Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Lepas



Lepas

1Aku menatap Xavier dalam diam, dengan penuh perhitungan. Aku tak mungkin membahas tentang pertunangan Tiffany dan Petra di sini. Tidak saat ada Denada di sekitar kami.     

"Nanti aku chat." ujarku.     

Xavier masih tersenyum lebar padaku. Entah apakah itu adalah efek vodka yang baru saja dia habiskan atau memang dia merasa sangat senang karena aku menyadari Tiffany dari layar handphonenya, tapi akan lebih baik jika kami membahasnya di tempat lain.     

Xavier mengalihkan tatapannya dariku dan menatap Denada cukup lama. Aku hanya berharap Xavier tak ada hubungannya dengan pertunangan Tiffany dengan Petra. Walau sudah jelas dia pasti mengetahuinya.     

Astro mengelus jariku perlahan, membuatku menoleh padanya. Sepertinya dia menyadari ada sesuatu antara aku dan Xavier.     

"Nanti aku ceritain." bisikku.     

Astro justru menatap Xavier dengan tatapan tajam, yang disambut senyuman lebar oleh Xavier. Aku tahu Astro memang mudah sekali cemburu, tapi entah kenapa ini terasa lucu.     

"Kalian kalau lagi making love pakai kondom?" tiba-tiba saja Hendry bertanya.     

Aku terkejut mendengarnya, bahkan kurasa wajahku memerah sekarang. Aku menoleh untuk menatap Astro dan berharap dia tak akan memberitahukannya pada Hendry.     

"Menurut kamu?" Astro bertanya sambil meraih pinggangku dan memelukku erat.     

Hendry menaikkan bahu dan menoleh ke arah Viona, "Dia pasti mau nyuruh kita cepet nikah."     

Viona menatap Hendry dengan tatapan tak percaya, "Kamu serius?"     

Hendry mengangguk dan mengeluarkan sebuah kotak dari sakunya, "Will you marry me?"     

Entah bagaimana tiba-tiba saja ada pekikan terkejut dan teriakan penuh semangat untuk meminta Viona menerima lamaran Hendry. Aku bahkan merasa ikut bersemangat hingga mengelus wajah Astro dan tersenyum lebar padanya.     

"Aku yang nyuruh Hendry ngelamar semalem." bisik Astro tepat ditelingaku.     

Aku menatapnya tak percaya, tapi tak mengatakan apapun. Aku tahu Astro memang selalu bersemangat menularkan prinsip hidupnya pada orang lain, tapi aku terkejut karena Hendry benar-benar menerima saran darinya. Aku masih tersenyum lebar saat menatap Astro, tapi senyumku menghilang saat mendengar suara Viona.     

"Aku ... ga mau nolak, tapi... aku belum bisa nerima sekarang. Sorry." ujar Viona dengan tatapan penuh rasa bersalah.     

Entah kenapa Hendry justru tersenyum mendengar jawaban Viona. Lalu mengamit tangan Viona dan memasangkan cincin mutiara ke jari manisnya.     

Cincin mutiara itu adalah salah satu cincin perak yang kukirim kemarin melalui ekspedisi, yang membuatku baru saja menyadari kotak yang dikeluarkan Hendry memiliki tulisan "Lauvender Jewelry". Seingatku aku mengirimkannya dengan atas nama orang lain, seseorang bernama Hona.     

"Aku tau kamu pasti jawab begitu, tapi aku ga keberatan. Ini hadiah buat kamu." ujar Hendry saat Viona menatapnya dengan tatapan tak percaya dan bingung di saat yang sama.     

Viona terlihat sedang mengumpulkan kalimat untuk menjawab sambil menatap cincin di jari manisnya dengan tatapan haru, "Ini cantik banget."     

Hendry menoleh dan menatapku, "Viona bilang cincinnya cantik. Thank you."     

Kurasa aku tak dapat menyembunyikan senyum di bibirku, "My pleasure."     

Viona menutup mulut dengan tangannya sebelum melepasnya kembali, "Kamu yang bikin?"     

"Aku yang bikin desainnya, tapi Qori yang bikin cincinnya. Aku seneng kalau kamu suka." ujarku dengan senyum masih terkembang di bibirku.     

Viona menatap Hendry dengan mata berbinar, "Aku ... thank you. Aku pasti kasih tau jawabannya kalau aku udah siap."     

Hendry mengecup bibir Viona dan Viona membalasnya, membuatku mengalihkan tatapanku. Namum aku menangkap sosok Denada yang sedang terguncang. Kurasa aku tahu kenapa.     

"Aku ke toilet dulu ya." ujarku sambil bangkit dan menghampiri Denada.     

Aku tahu Astro berniat untuk ikut, tapi aku memberinya tatapan tajam. Aku mengamit tangan Denada dan mengajaknya berjalan menjauh. Akan lebih baik jika Denada tak melihat kelanjutan adegan Hendry dan Viona.     

Denada memelukku dan melepas tangisannya saat pintu toilet baru saja tertutup. Untunglah tak ada seorang pun di sini.     

