berkencan beberapa waktu belakangan ini. Aku memang malas sekadar mengintip pesannya di handphone. Lagi pula biasanya dia hanya akan membiarkan pesan-pesan itu tak terjawab.
Tubuhku lelah sekali dan aku merasa mengantuk. Aku memeluk tubuhnya lebih erat dan menikmati aroma hangat tubuhnya untuk diriku sendiri hingga napasku berubah menjadi lebih lambat dan berat.
Aku masih bisa mendengar Astro menyebut sesuatu tentang ujung tombak saat mataku menangkap sebuah sosok. Entah kenapa terasa seperti aku sedang menatap dari balik jendela yang diguyur hujan, tapi aku yakin dia adalah perempuan.
Aku memanggilnya dan dia menoleh padaku. Dia menghampiriku dan mendekatkan wajah padaku. Aku tahu wajah siapa itu, tapi aku tak yakin kenapa aku ada bersamanya.
Getaran di saku celanaku membuatku terbangun. Aku mengeluarkan kepala dari kaos yang dipakai Astro dan mengamit handphone.
Kyle : Perempuan itu ngilang, Nona
Aku : Ngilang?
Kyle: Tadi pagi dia masih ada di sekitaran pusat Jogja, tapi Aisley kehilangan jejaknya. Aisley pikir dia pulang ke rumah nenek Shiori, tapi ditungguin sampai jam segini perempuan itu belum keliatan
Aku melirik jam di sudut handphone, pukul 00.21. Astaga sudah selarut ini dan Astro masih berkutat dengan entah apa di laptopnya.
Aku menatap Astro. Dia sedang terlihat serius sekali. Aku mengalihkan tatapan pada laptop di hadapannya, laptop itu bukanlah laptop miliknya. Namun laptop peninggalan Opa.
"Gimana caranya kamu buka laptop ini?" aku bertanya sambil memaksa diri untuk duduk menghadap ke arahnya.
"Pakai nama Baru Klinthing."
Aku menatapnya tak percaya, "Apa?"
"Opa tau soal ujung tombak itu, Honey. Opa cuma pura-pura ga tau. Kakek pasti kaget kalau tau soal ini." ujar Astro sambil menatapku dengan tatapan serius dan bersemangat di waktu yang sama.
"Gimana caranya ...? Itu benda rahasia, kan?"
Astro menaikkan bahu, "Sayangnya kita ga bisa nanya siapa-siapa. Opa udah ga ada dan kakek pasti ga tau menau gimana opa bisa tau, tapi kamu harus liat isi datanya. Ini semua data rahasia yang akan kejual jutaan triliun kalau jatuh ke orang yang salah."
=======
NOVEL INI EKSKLUSIF DAN HANYA TAMAT DI APLIKASI WEBNOVEL. BANTU NOU LAPORKAN APLIKASI PEMBAJAK NOVEL : IREADING, di google play kalian masing-masing karena dia udah MALING novel ini.
TUTORIAL LAPORANNYA BISA KALIAN LIAT DI AKUN FESBUK: NOU. Thank you atas bantuannya ♡
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : nou
Atau follow akun IG @nouveliezte
Kalau kalian mau baca novel nou yang lain, bisa follow akun Wattpad @iamnouveliezte
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..
Regards,
-nou-