Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Prinsip



Prinsip

1Aku meminta Denada menunggu di toilet sementara aku mengambil tas yang Denada tinggalkan di sofa yang tadi dia duduki. Aku mengambil langkah panjang dan cepat karena aku khawatir Denada akan melakukan hal bodoh jika aku terlalu lama meninggalkannya sendiri.     

"Sorry, Denada duluan ya. Nanti aku balik lagi kok." ujarku sambil mengamit tas Denada.     

Jelas sekali teman-temanku khawatir dengan Denada karena tadi kami ke toilet tiba-tiba dan sekarang Denada memutuskan untuk pulang. Rasa bersalah juga terlihat jelas di tatapan Viona padaku.      

Xavier baru saja akan bangkit. Namun aku menahannya dengan meletakkan tanganku di bahunya, "Jangan sekarang, Vier. Kasih waktu buat Denada sendiri dulu, please."     

Xavier terlihat tak rela, tapi mengangguk pada akhirnya. Astro justru bangkit dan mengamit tanganku yang masih berada di bahu Xavier, lalu menatapku dengan tatapan sendu. Aku lupa Astro tak akan membiarkanku disentuh atau menyentuh laki-laki lain selain dirinya.     

"Aku anter Denada ke mobil dulu. Nanti aku balik lagi." ujarku sambil melangkah menjauh, tapi Astro mengikuti langkah kakiku. "Aku mau minta Kyle anter Denada pulang. Kita masih lama di sini kan?"     

Astro hanya mengangguk dengan tatapan khawatir. Dia bahkan tidak menggenggam tanganku. Mungkin dia tahu Denada bisa merasa jauh lebih buruk hanya dengan melihat kami berpegangan tangan.     

Aku masuk ke toilet dan mengambil kotak kecil berisi make up dari tas Denada, lalu membantu Denada membetulkan make up di wajahnya yang sedikit berantakan karena Denada mengusapnya terlalu kasar saat menangis. Aku membereskannya kembali dan mengambil kunci mobil Denada, lalu mengamit tangan Denada sambil keluar dari toilet.     

Denada menatap Astro yang menunggu di depan pintu dengan tatapan sendu, tapi segera mengalihkan tatapannya menuju tangga yang akan kami lewati. Kurasa akan lebih baik jika kami segera mengantar Denada pulang.     

Kami berjalan dengan cepat hingga sampai di parkiran tak lebih dari sepuluh menit. Kyle terlihat terkejut saat mendapati kami berjalan ke arahnya dan segera keluar dari mobil.     

"Nona mau pulang sekarang?" Kyle bertanya.     

Aku menggeleng sambil mengajak Kyle berjalan menuju mobil Denada. Aku membuka pintu di sebelah kemudi dan mendorong Denada untuk duduk dan memberikan kunci mobil Denada pada Kyle yang masih terlihat bingung.     

"Anter Denada pulang. Nanti kamu balik lagi ke sini jemput kita. Alamatnya nanti aku chat." ujarku.     

"Tapi pertemuan Nona belum selesai." ujar Kyle.     

"It's okay. Ada Jian yang jagain kita kan? Kita masih lama kok di sini. Kamu bisa anter Denada pulang dulu." ujarku sambil mengeluarkan handphone dan memberi Kyle alamat rumah Denada melalui pesan, "Tolong ya, Kyle. Kita baik-baik aja kok di sini."     

Kyle terlihat bimbang dan menatap Astro. Astro hanya memberi Kyle anggukan kepala.     

"Kalau mamanya nanya nanti, bilang aja kamu kerja buat aku." ujarku.     

"Baik kalau begitu. Kyle anter Nona Denada dulu." ujar Kyle.     

Aku dan Astro hanya mengangguk. Lalu Kyle menghampiri kemudi, menyalakan mesin mobil dan berlalu.     

Astro mengamit tanganku dan mengelus jariku, "She will be fine (Dia akan baik-baik aja), Honey."     

Aku menoleh untuk menatapnya, "Denada ga baik-baik aja. Dia ga pernah begini."     

"Kita kasih dia waktu, ya?"     

Aku hanya mampu mengangguk. Entah apakah aku yang terlalu terbuka mengemukakan pendapatku pada Denada, tapi Denada meminta pulang tepat saat aku memintanya meninggalkan Petra. Memikirkan ini membuatku merasa buruk dengan diriku sendiri.     

"Vier kenal sama Tiffany."     

"Tiffany?"     

"Tunangan Petra."     

Astro menatapku penuh minat, tapi tak mengatakan apapun.     

"Nanti aku mau nanya, tapi lewat chat aja. Aku ga mau yang lainnya ada yang sadar soal Tiffany tunangan sama Petra."     

Astro hanya mengangguk, lalu mengamit pinggangku dan menarikku mendekat padanya. Dia mengajakku berjalan kembali ke ruangan pertemuan kami dalam diam.     

"Udah pulang?" Xavier bertanya padaku saat aku menghempaskan tubuh di sofa yang tadi kutinggalkan.     

Aku mengangguk, "Jangan chat atau telpon Denada, Vier. Biar Denada sendiri dulu."     

