Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Astronomi



Astronomi

0"Seriously?" aku bertanya setelah membaca laporan hasil sidang hari ini.     

Astro menoleh padaku dan mengangguk, "Punya saran?"     

Aku menghela napas perlahan sambil meletakkan kertas laporan yang baru saja kubaca ke atas meja, lalu menyandarkan punggung ke sofa studio dan berpikir.     

Om Neil memang belum memutuskan akan benar-benar menyetujui reka adegan atau tidak. Kesaksian Jian juga tak mendapatkan bantahan dari orang lain karena memang tak ada yang memperhatikan kami saat itu. Kami beruntung semua orang sibuk dengan lawan masing-masing saat Astro menembak salah satu pengawal Zenatta.     

Masalah yang dimaksud Astro adalah bertambahnya pasal tuntutan untuk Gerard dari seorang kolektor lukisan yang tertipu dengan salah satu lukisan buatan Gerard, yang kebetulan diketahui oleh Eboth saat kolektor itu sedang melayangkan surat tuntutan sebelum sidang lanjutan kasus Zenatta dimulai.     

Astro sudah berkata akan membantuku bicara dengan Gerard entah bagaimana caranya. Namun dengan adanya kasus ini, kurasa aku bahkan tak akan bisa meminta tolong pada siapapun untuk meringankan hukuman untuk Gerard. Tidak pada Opa atau Kakek Arya walau aku bisa saja beralasan Gerard berada di resepsi kami untuk berusaha membantuku.     

Aku memang tak sempat mengatakan apapun pada Kakek Arya mengenai pesan yang kutemukan di balik lukisan karena aku tertidur hingga saatnya kami kembali ke Surabaya setelah membahas Opa beberapa hari lalu. Aku berencana akan menelepon Kakek Arya, tapi aku belum memiliki waktu karena sibuk dengan pembuatan bros di workshop. Namun dengan keadaan saat ini, kurasa aku akan menyerah saja.     

"I have no idea." ujarku lirih sambil terus menatap ujung pandanganku ke dinding studio.     

Astro mengelus puncak kepalaku dan membuatku menoleh padanya, "Ga usah dipaksa. Kalau ada kesempatan buat kamu ngobrol sama Gerard, kalian pasti ketemu."     

Aku menatapnya dalam diam dan mengangguk. Aku tahu Astro benar, tapi ...     

"Kamu ga cemburu?" aku bertanya.     

"Kalaupun dia suka sama kamu, dia bisa apa? Dia musuh keluarga kita sekarang. Walau dia bilang dia ikut ke resepsi buat bantu kamu."     

Aku terdiam hingga dia mengalihkan tatapannya dariku dan kembali berkutat dengan koordinasi renovasi resortnya dengan Ray melalui laptop. Aku memang sudah menemaninya bekerja selama beberapa lama sambil membaca skenario reka adegan dan laporan sidang kasus Zenatta hari ini.     

Aku menaikkan kedua kaki dan bersila sambil menggeser arah tubuh untuk menatap Astro, lalu menyandarkan dagu di bahunya sambil mengelus rambutnya perlahan. Aroma green tea menguar dari sana.     

Dua setengah tahun yang lalu saat kami masih saling menutup perasaan kami masing-masing, Astro pernah menyandarkan pelipisnya di bahuku dan membiarkanku mengelus rambutnya. Waktu cepat sekali berlalu.     

"Aku bisa nunggu." ujarku tiba-tiba.     

Astro menoleh dan mengecup bibirku, "Ga perlu buru-buru kan?"     

Aku mengangguk. Aku memang sudah berkata aku tak terburu-buru untuk bisa menemui Gerard pada Astro sejak berminggu-minggu yang lalu.     

Astro memberi isyarat padaku untuk merebahkan kepalaku di pangkuannya. Aku menurutinya, lalu menyusupkan kepala dan kedua tanganku ke dalam kaos yang dipakainya. Namun di dalam pikiranku yang sedang berkelana jauh menggapai ingatan masa lalu, yang terbayang adalah wajah Gerard saat kami sedang belajar membuat sketsa bersama.     

Entah apakah karena aku sempat memimpikan Gerard hingga aku mengingat wajahnya dengan baik saat ini, tapi kurasa ingatanku tentangnya perlahan kembali padaku. Aku tak yakin apakah kejadian di mimpiku bersamanya di hutan saat itu benar-benar terjadi, tapi aku mengingat dengan jelas saat kami membuat sketsa bersama di teras depan rumah peninggalan Ayahku di Bogor.     

Astro mengelus kepalaku dari balik kaos yang dikenakannya, "Jangan terlalu banyak mikir. Kamu harus istirahat."     

Aku hanya mengangguk singkat. Kuharap dia tahu aku setuju dengannya walau aku tak mengatakan apapun.     

Astro menyingkap kaosnya dan mengelus pipiku dengan lembut, "Besok sore kita kencan ya."     

Aku menoleh untuk menatapnya, "Mau ke mana?"     

"Besok kamu tau." ujarnya dengan senyum tipis yang menghiasi bibirnya.     

Aku menatapnya dalam diam dan mengangguk.     

"I know something bothering you (Aku tau ada sesuatu). Kamu selalu bisa cerita ke aku." ujarnya dengan tatapan yang berubah menjadi tatapan khawatir.     

