Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Berdebat



Berdebat

0Kami sampai di rumah Mayang sebelum jam empat sore. Mayang mengajakku dan Astro berbincang di bawah pohon belimbing di teras tengah rumahnya. Sedangkan Kyle menolak dengan sopan untuk ikut masuk ke rumah dan memutuskan menunggu di teras depan.     

"Mama ada jadwal seminar?" aku bertanya.     

Mayang mengangguk, "Soalnya aku udah bilang aku mau hang out."     

Kalimatnya membuatku merasa buruk dengan diriku sendiri. Sebetulnya aku tak tahu apa yang akan kujelaskan pada Mayang tentang kejadian siang tadi saat Denada begitu terguncang karena melihat Viona dilamar. Aku tak mungkin bercerita tentang pertemuan rutin kami padanya.     

Aku juga tak tahu bagaimana aku akan menjelaskan tentang Petra yang bertunangan. Aku masih mengingat dengan jelas saran Astro untuk tak memberitahukannya pada Mayang atau Mayang mungkin saja akan lebih terbawa emosi.     

Aku bahkan sama sekali tak tahu bagaimana aku akan menjelaskan keadaan Denada padanya. Aku tak yakin apakah kami akan bisa bertemu Denada dalam waktu dekat.     

"Aku besok ada waktu kosong di jam sepuluh sampai jam dua, tapi aku ga tau Denada bisa atau ga." ujarku.     

"Sebentar aku tanya di grup." ujar Mayang sambil mengambil handphonenya yang tergeletak di kursi kayu panjang tempat kami duduk dan mengetik pesan. "Ga biasanya Denada ga baca grup kan? Dia aneh banget banget hari ini. Tadi aku coba telpon juga ga diangkat. Padahal tadi pagi masih bales chat."     

"Mungkin lagi sibuk, May."     

Mayang menggeleng, "Sesibuk-sibuknya Denada dia ga pernah ga buka chat grup. Pasti ada yang ga beres."     

Aku menatap Astro untuk memberi saran padaku, tapi Astro hanya diam. Kurasa aku memang hanya akan melepas rinduku pada Mayang hari ini.     

"Gimana kalau besok kita ke rumah Denada?" tiba-tiba saja Mayang bertanya.     

"Tunggu sampai Denada respon aja. Dari pada kalian ke sana, tapi Denada ga di rumah." ujar Astro.     

"Aku bisa telpon mamanya." ujar Mayang sambil mengetik nama kontak mama Denada.     

Aku menahan lengan Mayang untuk membuatnya membatalkan niatnya, "Mama Denada lagi sibuk sama ibu ngurusin panti. Jangan telpon sekarang."     

Aku tahu aku baru saja berbohong, tapi Mayang membatalkan niatnya untuk menelepon mama Denada dan itu membuatku merasa lega, juga bersalah di saat yang sama. Kurasa aku harus menelepon mama Denada saat pulang sebelum Mayang melakukannya lebih dulu.     

"Rasanya aneh kita ketemu, tapi ga ada Denada. Biasanya dia yang paling cerewet, semuanya dibahas." ujar Mayang.     

Kurasa tak dapat menyembunyikan senyum di bibirku. Mayang benar. Denada lah yang biasanya sangat pintar mencari topik pembahasan, tapi sekarang dia sedang berada di titik terendahnya seorang diri.      

Mungkin ide yang bagus jika kami datang ke rumah Denada besok, tapi aku harus bertanya pada mama Denada lebih dulu. Denada mungkin saja sedang tak ingin bertemu kami karena suasana hatinya sedang buruk sekali.     

"Kamu balik ke Bandung besok sore?" aku bertanya pada Mayang.     

"Besok malem, Za. Aku dapet tiket jam setengah delapan. Mungkin kita bisa ketemu di bandara kalau kalian dapet tiket di jam itu juga."     

"Kita belum cari tiket sih. Nanti aku kabarin kalau bisa ketemu di bandara."     

"Oh iya, kamu jadi sparing sama Zen besok?" Mayang bertanya pada Astro.     

"Jadi besok sore. Kamu mau nonton?" Astro bertanya.     

"Ajak Denada nonton yuk, Za. Dia harus cepet move on dari Petra." ujar Mayang.     

Astaga ... yang benar saja?     

Aku memiliki janji akan mencium Astro di depan Zen. Aku sudah merasa sangat buruk karena mama Zen akan berada di sana. Sekarang bahkan Mayang ingin mengajak Denada menonton bersama kami? Aku benar-benar merasakan firasat buruk andai itu semua terjadi.     

Aku menatap Astro dengan tatapan tak percaya karena dia justru sedang tersenyum lebar. Entah apa yang sedang dia pikirkan sekarang.     

"Kamu mau jodohin Denada sama Zen?" Astro bertanya.     

"Kalau bisa. Kemarin Denada bilang Zen ganteng. Denada ga biasanya ngasih pujian cowok." ujar Mayang.     

"Katanya mau dijodohin sama Kyle?" aku bertanya.     

"Yang mana aja boleh deh. Yang penting Denada cepet move on dari Petra. Aku punya firasat jelek kalau Denada maksain diri pacaran sama Petra terus." ujar Mayang.     

Astro menatapku dengan tatapan yang sulit kutebak dan mengalihkan tatapannya ke Mayang, "Kamu ga pacaran?"     