Xavier hanya mengangguk dan beranjak. Dia menghampiri bar di salah satu sudut dan meminta segelas vodka pada bartender.     

"Sorry, aku ga tau akan jadi begini." ujar Viona.     

"Bukan salah kamu. Denada ikut seneng kok kamu dilamar, dia cuma keinget Petra. Dia lagi gampang baper belakangan ini. Kita biarin dia sendiri dulu ya." ujarku.     

Viona mengangguk walau tatapan matanya terlihat tak rela, lalu menatap Hendry. Hendry hanya mengecup dahi Viona.     

Aku baru merasakan suasana tegang di antara kami membuat kami canggung. Andai Xavier tak segera kembali duduk mungkin kami masih akan saling berdiam diri.     

"Aku pesen satu kalung buat mama. Nanti aku chat kamu." ujar Xavier padaku.     

"Okay, nanti aku bikinin desain khusus."     

"Ada yang liat Angel hari ini?" Astro bertanya, yang membuatku menoleh padanya. Ini adalah pertama kalinya Astro mencari Angel.     

"Kayaknya ga dateng. Kamu mau ngapain?" Viona bertanya.     

"Mau ngobrol sebentar. Ada yang tau nomor barunya? Kayaknya nomornya yang lama udah ga aktif."     

"Bukannya nomornya masih sama? Aku masih liat dia ganti status tadi pagi." ujar Paolo.     

Astro terlihat berpikir sesaat dan tersenyum tipis, "Berarti aku yang diblokir."     

"Kamu bisa nanya aku kalau kamu butuh informasi, Astro." ujar Viona.     

Astro terdiam sesaat sebelum bicara dengan pelan, "Kamu tau kenapa dia putus sama Donny?"     

"Bukannya Donny yang mutusin Angel?" kak Sendy bertanya.     

"Karena Donny tau dia cuma diperalat. Angel sukanya sama kamu. Semua orang tau soal itu. Donny cuma lagi kelewat seneng waktu Angel mau diajak jalan." ujar Xavier.     

Aku menatap Xavier penuh minat. Aku tak tahu dia memiliki informasi itu walau aku memang sudah menduga hal yang sama.     

Astro mengangguk, "Ada yang tau informasi lain soal Zenatta?"     

"Soal itu ... kayaknya kamu harus hati-hati sama om Hubert. Kamu tau Gerard?" kak Sendy bertanya.     

Astro hanya menatap kak Sendy penuh minat, tidak mengiyakan juga tidak membantah.     

"Gerard sama om Hubert pernah ketemu Faza di galeri. Kamu inget kan?" kak Sendy bertanya padaku.     

Aku hanya mengangguk.     

"Sebenernya papa sempet mau batalin tawaran buat kamu jadi pengurus, tapi papa masih liat-liat situasi. Papa ga mau om Hubert nyari kamu di galeri di Surabaya nanti."     

Begitukah?     

"Kabarin aku kalau om Hanum beneran batalin tawarannya buatku ya, Kak. Aku ... ga masalah kok. Biar aku bisa ngatur jadwal buat kejaanku yang lain." ujarku.     

Kak Sendy mengangguk walau terlihat khawatir. Aku tahu betapa dia sangat mengharapkanku menggali passion melukisku.     

Astro mengamit kepalaku dan mengecup puncaknya, "Kerjaan kamu berkurang satu."     

Aku menoleh padanya dan memberi tatapan sebal, "Seneng ya?"     

Astro hanya memberiku senyum menggodanya yang biasa dan tak mengatakan apapun. Sepertinya aku baru menyadari dia berani bertingkah seperti ini karena Denada sudah pulang dan aku tak dapat menyembunyikan senyum di bibirku karenanya.     

"Okay, sekarang ada dua pasang manusia yang mulai bikin aku panas. Ada lagi yang mau nyusul?" Xavier bertanya sambil mengedarkan tatapannya pada kami. "Paolo, bukannya kamu udah punya pacar? Kenapa dia ga ikut?"     

Jika bukan karena Xavier yang bertanya, mungkin aku sudah melupakannya. Astro memang pernah memberitahuki Paolo mungkin akan membawa pacar barunya ke pertemuan.     

"Dia belum berani ketemu kalian yang orang-orang luar biasa ini. Lagian, belum jadi istri. Jadi ... nanti dulu aja." ujar Paolo sambil tersenyum.     

"Kamu niat nikah muda juga?" Xavier bertanya.     

"Liat mereka mesra begitu, siapa yang ga pengen?" ujar Paolo sambil menatapku dan Astro bergantian.     

Andai saja mereka tahu, kami tak selalu mesra seperti anggapan mereka. Kami bertengkar, saling mendiamkan, bicara seadanya, lalu kembali berbaikan karena tak tahan untuk saling bicara.     

"Kalian kalau mau nikah muda, pikirin baik-baik dulu. Prinsip hidup kita kan ga sama." ujarku dengan hati-hati.     

"Tapi hidup kita seru kan? Kalau ngambek ga bisa lama-lama." ujar Astro dengan senyum menggoda yang masih menghiasi bibirnya.     

=======     

Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.