Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Braille



Braille

2Ray : Kakek bilang weekend kalian ke sini. Jadi?     

Aku : Jadi, ada yang penting yang mau dibahas?     

Ray : Kamu liat aja nanti. Mungkin mau bahas soal kasus kita sama Zenatta     

Aku : Ada masalah?     

Ray : Aku juga ga tau. Kakek belum bilang apa-apa     

Aku : Okay. Aku minta data cash flow bulan lalu ya. Sekalian sama yang di Lombok     

Ray : Sebentar aku kirim ke email. Email kamu atau Astro?     

Aku : Astro     

Ray : Okay     

Aku sedang berkoordinasi dengan Ray mengenai resort dan resto karena Astro ingin semua pekerjaannya selesai sebelum kami berangkat besok malam. Aku baru tahu ternyata resort di Lombok memberi laporan pada Ray lebih dulu sebelum Ray memberikan semua laporannya pada Astro.     

Masalah tender suplier bahan makanan ke resort minggu lalu ternyata sudah selesai dengan memilih untuk mengganti supplier. Aku tak tahu apa pertimbangan Astro memilih pilihan itu, tapi sepertinya suplier baru bekerja sama dengan baik selama seminggu ini.     

Aku juga sudah berkoordinasi dengan pak Bahri sesuai dengan arahan Astro karena kami harus menunda rencana kami ke sana, yang juga berakibat pada mundurnya jadwal tes uji coba anakan kerang baru. Walau Astro masih memiliki beberapa part tambahan yang perlu diubah di proyek robotnya, juga beberapa koordinasi dengan Paolo, tapi Astro tidak memintaku untuk membantunya karena aku tak tahu detail pekerjaannya.     

Sebelumnya aku tak tahu tentang segala hal yang berhubungan dengan resto dan resort, juga tentang beberapa masalah di pembiakan mutiara karena Astro tak pernah membahas apapun mengenai pekerjaannya padaku kecuali hanya sedikit garis besar dan beberapa masalah kecil. Mungkin dia tak ingin membebani pikiranku yang juga memiliki pekerjaan yang harus diselesaikan atau dia memang tak ingin aku tahu karena dia menganggap pekerjaannya memang sudah menjadi tugasnya untuk menyelesaikannya.     

Sekarang Astro memintaku membantunya karena sedang dalam keadaan terpaksa. Dia memiliki deadline kampus yang harus selesai esok hari hingga semua pekerjaannya yang lain harus dikesampingkan lebih dulu. Karena alasan itu juga, sekarang aku tahu apa saja masalah yang dia hadapi dan berapa banyak aset yang dia miliki. Kurasa Astro akan bisa membangun beberapa hotel bertingkat tinggi dengan semua fasilitas lengkap jika dia menginginkannya.     

Aku menoleh pada Astro yang sedang duduk di sebelahku di sofa studio. Dia terlihat serius sekali dengan deadlinenya, dengan jari yang mengetik dengan cepat dan tatapan fokus. Aku mengecup pipinya sebelum kembali menatap layar laptopku. Kurasa aku tak akan mengganggunya.     

Astro mengecup dahiku dan kembali fokus pada layar laptopnya, tapi kecupannya justru membuatku menatap layar laptopku dengan pikiran kosong.     

"Kamu mau susu?" aku bertanya sambil bangkit. Kurasa akan lebih baik jika aku istirahat sejenak.     

"Boleh. Sekalian marble cake dari ibu dua potong. Masih ada kan?"     

Aku hanya menggumam mengiyakan dan beranjak keluar dari studio. Aku sengaja mengambil langkah pendek dan lambat sambil memperhatikan sekeliling rumah. Ruang tengah terlihat lebih rapi setelah Lyra membereskannya kemarin.     

Aku sempat mengecek rekaman CCTV ruang tengah tadi pagi untuk melihat apakah Lyra meletakkan sesuatu saat membereskannya kemarin. Namun Lyra memang hanya membantuku merapikan. Dia tak meletakkan benda apapun yang terlihat mencurigakan.     

Aku menatap lukisan opa dan oma yang diletakkan bersebelahan dengan lukisan buatan Gerard (lukisan rumah peninggalan ayah di Bogor) selama sedetik waktu yang terlewat, lalu melanjutkan langkah kaki ke dapur untuk mengambil dua gelas susu dan dua potong marble cake. Aku memindahkannya ke nampan dan membawanya bersamaku.     

