Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Duplikat



Duplikat

0Seperti ucapan Kakek Arya, Opa tak akan memberikan kepercayaan begitu besar pada orang yang tidak dikenalnya dengan baik. Jika memang benar Opa merasa berhutang budi, kurasa aku bisa mengerti.     

"Dewanto selalu rajin belajar dan selalu cekatan. Jadi ibu setuju tanpa banyak syarat, tapi Dewanto minta ijin pindah lagi ke Magelang setelah jadi agen rahasia dan tinggal di sana sampai Abidzar ngejar Ana ke rumah. Dewanto pindah ke rumahnya yang sekarang sejak kejadian Abidzar itu. Rumah itu rumah mahar Sagenah (Oma)." ujar Kakek Arya sambil menatapku lekat seolah sedang bertanya apakah aku tahu tentang semua yang dikatakannya atau tidak.     

"Faza tau rumah itu rumah persembunyian. Mm ... Ayah yang ngasih tau Faza." ujarku untuk memecah hening yang terjadi karena Kakek Arya berhenti bicara.     

Kakek Arya mengangguk, "Dewanto jarang ke rumah peninggalan kakek Indra lagi sejak jadi agen rahasia. Kakek ga tau apa Dewanto masih ngerasa sungkan karena Dewanto selalu kelihatan begitu, tapi Dewanto selalu nemenin mendiang ibu ngobrol seharian kalau ke rumah. Kalau Faza nanya langsung ke Dewanto mungkin Faza bisa dapet informasi lebih banyak."     

Aku menatap Astro dan Kakek Arya bergantian, "Faza pengen tau dari sudut pandang Kakek. Semoga Kakek ga keberatan."     

Kakek Arya tersenyum lebar sekali. Senyum menggoda yang sama seperti senyum Astro. Bahkan mereka memiliki aura menyebalkan yang sama.     

"Mm ... Astro pernah bilang kalau hubungan Kakek sama Opa bukan hubungan yang bisa diomongin sembarangan. Kenapa begitu?" aku bertanya.     

Kakek Arya terdiam dan menatap Astro lekat sebelum menatapku kembali, "Kakek minta maaf sebelumnya. Dewanto memang dianggap anak sama mendiang ibu, ayah juga ga keberatan. Kakek sama Wira juga nganggep Dewanto adik, tapi Dewanto memang bukan bagian dari keluarga Kakek. Nama Dewanto juga ga ada di kartu keluarga karena Dewanto ... 'dibeli' dari nyonya Hesti. Ibu ga ngambil hak asuh Dewanto dari siapapun."     

Begitukah? Entah kenapa terasa ada batu besar yang mengganjal di dadaku. Terasa tak nyaman, tapi aku juga merasa aku bisa mengerti bagaimana rasanya menjadi Opa.     

Jika Opa segera pindah setelah menjadi agen rahasia, mungkin karena Opa tak ingin lagi membebani keluarga Kakek Arya. Aku mengetahui hal itu dengan baik setelah bertahun-tahun tinggal bersama Opa. Karena entah sudah berapa kali Opa selalu memintaku untuk tak merepotkan siapapun.     

"Ayah Kakek bantu Dewanto dapetin legalitas kependudukan atas namanya sendiri. Cuma ada nama Dewanto di kartu keluarganya waktu itu karena ga ada surat pengantar atau surat legalitas apapun tentang orang tuanya." ujar Kakek Arya dengan tatapan tenang. "Bapaknya Dewanto yang katanya ke Banten juga ga ada kabar selama ini. Itu sebabnya Kakek bilang Dewanto yatim piatu. Mungkin Dewanto sempet cari jejak bapaknya, tapi Kakek ga tau apa Dewanto nemu jejak bapaknya atau ga."     

Entah kenapa aku mengingat Kyle. Kyle mungkin juga sama seperti Opa.     

"Kakek pasti tau kan gimana Opa ketemu sama Oma?" aku bertanya.     

Kakek Arya mengangguk dan tersenyum lebar sekali, "Mendiang ibu bahagia begitu tau Dewanto mau nikah. Dewanto ga pernah cerita apapun tentang perempuan manapun. Ibu langsung setuju begitu tau calon istrinya ternyata Sagenah, karena orang tua Kakek sama orang tua Sagenah kolega bisnis."     

Kurasa aku juga bisa mengerti kenapa Opa menjodohkan Bunda dengan salah satu kolega bisnisnya. Tiba-tiba saja muncul pertanyaan di benakku, apakah Opa mencintai Oma?     

Aku tahu Opa bisa menjadi sangat egois jika Opa menginginkannya. Opa juga tak suka jika ucapannya dibantah.      

Aku bahkan baru saja berpikir. Bagaimana jika Opa sengaja menjadikan Oma istrinya karena Opa tahu hubungan Opa dan Oma akan disetujui oleh mendiang nenek buyut Astro? Opa mungkin tak ingin membuat mendiang nenek buyut Astro mengkhawatirkan kehidupannya jika tetap melajang seumur hidup. Dan lagi-lagi aku terpikirkan Kyle.     

Aku menggigit bibir bawahku untuk menahan apapun yang akan keluar dari sana. Aku tak ingin Astro dan kakek Arya mendengar segala kegelisahanku. Tunggu sebentar....     

