Jalan-Jalan
Jalan-Jalan
Motornya baru saja sampai, dengan helm miliknya dan helm milikku yang berwana ungu lembut. Yang membuatku mengingat saat dia menjemputku di kantor polisi karena mengebut bersama Zen, hingga berkelahi dengan Donny dan temannya.
Sebetulnya ada barang-barang lain di dalam kardus yang cukup besar, tapi dia belum membukanya. Aku pun tak berminat untuk bertanya apa isinya.
Sejak aku bertanya padanya tentang apakah dia sedang berusaha mengubahku, dia hanya diam dan melanjutkan pekerjaannya. Dia bahkan makan siang sendiri dan baru mengajakku bicara sekarang. Aku sama sekali tak memiliki dugaan ke mana dia akan mengajakku pergi dengan motornya.
Aku menatapnya dalam diam selama beberapa lama sebelum menerima helm yang sejak tadi dia pegang, lalu memakainya dan menaiki motor. Aku ingin bertanya ke mana dia akan membawaku pergi, tapi aku tak ingin diabaikan lagi. Maka aku membatalkan niatku.
Astro menatapku dalam diam sebelum masuk ke rumah selama beberapa lama dan kembali dengan sebuah jaket di tangannya. Jaket milikku. Dia sudah memakai jaketnya sendiri saat dia sampai di sisiku.
Astro membantu memakaikan jaket ke tubuhku dalam diam. Lalu mengunci gerbang, menaiki motor dan memulai perjalanan kami.
Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling dalam diam. Masih siang hingga jalanan cukup lenggang, tapi senja akan datang sesaat lagi dan ada lubang menganga di hatiku karena dia mengabaikan pertanyaanku.
Astro mengamit tangan kiriku, lalu menggenggamnya dan meletakkannya di dadanya. Detakan jantungnya adalah detakan jantungnya yang biasa, yang entah bagaimana justru membuat sesuatu menyengat hatiku.
Aku tahu aku bisa saja memeluknya dan menyandarkan kepalaku di bahunya, tapi aku memilih untuk duduk diam. Aku bahkan sengaja memberi jarak dengannya.
Elusan jarinya di jariku selembut yang bisa kuingat. Sepertinya aku baru menyadari ini adalah pertama kalinya kami menaiki motor bersama setelah kami menikah.
Aku menatap punggungnya dalam diam. Entah bagaimana hatiku terasa sakit hanya dengan menatap punggungnya saja.
Astro mengecup jariku yang sedang dia genggam, membuatku mau tak mau mendekat padanya. Dadaku menempel pada punggungnya sekarang, yang membuatku yakin dia pasti bisa merasakan detakan jantungku yang kencang.
"Kenapa ga meluk? Aku ga akan nolak." ujarnya sambil terus mengecup jariku.
Sesuatu yang panas mengaliri dadaku. Yang benar saja? Memangnya siapa yang tak menjawab pertanyaanku, bahkan tak mengajakku bicara sampai sekarang, tapi justru memintaku untuk memeluknya?
"Aku minta maaf kalau aku egois. Aku cuma ... pengen tau reaksi kamu."
Entah karena aku merasa sangat kesal atau aku tak sanggup lagi menahan diri, aku mencubit pinggangnya dengan kencang dan membuatnya mengerem motornya tiba-tiba. Membuat helm kami saling terbentur dan membuat kepalaku berdenyut.
Astro turun dan melepas helmnya sendiri sebelum melepas helmku, "Kamu ga pa-pa?"
Aku menatapnya dengan tatapan sebal, "Kamu nyebelin."
Ada tatapan lega di matanya saat mendengarku bicara. Dia mengamit kepalaku dan mendekapnya di dadanya, sebelah lengannya memeluk bahuku dengan erat.
Aku berusaha mendorongnya menjauh, tapi dia bergeming. Seharusnya ada Jian dan Lyra yang mengikuti kami, bukan? Kenapa mereka hanya diam?
"I'm sorry." bisiknya.
Aku bisa merasakan bibirnya bergerak di dahiku, mengalirkan sensasi sejuk ke sekujur tubuhku. Tubuhku membeku. Aku tak tahu harus bagaimana atau melakukan apa. Satu kalimat maaf darinya mampu meluluhkan hatiku.