Aku menggeleng, "Aku lagi mikir mau bikin lukisan buat nutup jalan ke workshop. Buat kamuflase. Kamu punya ide, mau aku ngelukis apa?"     

Astro menatapku dalam diam selama beberapa lama sebelum bicara, "Mau lukis rumah tua peninggalan kakek Indra?"     

"Kamu punya fotonya? Aku kan belum pernah ke sana."     

"Aku bisa minta Teana fotoin kalau kamu mau lukis itu."     

Aku mengangguk dan tersenyum, "Boleh. Nanti aku chat Teana."     

Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Kamu kalau lagi ngomongin lukisan bisa tiba-tiba berubah kayak orang lain."     

"Masa sih?"     

Astro mengangguk, "Aku suka kok. Aku suka semuanya."     

"Yeah, right. All of me." ujarku sambil tersenyum manis karena aku sedang ingin menggodanya.     

Astro menyentil dahiku pelan, "Belum waktunya, kamu tau? Aku mau kamu istirahat beberapa hari lagi. Aku bisa kok nahan diri."     

Begitu mudahnya dia menyadari ke mana arah pembicaraanku beralih. Namun jika ucapannya benar, maka aku sudah tertipu mentah-mentah olehnya. Aku selalu merasa bersalah jika menolaknya bercinta hingga aku sering memaksakan diri untuk menemaninya.     

Aku mencubit pipinya dengan kencang, "Jelek!"     

Astro tertawa puas sekali walau aku masih mencubitnya, "Kamu imut banget, kamu tau?"     

"Puas ya kamu berhasil ngerjain aku." ujarku tanpa melepas cubitanku padanya.     

"Hahaha ... puas banget! Udah lama banget aku mau ngerjain kamu, tapi selalu ga jadi soalnya aku khawatir opa illfeel ke aku. Pertama kali ketemu kamu, kamu udah nyebelin banget. Hampir aja aku ngerjain kamu waktu itu. Tadinya mau aku suruh kamu nganter buku astronomiku ke rumah waktu kamu nelpon trus aku mau pura-pura bukuku kamu rusakin, tapi ga jadi. Hahaha ..."     

Astaga ... dia bahkan sudah berencana untuk mengerjaiku sejak pertama kali kami bertemu.     

Aku melepas cubitanku dan memberinya tatapan tajam, "Awas kamu ya. Aku ga akan gampang ditipu lagi sama kamu."     

Astro menghentikan tawanya dan menatapku dengan tatapan lembut, "Sorry, aku ga berniat nipu. Aku refleks bersikap kayak gitu karena mau liat reaksi kamu."     

Aah laki-laki ini benar-benar....     

"Jadi kamu sengaja ninggalin buku kamu di rumah Opa?" aku bertanya.      

Astro hanya mengangguk sambil menggigit sedikit ujung bibirnya.     

"Lucu ya?"     

Astro tersenyum tipis dan mengangguk. Sial ... dia bahkan tak berusaha mengelak.     

Aku baru saja berniat untuk kabur, tapi aku membatalkannya. Aku sudah berjanji untuk tak melakukannya lagi. Lagi pula, aku sudah mendapatkan teguran dari Kakek Arya dan Ayah. Aku tak akan melanggar janjiku.     

Aku menghela napas perlahan dan menggeser kepalaku menghadap perut Astro, lalu membenamkan wajahku. Aku baru saja berpikir akan menggigit pinggangnya, tapi aku juga membatalkannya. Ini benar-benar terasa menyebalkan.     

"Jangan ngambek terus. Nanti cantiknya ilang." ujar Astro tiba-tiba.     

Aku akan mengabaikannya. Aku tahu dia sudah berkutat dengan laptopnya kembali karena aku bisa merasakan pergerakan tangannya.     

"Aku ga akan ngerjain kamu lagi, tapi jangan kaget kalau sikapku berubah." ujarnya sambil mengelus kepalaku sesaat sebelum kembali mengetik.     

Tiba-tiba saja kelebatan ingatan paragraf di buku astronomi miliknya bertahun-tahun lalu teringat jelas si kepalaku. Kalimat yang membuatku menyadari bagaimana caranya bersyukur di tengah suasana hatiku yang begitu sedih karena ditinggalkan keluargaku untuk selamanya.     

...     

Kamu bisa bermimpi berpetulang di galaksi paling jauh di alam semesta. Namun dengan mengenal dirimu sendiri, kamu akan tahu bahwa keajaiban alam semesta ada bersamamu dalam setiap atom yang membentuk tubuhmu.     

...     

Aku terdiam dan berpikir. Jika dugaanku benar berarti ...     

Aku menggeser kepalaku untuk menatap Astro, "Apa yang kamu kerjain sekarang udah jadi mimpi kamu dari dulu?"     

Astro menghentikan gerakan jarinya dan menatapku, "Kenapa nanya itu?"     

"Kamu suka alam semesta kan? Aku tau kamu suka liatin bintang. Kamu bahkan punya teleskop, tapi kamu kasih ke Axe."     

Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Ternyata aku salah. Aku pikir kamu ga akan nyadar."     

"Seriously?"     

Astro mengangguk, "Yang aku lakuin sekarang menuju ke sana, Honey. Aku cuma harus ngumpulin lebih banyak modal buat mulai."     

Aku menatapnya dalam diam, tapi aku terpana. Kurasa dia serius dengan ucapannya, coba lihat tatapan matanya yang berkilauan.     

=======     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow nou di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.