"Kalau Opa pernah tinggal sama Kakek, bukannya keluarga Zenatta harusnya tau soal itu? Mereka mata-matain keluarga Kakek dari dulu kan?" aku bertanya.     

Kakek Arya mengangguk, "Dewanto juga punya dugaan yang sama, tapi sejauh ini ga ada langkah yang diambil keluarga Zenatta ke Dewanto."     

Begitukah? Kenapa hatiku terasa gelisah?     

Hidungku mencium aroma lumpur yang meninggalkan sensasi berputar di dasar perut. Aku hampir saja kehilangan napas andai saja aku tak segera menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Entah apakah aku baru saja berdelusi, tapi aku sempat merasa sedang berputar dan hampir tenggelam.     

Astro sepertinya menyadari sesuatu terjadi padaku. Genggaman tangannya padaku menjadi lebih erat. Dia bahkan menatapku dengan tatapan khawatir yang jelas sekali.     

"Faza kayaknya kecapekan." ujar Astro tiba-tiba.     

Kakek Arya mengangguk, "Faza boleh telpon Kakek kapanpun kalau Faza mau ngobrol. Waktu kita hari ini cuma sebentar. Kalian harus istirahat sebelum pulang ke Surabaya."     

"Kita pamit istirahat dulu ya, Kek." ujar Astro sambil membereskan kotak yang berisi ujung tombak dan berniat mengembalikannya ke tempat persembunyiannya semula.     

Kakek Arya menahan lengan Astro, "Astro boleh bawa. Tunggu sebentar."     

Kakek Arya bangkit dan menghampiri salah satu rak buku, lalu menarik sebuah laci paling bawah hingga terlepas dari rak. Kemudian mengambil beberapa kotak tegel yang seharusnya menjadi dasar lantai ruangan bawah tanah ini.     

Astro segera melepaskan genggaman tangannya padaku dan membantu Kakek Arya membereskan semuanya pada tempatnya. Kakek Arya membuka kain pembungkus yang melilit pada benda yang dipegangnya dan sebuah ujung tombak terlihat sesaat setelahnya.     

Aku terkejut saat melihatnya. Terlebih saat kakek berjalan mendekat dan memperlihatkan ujung tombak itu kepadaku. Ujung tombak itu terlihat mirip dengan yang berada di dalam kotak, tapi ukurannya sedikit lebih besar walau harus kuakui ukiran naganya terlihat mirip sekali.     

"Kakek bisa ngerti kalau kalian mau bikin duplikatnya karena Kakek juga pernah mikir hal yang sama." ujar Kakek Arya sambil menukar ujung tombak di dalam kotak dengan ujung tombak yang baru saja diambil dari bawah rak buku. "Kalian pikir Kakek akan biarin semua orang masuk ke ruangan bawah tanah ini tanpa keamanan?"     

Entah bagaimana tiba-tiba saja Astro dan Kakek Arya tersenyum bersamaan. Senyum menggoda yang lebar dan pasti akan terlihat menyebalkan andai saja mereka sedang bertingkah.     

Kakek Arya melepas kain yang sebelumnya menyembunyikan replika ujung tombak dan membelitkannya pada ujung tombak yang diambil dari kotak kayu. Kakek Arya menyodorkan ujung tombak yang asli pada Astro, "Ini ujung tombak yang asli. Kalian harus simpan baik-baik."     

Astro mengangguk dengan mantap, "Makasih banyak, Kek."     

Kakek Arya menggeleng lemah, "Waktunya kamu yang bawa masa depan keluarga kita. Kakek udah tua. Kakek mau istirahat."     

Aku menatap Astro yang sedang berusaha menyembunyikan ujung tombak di balik pakaiannya. Aku hanya berharap kami segera kembali ke kamar dan tak ada seorangpun yang menyadari ujung tombak asli warisan Kakek Indra sudah berpindah tangan.     

"Lusi besok pindah, tapi Teana sama Axelle tetap tinggal di sini nemenin Kakek." ujar Kakek Arya tiba-tiba.     

Aku dan Astro menatap Kakek Arya dalam diam. Kami memang sudah mendapatkan informasi itu dari Ayah dan dugaan Ayah tepat sekali. Aku hanya tak menyangka Tante Lusi akan pindah secepat ini.     

"Kakek berharap kalian bisa pulang ke sini kalau kalian punya waktu. Bagus kalau Kakek bisa main sama cicit dulu sebelum Kakek meninggal nanti." ujar Kakek Arya dengan senyum masih terkembang di bibirnya.     

Aku dan Astro saling bertatapan sebelum menatap Kakek Arya kembali. Entah kenapa jantungku berdetak lebih kencang.     

Aku berusaha tersenyum pada Kakek Arya, "Kakek masih muda kok. Masih gagah."     

"Pinter ngerayu persis Dewanto kalau lagi punya misi." ujar Kakek Arya dengan tatapan iseng. Kemudian tatapannya beralih ke Astro. "Kamu harus hati-hati, Astro. Istri kamu punya bakat alami dari Dewanto."     

Astro mengangguk dan menatapku dengan tatapan lembut, tapi mengintimidasi. Tatapannya yang biasa, yang membuatku tak bisa berpaling darinya.     

=======     

Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.