Astro melepas pelukannya dan mengamit daguku untuk menatapnya, "Lanjut jalan ya?"
Aku hanya mengangguk. Dia membantuku memakai helm sebelum memakai helmnya sendiri. Dia menaiki motor dan menarik kedua tanganku ke dadanya sebelum melanjutkan perjalanan kami.
"Kamu harus pegangan, kamu tau? Kalau aku ngerem mendadak kan bahaya." ujarnya sambil menoleh padaku.
Aku ingin sekali menggigitnya sekarang, tapi aku tak mungkin melakukannya karena helmku menghalangi. Aku hanya menyandarkan kepalaku di bahunya dan menatapnya dengan tatapan sebal melalui spion.
"Jelek."
Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Jelek tapi dipeluk."
Aku memukul dadanya dengan kedua tanganku dengan kencang.
"Aah sakit!" ujarnya sambil mengelus dadanya yang baru saja kupukul.
"Coba jelasin apa maksudnya kamu nyuekin aku? Kamu serius mau minta aku nurut sama semua kemauan kamu? Kamu ga mau ngajak aku diskusi sama sekali?"
"Aku cuma mau liat reaksi kamu. Aku ga serius kok tadi."
Aah laki-laki ini benar-benar menyebalkan....
"Lagian ga seru kalau ga bisa debat sama kamu. Kamu kan bawel. Berasa ada yang ilang kalau kita diem-dieman begitu." lanjutnya tanpa rasa bersalah.
"Aku ga suka kamu begitu."
"Aku tau. Aku minta maaf. Udah jangan cemberut terus. Jelek."
Aku mencubit pinggangnya dengan kencang hingga dia melambatkan laju motornya, "Coba ngomong sekali lagi."
Astro tertawa, "Istriku cantik. Paling cantik di alam semesta."
Aku melepas cubitanku dan memberinya tatapan sebal, "Kita mau ke mana?"
"Mau kencan. Kemarin kamu minta diajakin jalan-jalan kan?"
Aku tak menyangka dia sedang berusaha mengabulkan permintaanku beberapa hari lalu. Kurasa aku tak dapat menyembunyikan senyum di bibirku.
"Trus gimana besok? Kita pesen tiket pesawat malem ya? Jadi kita nginep di rumah opa dua malem."
"Liat besok ya. Aku ga bisa janji bisa pulang cepet, yapi nanti kita siapin koper aja dulu."
"Bener ya?"
"Aku ga janji, Honey, tapi aku usahain."
Sepertinya aku tak bisa meminta yang lebih dari ini, maka aku mengangguk. Aku akan memastikan kami benar-benar berangkat besok malam. Entah bagaimana caranya.
Kami melanjutkan perjalanan dalam diam, sambil saling menggenggam. Aku memeluknya dengan kepalaku di bahunya. Sepertinya sekarang aku mengerti kenapa banyak pasangan melakukan hal ini. Ini terasa menyenangkan.
Astro menghentikan motor di depan sebuah rumah makan, dengan tulisan rawon di sebuah spanduk yang dipasang di dinding atas plafon. Sepertinya ini adalah tempat makan yang pernah dia ceritakan padaku beberapa bulan lalu sebelum kami menikah.
Astro membantuku melepas helmku, "Kita kayak orang pacaran ya?"
Aku tersenyum, "Pacaran abis nikah maksud kamu?"
Astro mengangguk sambil mengajakku masuk, "Seru kan? Kalau ngambek ga bisa lama-lama."
Kurasa aku tahu apa maksudnya. Pak Deri pernah mengatakan hal yang sama saat mengantarku beberapa bulan yang lalu. Tunggu sebentar....
"Aku mau comblangin Denada sama Ray. Gimana menurut kamu?"
Astro menatapku tak percaya dan menggeleng, "Kakek ga akan setuju."
"Kenapa?"
"Denada ga memenuhi syarat, Honey. Percuma kalau kamu coba jodohin mereka. Ayah sama ibu juga ga akan setuju."
=======
Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : iamno
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..
Regards,
-nou-