Aku memeluk Denda dan mengelus bahunya. Kurasa aku akan menunggu Denada hingga mampu menguasai dirinya kembali sebelum mengatakan apapun.     

Aku mengenal Denada bertahun-tahun. Aku tahu Denada memang sangat sensitif dan perfeksionis. Aku akan mengirimkan pesan pada Astro bahwa kami membutuhkan waktu sedikit lebih lama saat Denada sudah merasa lebih tenang.     

"Aku ... ikut seneng, Za, tapi hatiku ... sakit." ujar Denada sambil terisak di pelukanku.     

"Aku tau. Tenangin diri kamu dulu ya."     

Denada mengangguk dalam diam sambil terus menangis. Aku hanya mampu diam menunggunya melepas pelukannya.     

Bagaimana aku akan memberitahu padanya Petra sudah berselingkuh darinya jika Denada sedang merasa begitu terluka hanya dengan melihat Viona dilamar?     

Memikirkan apa hubungan Xavier dengan Tiffany juga membuat kepalaku berdenyut mengganggu. Mereka tak mungkin mantan kekasih karena Xavier tak telihat seperti laki-laki yang akan menyimpan foto mantan kekasih. Aku cukup yakin dengan dugaanku.     

Denada menarik napas panjang sebelum melepas pelukannya padaku dan menghapus air mata yang mengalir di pipinya dengan kedua tangannya. Make up yang dia pakai terlihat sedikit berantakan karena usapan tangan di wajahnya.     

Aku mengambil tisu dari samping wastafel dan mengamit kedua tangan Denada. Aku mengelap sisa air mata di wajahnya dengan tisu, "Hati-hati nanti make up kamu rusak."     

Denada hanya bergeming sambil menatapi lantai sementara aku membantunya mengelap sisa air matanya, "Nasibku jelek banget."     

"Ssstt ga boleh bilang begitu. Hidup kita jauh lebih beruntung dibanding banyak orang lain. Kamu cuma lagi sedih karena Petra gantungin kamu."     

Denada mendongkak untuk menatapku. Air mata mengalir kembali dan membasahi pipinya. Aku tahu dia sedang berusaha mengatakan sesuatu, maka aku menunggunya bicara dalam diam.     

"Aku sama Petra udah punya banyak rencana dari pertama kita pacaran dulu. Kita punya buku khusus buat semua to do list kita. Buku itu ada sama aku." ujar Denada yang terlihat ragu-ragu sebelum melanjutkan kalimatnya. "Tapi sekarang rasanya buku itu udah ga ada gunanya."     

Aku mengelus bahu Denada untuk membantunya menenangkan diri, "Kapan kamu mau ketemu Petra lagi?"     

Denada menggeleng dengan gusar, "Aku ga tau. Aku ga mau nanya karena aku ga mau terlalu berharap. Aku ga mau kayak kemarin lagi dan bikin Petra malah ngejauh dari aku karena aku terlalu nuntut."     

Andai Denada tahu Petra sudah bertunangan dengan perempuan lain. Aku ingin sekali bicara dan memberitahu padanya apa yang terjadi, tapi aku tak yakin dia akan mampu menerima kenyataan itu sekarang. Tidak di saat dia sedang merasa begitu terguncang setelah melihat Viona dilamar.     

"Kamu harus nanya Petra. Minta dia kasih kamu kepastian. Kamu ga bisa begini terus. Cuma kamu yang sakit." ujarku sambil terus mengelap air mata yang jatuh dari pelupuk mata Denada.     

"Aku ga bisa begitu, Faza. Aku ga mau dia ninggalin aku."     

Aku menghela napas, "Dia akan tetep ninggalin kamu kalau emang dia brengsek, Denada. Dia ga bisa liat kamu yang udah setia sama dia kayak gini. Dia ga bisa ngehargain kamu yang udah rela ngalah demi dia. Kamu punya hak buat dapet kepastian dari dia. Apa susahnya sih buat dia ngasih kamu waktu yang jelas?"     

Denada menatapku dengan tatapan bingung dan terkejut di saat yang sama. Sepertinya dia tak sanggup mengatakan apapun.     

"Kamu cantik banget. Kamu baik. Nilai akademik kamu juga bagus Denada. Kamu cuma bodoh kalau udah berurusan sama Petra. Kamu bisa kok minta dia komitmen sama kamu. Kalau emang dia ga mau, kamu bisa tinggalin. Kamu ga perlu nunggu Petra yang mutusin kamu duluan."     

"Aku udah bertahun-tahun sama Petra, Za. Ga segampang itu buat ..."     

"Kamu juga punya bertahun-tahun ke depan yang belum kamu jalanin, Denada. Kamu ga mungkin jalanin bertahun-tahun kamu ke depan kayak gini terus. Kamu punya masa depan. Kamu punya hak buat move on."     

"Tapi ..."     

"Lepasin Petra, Denada. Kamu berhak dapetin yang lebih baik dari dia."     

=======     

Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.