Kehilangan
Kehilangan
Astro mengelus puncak kepalaku setelah kami selesai mencuci piring, "Aku temenin kamu baca laporan sidang kemarin sebelum aku mandi."
Aku mengangguk, "Kamu udah baca?"
"Udah." ujarnya sambil mengamit tanganku dan menggenggamnya. Dia mengamit handphoneku yang tergeletak di meja makan dan membimbing langkah kami kembali ke studio karena dia meletakkan laptopnya di sana sebelum kami memasak bersama.
"Ada sesuatu?" aku bertanya karena merasa aneh dengannya yang menawari untuk menemaniku membaca.
Astro mengecup dahiku walau tatapannya terlihat ragu, "Nanti kamu baca sendiri ya."
Entah kenapa ini terasa seperti firasat buruk yang lain. Aku menatapnya lekat, tapi tak mengatakan apapun. Aku harus mengingat untuk lebih berhati-hati pada diriku sendiri sejak aku menyadari tindakan bodoh yang kulakukan kemarin. Sepertinya hormonku benar-benar sedang membuatku bertingkah sangat aneh, bukan seperti aku yang biasanya.
Astro menyodorkan handphoneku padaku saat kami memasuki pintu studio. Aku menerimanya dan meletakkannya di meja setelah kami duduk di sofa. Dia menyalakan laptopnya dan membuka file laporan dari Rommy, lalu menyodorkan laptopnya padaku.
Astro menggeser duduknya dan memelukku dari belakang. Dengan kedua kakinya mengelilingi tubuhku, napasnya yang hangat membelai kepalaku, kedua tangannya menyusup ke dalam kaos yang kupakai dan mengelus perutku. Yang justru mengingatkanku pada nama calon anak kami.
Aku menoleh untuk menatapnya sambil mengelus kedua lengannya, "Kamu okay?"
Astro mengangguk dan tersenyum tipis, "I'm okay. Aku bisa bikin kamu hamil kalau udah waktunya. Sekarang ... kamu istirahat dulu ya."
Aku mengangguk dan mengecup bibirnya sebelum mengalihkan tatapanku untuk membaca laporan jalannya sidang kemarin. Aku menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan saat mulai membaca laporan.
Ada saksi forensik yang memberikan keterangan di persidangan kemarin, bahwa jenis gas air mata yang ditembakkan oleh om Neil mengandung zat aktif Ortho-Chlorobenzylidene Malononitrile (CS) dengan asap tebal berwarna putih. Jika terpapar asap ini secara langsung, organ tubuh yang dilindungi selaput lendir seperti mata, hidung, dan mulut akan langsung bereaksi.
Gejala setelah terkena gas air mata antara lain ada sensasi panas terbakar di mata, produksi air mata berlebihan, penglihatan kabur, kesulitan bernapas dan nyeri dada. Selain itu juga akan mengalami peoduksi air liur yang berlebih, iritasi kulit, bersin, batuk, hidung berair, terasa seperti tercekik, kebingungan dan disorientasi yang memicu kepanikan, juga kemarahan yang intens. Bahkan, bila sudah terkontaminasi gas air mata secara berat dapat menimbulkan efek muntah dan diare, tapi tidak mematikan.
Yang menjadi pertanyaan di kepalaku sekarang adalah bagaimana om Neil bisa mendapatkan akses pasokan gas air mata dan pelontarnya? Bukankah hanya militer yang memiliki akses untuk itu? Om Neil pasti akan mendapatkan tuntutan tambahan jika dia memasok barang ilegal.
Lalu ada kesaksian dari Jian yang mengatakan bahwa dia melihat kakek Arya memberikan senapan pada Astro. Saat itu dia melihatnya karena memang sedang berhadapan dengan pengawal Zenatta yang Astro tembak kakinya. Jian menambahkan, setelah Astro menembak, Jian menendang belakang lutut pengawal itu hingga jatuh dan menahannya tengkurap di lantai.
Aku menoleh untuk menatap Astro, "Kamu udah terima panggilan jadi saksi lagi?"