Aku sempat melirik ke lukisan rumah buatan Gerard saat melewatinya sebelum benar-benar berhenti dan menatapnya lebih dekat. Aku meletakkan nampan ke meja sebelum menurunkan lukisan itu dan membongkarnya. Entah kenapa aku merasa aku harus melakukan ini. Terasa seperti firasat yang aku tak tahu apa dan aku penasaran karenanya.     

Aku melepas pengait di belakang pigura dan melepas papan penahan di belakang pigura lalu mengeluarkan lukisan Gerard dengan hati-hati. Kyle berkata dia mengganti pigura dengan yang baru karena pigura asli pemberian dari Zenatta sudah rusak, mungkin rusak karena terbakar karena ujung kanvas lukisan itu juga terbakar.     

Aku meneliti lukisan itu senti demi senti. Lukisan itu benar-benar bagus. Goresannya mantap dan pemilihan warnanya sesuai, menggambarkan suasana rumah peninggalan ayah seperti yang selalu kuingat di dalam pikiranku.     

Aku tak tahu bagaimana kondisi rumah itu sekarang. Seharusnya rumah itu masih terawat karena opa meminta seseorang untuk menjaganya, tapi bagaimana dengan barang-barang di dalamnya? Membayangkannya membuat hatiku terasa sakit.     

Aku meraba kanvas lukisan dengan hati-hati. Aroma terbakar masih bisa kucium walau samar-samar. Ada nama Gerard di ujung lukisannya dan ada titik-titik yang hampir tak terlihat karena tersamar dengan warna tanah.     

Titik-titik?     

Aku meneliti lukisan itu sekali lagi. Tak ada titik lain selain di ujung dekat dengan nama Gerard. Apa arti titik-titik ini? Sandi morse tak akan terlihat seperti ini.     

Aku meletakkan lukisannya ke meja dan mengangkat nampan, lalu berjalan cepat ke studio. Aku meletakkan nampan di meja dan mengamit wajah Astro untuk menatapku.     

"Hapeku mana?"     

Astro menatapku dengan alis mengernyit mengganggu, "Kerjaan kamu udah selesai?"     

Aku menggeleng, "Aku butuh hapeku sebentar."     

Astro terlihat berpikir dan bangkit berdiri. Aku mengikutinya berjalan menuju kamar kami. Dia menarik laci lemari dan mengambil handphoneku dari sana. Aku mengambilnya dengan paksa dan berlari menuruni tangga. Napasku masih memburu saat aku duduk di salah satu kursi ruang tengah.     

Saat aku menyalakan handphone, sudah ada banyak notifikasi dan pesan dari sana. Namun aku akan mengabaikannya lebih dulu. Aku membuka aplikasi peramban dan mengetikkan sandi titik di kolom pencarian. Aku menemukan susunan huruf braille dan mencocokkannya dengan titik-titik samar di dekat nama Gerard.      

Dio. Titik-titik itu bermakna Dio dengan huruf braille.     

Aku menghela napas. Tak mungkin hanya ini bukan? Kenapa Gerard membubuhkan nama panggilanku padanya saat kami masih kecil dulu? Untuk apa? Kenapa harus dengan huruf braille? Bukankah huruf braille seharusnya diraba, bukan dilihat?     

Aku menengok ke arah Astro yang baru saja duduk di sebelahku. Dia sedang mengedarkan pandangannya ke pigura yang tersandar di meja dan lukisan rumah peninggalan ayahku di pangkuanku.     

Tunggu sebentar....     

Aku membalik lukisan dan mendekatkan kanvas dengan mataku. Titik-titik lagi. Kali ini jauh lebih banyak. Memang kecil dan hampir tak terlihat, tapi jika diperhatikan dengan lebih dekat akan terlihat ada titik warna dari cat dan sedikit timbul jika disentuh.     

Aku merabanya dan mencocokkannya dengan komposisi huruf braille dari layar handphone dengan jantung berdetak kencang karena aku mengharapkan sesuatu yang aku tak tahu apa itu. Entah kenapa aku benar-benar merasa seperti seorang tunanetra.     

=======     

Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.