"Aku?" Mayang bertanya.     

Astro hanya mengangguk.     

"Aku ga minat. Aku mau selesaiin kuliah, kerja di bidang yang aku mau, baru nyari calon suami sambil jalan. Aku ga mau buang-buang waktu buat pacaran." ujar Mayang.     

Astro tersenyum lebar sekali, "Kamu lagi ngejar lulus cepet?"     

Mayang mengangguk, "Tiga tahun cukup buat S1. Aku mau liat lagi nanti. Kalau bisa lanjut S2 aku mau lanjutin."     

Astro mengangguk-anggukkan kepalanya, tapi tak mengatakan apapun. Kurasa aku tahu Astro akan menyimpan Mayang untuk Ray atau Axelle. Seorang seperti Mayang akan terlalu sayang jika tidak segera diambil, bukan?     

Mayang sudah menjaga dirinya dengan baik selama ini. Dia selalu berpegang teguh dengan prinsipnya walau dia selalu bertanya pada Denada bagaimana kelanjutan hubungannya. Kurasa hal itu wajar saja dilakukan karena Denada dan Petra adalah sahabatnya.     

Di titik ini, kurasa aku mengerti kenapa Astro melarangku menceritakan pertunangan Petra dengan Tiffany pada Mayang. Mayang bisa saja menjadi lebih sensitif saat menerima kabar itu dan bersikap lebih emosional pada Petra. Pendapat yang Astro kemukakan padaku saat itu benar. Aku lah yang terlambat menyadarinya.     

Aku mengamit tangan Astro dan menggenggamnya karena kupikir Mayang tak akan keberatan. Aku memang meminta Astro untuk tak bersikap begitu mesra saat ada Mayang dan Denada, tapi sebetulnya aku hanya merasa tak enak pada Denada.     

Mayang memperhatikan sikapku dan tersenyum, "Kalian harus jaga sikap kalau ketemu Denada. Denada paati baper liat kalian mesra-mesraan di depan dia."     

Andai Mayang tahu Denada sedang merasa sangat buruk karena melihat Viona baru saja dilamar oleh Hendry.     

"May, aku minta maaf rencana kita berantakan karena aku." ujarku.     

Mayang menggeleng dan tersenyum, "Aku ngerti jadwal kamu padat. Kamu kan jarang pulang, tapi masih harus ngurusin macem-macem. Lain kali aku bisa pulang lagi kok, nanti kita hang out ya."     

Aku mengangguk dan tersenyum. Aku akan memastikan Denada sudah melepas Petra saat Mayang menyempatkan diri untuk pulang lagi, hingga suasana pertemuan kami nanti menjadi jauh lebih baik.     

Aku memiliki hutang yang tak akan bisa kubayar dengan apapun pada Denada. Sedikit bantuan untuk melepas Petra mungkin akan membantu Denada memperbaiki perasaannya. Mungkin juga membantunya memutuskan pilihan hidup yang lebih baik.     

"Kamu besok ga ke mana-mana?" aku bertanya pada Mayang.     

"Aku di rumah aja besok. Kalian bisa ke sini lagi kalau kalian mau atau kalian bisa bilang aku kalau mau ngajak aku ketemu di luar." ujar Mayang.     

Aku mengangguk, "Nanti aku kabarin ya. Nanti aku coba telpon mamanya Denada, biar aku aja yang nanya Denada kenapa. Nanti aku kabarin kamu."     

Mayang terlihat ragu-ragu, tapi mengangguk pada akhirnya. Aku tahu Mayang pasti merasa ada sesuatu yang terjadi di antara kami, tapi Mayang lebih memilih untuk diam dan melihat situasi.     

Aku tahu Denada memutuskan untuk pulang karena aku menyakiti hatinya. Aku tahu aku harus meminta maaf untuk itu, tapi kurasa aku akan mengikuti irama yang dipilih Mayang untuk tetap diam. Setidaknya sampai Denada benar-benar siap untuk diajak bicara.     

"Kalian tau apa yang lucu?" tiba-tiba saja Astro bicara, membuatku menoleh padanya. "Kalian bertahun-tahun sahabatan kan? Aku ga punya sahabat lagi sekarang karena satu-satunya sahabatku udah jadi istriku dan kita debat tiap hari kayak kita sebelum nikah dulu. Kalian bertiga kenapa ga pernah keliatan lagi debat? Kayak saling ngerti padahal ga jelasin apa-apa."     

Aku dan Mayang saling bertatapan dan tersenyum. Sepertinya hal-hal seperti ini hanya bisa dipahami oleh kami. Menjelaskannya pada Astro akan sia-sia saja karena dia laki-laki. Terlebih, karena dia memang selalu menang dariku dan terus berusaha untuk menjadi lebih baik.     

Sedangkan aku, Mayang dan Denada menjadi sahabat karena kami merasa hanya dengan keberadaan kami saja sudah cukup bagi yang lain. Kami saling melengkapi tanpa menuntut.     

Astro memang menganggapku sahabat sebelum kami menikah, begitu pun denganku. Namun kami saling menginginkan satu sama lain dan kami sudah terbiasa berkompetisi hingga membuat kami sering sekali berdebat. Dua hal itu, jelas sangat berbeda.     

=======     

Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.