Astro menggeleng, "Kakek bilang aku ga perlu khawatir soal itu. Jian bantu aku nutupin fakta aku emang dikasih senapan sama kakek. Untung Jian baru kasih kesaksian kemarin, tapi kita masih liat perkembangannya gimana. Aku ... lebih khawatir sama kamu."
Aku menatapnya lekat. Aku memang melihat ada kekhawatiran di matanya.
"Aku ... aku pikir kamu beneran hamil karena kamu pucet banget belakangan ini. Kamu ga kayak biasanya. Aku ga tau kamu terlalu stress atau gimana, tapi kamu selalu bisa cerita ke aku kalau kamu ngerasa sesuatu." ujarnya sambil mengelus ujung rambut di bahuku.
Aku bisa mengerti kenapa dia berpikir seperti itu, karena Jojo juga menebak aku sedang mengandung hanya karena melihat wajahku yang terlihat pucat. Terlebih, dia memang melihatku muntah setelah aku bangun beberapa minggu lalu. Kami bahkan menyempatkan diri datang ke dokter kandungan.
Aku mengelus wajahnya, "Kita ke dokter kandungan lagi ya nanti."
Astro terlihat bingung, "Buat apa?"
"Aku ... kemarin Putri nyebut soal miom. Aku ga mau bikin dugaan. Aku juga pengen mastiin aku ...ga keguguran. Aku takut kalau emang bener ada bayi di perutku, tapi aku ga bisa jaga. Aku ..." ujarku yang entah bagaimana, tiba-tiba mataku terasa basah.
Astro mendekapku dan mengecup bibirku, "Aku bikinin jadwal sama dokter Alena ya."
Aku mengangguk sambil mengelap air mata yang meleleh ke pipi, "Aku ... minta maaf."
"Ga perlu minta maaf. Aku tau kamu udah lakuin yang terbaik yang kamu bisa. Aku cuma minta kamu jangan kabur lagi. Kita selalu bisa ngobrol kalau kamu punya masalah. Kamu juga selalu bisa minta aku anter ke mana pun kamu mau pergi. Kamu cuma perlu ngomong ke aku."
Aku menatapnya dalam diam dan mengangguk. Aku tahu Astro benar. Kemarin aku memang bodoh sekali saat memutuskan untuk pergi seorang diri.
Astro mengelus puncak kepalaku, "Kamu ga mau coba chat Denada?"
Aah....
Aku menghindari untuk menyalakan handphone karena tak ingin melihat apapun yang membuat firasat burukku menjadi nyata. Namun saat Astro menanyakannya, aku tiba-tiba mendapatkan ide untuk mengabaikan notifikasi apapun hari ini. Kurasa aku tak akan pernah merasa siap untuk melihatnya.
Astro mengambil handphoneku dari meja dan menyodorkannya padaku, "Lebih cepet kamu tanganin lebih baik."
Aku menatapnya ragu-ragu dan menghela napas, "Denada benci banget sama aku. Iya kan?"
Astro menatapku lekat dan meletakkan handphoneku di tanganku, "Aku ga tau, Honey. Kamu bisa cari tau sendiri. Aku masih bisa nemenin kamu sebentar sebelum aku mandi."
Aku menatapi handphone di tanganku penuh rasa ragu. Aku baru saja membayangkan aku sedang melempar handphoneku ke jendela, tapi Astro mengecup puncak kepalaku dan menyadarkanku.
Aku menatapnya lekat, "Gimana kalau Denada ga mau maafin aku?"
"Kalian udah sahabatan bertahun-tahun. Kalau Denada ga mau ngertiin posisi kamu, dia yang akan kehilangan sahabat."
"Tapi aku juga akan kehilangan sahabatku. Denada yang bikin aku mikir buat bilang ke kamu kalau aku mau nunggu kamu. Aku ga bis ..."
"Atau mungkin Denada cuma butuh waktu buat ngerti." ujarnya untuk memotong ucapanku.
=======
Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : iamno
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..
Regards,
-nou-