Tarum
Tarum
Di dalamnya ada berbagai strategi pertahanan negara, semua informasi tentang sekutu dan sejarahnya, juga tentang musuh dan sejarahnya. Siapa yang memihak siapa dan apa yang mereka incar dari negara tersebut. Ada yang mengincar tanah yang subur, ada yang mengincar kekayaan minyak mentah, ada yang mengincar lokasi, bahkan mengincar kebenaran kepercayaan turun menurun mengenai tanah yang suci yang lebih terlihat seperti legenda bagiku.
Ada berbagai literatur rahasia dan berbagai senjata perang. Juga banyak blueprint senjata, kendaraan pertahanan dan menyerang, bahkan ada blueprint tentang beberapa senjata pemusnah massal. Aku dan Astro membutuhkan waktu seminggu dan semua data di laptop itu baru seperempatnya kami telusuri hingga baru menyadari kami hampir saja melupakan pernikahan Ray dan Milla. Entah data apa lagi yang belum kami temukan di dalam sana.
Kami memutuskan akan menginap di rumah Ayah dengan menggunakan mobil dari Surabaya, dengan Kyle yang menjadi pengemudi. Jian dan Eboth ditugaskan untuk mengawasi pekerja bangunan yang sebentar lagi menyelesaikan pekerjaan mereka di workshop. Sedangkan Lyra dan Rommy menjaga rumah rahasia.
Aku meminta Kyle memutar jalan untuk mendatangi sentra batik milik Auriana Gayatri di pusat kota Jogja. Aku berencana akan membeli batik sebagai hadiah pernikahan untuk Ray dan Milla, sementara Kyle kutugaskan untuk mencari informasi karena perempuan itu tak terlihat lagi di manapun sejak Kyle memberi kabar padaku bahwa perempuan itu menghilang dari pengawasan Aisley.
Tampilan sentra ini sama seperti foto-foto di mesin peramban dan website resmi sentra, hanya saja terlihat lebih apik di mataku. Batik yang dijual di sentra ini memiliki berbagai kualitas kain, dengan dua jenis batik yang berbeda: lukis dan cap. Pewarna yang digunakan adalah pewarna organik yang menggunakan daun, bunga dan batang tumbuhan dan bukan pewarna kimia.
Di belakang sentra ini ada tempat khusus yang memperlihatkan proses bagaimana batik di sini dibuat, juga ada kursus singkat membuat batik. Hanya saja kami tak memiliki waktu untuk itu. Kami harus sampai ke rumah Ayah sebelum malam tiba dan saat ini sudah pukul 16.04.
Ada seorang pegawai yang menemani kami berkeliling dan memberikan saran kain batik mana yang cocok sebagai hadiah pernikahan. Secara keseluruhan sentra ini mengingatkanku pada toko kain peninggalan Opa. Cabang toko kain peninggalan Opa yang berada di Jogja pun tak jauh dari lokasi ini.
"Pemiliknya sering ke sini ga, Mbak? Aku tau dari temenku namanya Zen, katanya sentra batik ini punya temen mamanya. Nama pemiliknya Auriana ya, Mbak?" aku bertanya saat kami sampai di kasir.
"Bu Ana biasanya ke sini sebulan sekali atau dua kali, tapi kira-kira udah seminggu ini pindah ke luar negeri, Kak." ujar pegawai yang melayani kami. Entah kenapa caranya menyebut nama Ana terasa memberiku harapan.
"Ke luar negeri?"
"Iya, katanya mau ketemu anaknya."
Jantungku terasa berhenti berdetak. Aku tahu ada air mata menggenang yang berusaha kusingkirkan dengan mengerjapkan mata. Perempuan itu memiliki keluarga. Selama seminggu ini mungkin aku hanya terlalu berharap.
"Mau cash atau card, Kak?"
"Kartu debit ya, Mbak." ujarku sambil mengamit dompet dan menyerahkan sebuah kartu padanya.
Dia memproses pembayaran dan memintaku memasukkan PIN sebelum menyodorkan stuk pembelanjaan, "Kalau Kakak mau pesen online bisa loh. Nanti ada kurir yang anter ke rumah atau ke kantor. Kurir kita terpercaya soalnya pegawai kita sendiri."
Aku tersenyum sambil menerima stuk pembelanjaan, "Nanti aku coba cek websitenya."
"Ada yang lain yang bisa dibantu?"
"Itu aja. Mm ... mungkin kalau nanti pemiliknya kebetulan nelpon ke sini, aku mau nitip salam. Dari Mafaza Marzia."
"Baik, Kak. Ini batiknya ya." ujarnya sambil menyodorkan sebuah paper bag besar berisi batik yang sudah dibungkus dengan kertas berwarna emas dan diberi beberapa tangkai bunga tarum yang sudah dikeringkan sebelum di cap dengan lilin berwarna hijau. Entah kenapa justru mengingatkanku pada kartu undangan pernikahanku yang diberi bunga lavender dan dicap lilin berwarna emas.
"Makasih ya, Mbak." ujarku sambil menerima paper bag itu dan menjauh dari kasir. Aku menghampiri Astro yang masih meneliti sebuah kain di dekat etalase dan mengelus lengannya. "Yuk."
Astro menoleh padaku dan meletakkan kain batik kembali ke etalase, "Batiknya bagus. Kalau kerja sama bareng ayah mungkin ayah ga akan uring-uringan soal limbah produksi kain."
"Coba nanti kita bilang Ayah." ujarku sambil mengajak Astro kembali ke parkiran.
Ada beberapa pegawai yang berpapasan dengan kami dan mereka menundukkan bahu sebagai tanda salam. Kami melakukan hal yang sama sebagai bentuk sopan santun.
Kyle masih berkeliling di sentra saat kami memasuki mobil. Aku meletakkan paper bag di sisiku dan memeluk Astro erat sekali. Entah kenapa aku merasa kecewa. Sangat kecewa.
"Kenapa?" Astro bertanya sambil mengelus kepalaku.
Aku hanya mampu menggeleng. Dia tidak tahu aku memberi tugas pada Kyle untuk melakukan tes pada rambutku dan perempuan itu. Mungkin sebaiknya dia tak perlu tahu karena perempuan itu ternyata memiliki keluarga. Lagi pula, wajahnya pun berbeda dengan bundaku.
"Axe ngirim email tadi pagi. Aku baru sempet buka waktu kamu asik merhatiin orang ngebatik. Aku minta dia cek soal keluarga Nenek Shiori waktu itu, kan? Axe bilang perempuan itu bukan keluarganya. Bukan anak atau sepupu."
Aku mendongak untuk menatapnya dalam diam. Aku tidak terkejut mendengarnya. Seseorang tak perlu memiliki hubungan kekeluargaan dengan yang lain hanya untuk saling terhubung, bukan?
Coba lihat Zen dan opaku. Mereka begitu dekat hingga membuat Opa memaksakan diri untuk membantu keluarganya, tapi ada yang berbeda dari tatapan suamiku.
"Kenapa kamu ngeliatin aku begitu?" aku bertanya tepat saat Kyle membuka pintu dan duduk di balik kemudi.
"Perempuan itu pindah ke luar negeri, Nona." ujar Kyle sambil menyalakan mobil.
"Aku tau. Tadi aku nanya sama pegawainya di kasir. Kamu dapet informasi dia pergi ke mana?"
Kyle menggeleng sambil menoleh pada kami, "Nanti Kyle cari data keberangkatan pesawat dari staf bandara."
Aku hanya mengangguk. Entah kenapa aku tak lagi mengharapkannya. Perempuan itu memiliki keluarga di luar negeri. Aku akan menjadi seseorang yang bodoh sekali jika mengharapkannya saat ini. Walau harus kuakui aku kecewa sekali. Bahkan terasa ada rongga di dalam hatiku yang sulit kujelaskan.
Kyle mulai menyalakan mobil dan kami kembali berkendara. Aku hanya menatap ke luar jendela dalam diam, dengan suara pegawai sentra yang bergema di telingaku saat menyebut perempuan itu dengan sebutan Ana.
Apakah Zen juga menyebut perempuan itu dengan sebutan yang sama? Dia mungkin saja menyebutnya dengan sebutan Tante Ana, bukan?
Sial, rongga di hatiku terasa sakit. Mataku terasa panas hingga bulir air mengalir dan berusaha kuseka dengan lengan jaket. Aku tahu Kyle melirikku dari spion tengah, tapi dia tak mengatakan apapun.
Astro mengamit wajahku dan menatapku sendu, "Kamu mau ke rumah Zen?"
Aku terdiam. Kenapa dia tiba-tiba menawariku ke rumah Zen di saat seperti ini? Bukankah dia begitu cemburu pada Zen hingga melarangku sekadar menghubunginya tanpa meminta izin darinya lebih dulu?
"Nenek Shiori itu neneknya Zen."
Aku menatapnya tak percaya dengan bulir air mengalir dari mataku yang terasa panas, "Apa kamu bilang?"
=======
NOVEL INI EKSKLUSIF DAN HANYA TAMAT DI APLIKASI WEBNOVEL. BANTU NOU LAPORKAN APLIKASI PEMBAJAK NOVEL : IREADING, di google play kalian masing-masing karena dia udah MALING novel ini.
TUTORIAL LAPORANNYA BISA KALIAN LIAT DI AKUN FESBUK: NOU. Thank you atas bantuannya ♡
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : nou
Atau follow akun IG @nouveliezte
Kalau kalian mau baca novel nou yang lain, bisa follow akun Wattpad @iamnouveliezte
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..
Regards,
-nou-