Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Sengatan



Sengatan

0Aku membiarkan Kyle yang mengetuk pintu rumah Denada saat kami sampai. Detakan jantungku kencang sekali, seolah bisa saja keluar dari tubuhku jika aku melihat Denada saat ini.     

Pintu terbuka dengan nanny Aster yang memberi isyarat pada kami untuk masuk, "Silakan duduk. Nyonya udah nunggu dari tadi. Saya panggilkan dulu."     

"Thank you, Nanny." ujarku sambil menarik Astro untuk duduk di salah satu sofa ruang tamu.     

Nanny Aster hanya mengangguk dan berlalu.     

"Tumben kita diminta nunggu. Biasanya langsung diajak ke kamar." ujar Mayang sambil duduk di sofa di sebelahku.     

"Ada Astro sama Kyle, May. Ga mungkin mereka diajak ke kamar Denada." ujarku yang mencoba memberi alasan.     

"Oh bener juga."     

Astro mengelus jariku perlahan dan berbisik tepat di telingaku, "Jangan tegang gitu, santai aja. Kamu bisa pakai mantra nervous dariku, kamu tau?"     

Astro benar. Aku mengatupkan kedua tanganku dan membukanya, lalu mengatupkannya kembali dan melakukannya berulang kali sambil menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Kurasa detakan jantungku berangsur jauh lebih santai sekarang.     

Aku bisa mendengar suara langkah kaki mendekat ke ruang tamu. Mama Denada muncul tak lama kemudian, dengan senyum terkembang di bibirnya walau tatapan matanya terlihat lelah.     

Aku bangkit untuk menyalami dan mencium tangan mama Denada. Lalu membiarkan Astro dan Mayang melakukan hal yang sama. Kyle hanya memberi mama Denada sebuah jabat tangan singkat dan anggukan kepala sebelum kembali duduk.     

"Mama minta maaf sebelumnya, Faza sama Astro bisa ketemu Denada dulu di dapur. Mayang sama Kyle di sini ngobrol sama Mama sambil nunggu ya." ujar mama Denada sambil duduk di salah satu sofa.     

Aku dan Astro saling bertatapan sebelum mengangguk dan bangkit. Kami menundukkan bahu untuk meminta izin pada mama Denada. Mama Denada mengangguk sebagai isyarat setuju pada kami.     

Astaga ... apa yang harus kukatakan pada Denada?     

Setiap langkah terasa berat bagiku. Andai tak ada Astro yang membimbing langkah sambil menggenggam tanganku, mungkin aku sudah berbalik dan memutuskan kembali lain hari.     

Aku menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Tepat saat aku melihat sosok Denada yang duduk membelakangi kami, jantungku terasa berhenti berdetak.     

"You can do this (Kamu bisa)." bisik Astro sambil menarikku berjalan mendekati Denada.     

Aku menatap Astro ragu-ragu, tapi aku mengikuti langkahnya dalam diam. Astro melepas tanganku saat kami sampai tepat di belakang Denada.     

Aku menelan semua kata yang mungkin keluar dari mulutku, tapi aku memeluk Denada saat aku sampai di sisinya. Aku benar-benar merasa bersalah saat melihat wajah Denada, sepertinya dia tak tidur semalaman.     

Aku hampir saja menangis melihatnya begitu menyedihkan hanya karena seorang laki-laki. Namum Denada membalas pelukanku dan membuatku tak tega untuk sekadar menatapnya dengan rasa kasihan.     

"I'm sorry." hanya kata itu yang mampu keluar dari mulutku saat Denada membenamkan wajahnya di pelukanku.     

Denada hanya menggeleng perlahan. Aku bisa merasakan kaos yang kupakai basah oleh air mata, tapi aku akan membiarkan Denada menangis sampai dia melepasku. Setidaknya hanya itu yang bisa kulakukan sekarang.     

"Ada Mayang sama Kyle di depan. Kamu harus berhenti nangis kalau ga mau keliatan jelek di depan mereka." ujar Astro yang sudah duduk di salah satu kursi.     

Aku memberi Astro tatapan tajam. Aku tahu Astro benar, tapi mengatakannya pada Denada sekarang terasa sangat tidak sopan.     

Denada melonggarkan pelukannya padaku dan melempar tisu yang sejak tadi dia genggam ke arah Astro, "Berisik!"     

Astro berhasil menghindari lemparan tisu dengan mudah, "Kalau mau marah-marah kamu harus punya tenaga. Makan dulu sana."     

"Dasar nyebelin! Kamu kenapa sih tahan aja nikah sama orang nyebelin begini? Laki-laki lain kan banyak, Faza."     

Aku menatap tingkah mereka dengan tatapan tak percaya. Seharusnya pertemuan kami adalah pertemuan penuh haru, bukan pertemuan aneh seperti yang sekarang sedang terjadi.     

"Kan kamu yang pertama kali bilang ke aku kalau kamu ga bisa liat Astro sama perempuan lain selain aku. Kamu yang bilang ke aku kalau aku harus nunggu Astro karena Astro mungkin cuma butuh waktu." ujarku pada Denada.     

Denada menatapku dalam diam. Entah ada apa dengannya hingga membuatnya kehilangan akal sehatnya seperti ini. Namun tiba-tiba aku benar-benar merasa kesal saat mengingat Petra lah yang menjadi sebab sahabatku menjadi begitu menyedihkan.     

Aku menghempaskan tubuhku ke salah satu kursi dan menariknya mendekat pada Denada, "Kamu ga tidur semaleman?"     

Denada hanya menggeleng pelan.     

"Kamu juga ga makan dari kemarin?"     

Denada mengangguk ragu-ragu.     

Aku bangkit dan berjalan mendekati kulkas. Ada banyak makanan matang di dalamnya. Aku membawanya ke microwave untuk kuhangatkan dan kembali ke meja makan dengan membawa semuanya di satu nampan.     

Aku mengambil piring dan mengambil porsi makanan untuk Denada, juga sebuah sendok dan garpu. Aku meletakkan semuanya di meja di hadapan Denada.     

"Makan sekarang. Kalau ga makan aku batalin rencana Kyle nemenin kamu ke Aussie lima hari buat ketemu Petra." ujarku sambil duduk kembali ke kursi yang tadi kutinggalkan.     

"Kamu bilang apa?" Denada bertanya dengan tatapan tak percaya. "Kyle mau ngapain?"     

"Nemenin kamu ke Aussie buat ketemu Petra. Opa ngasih Kyle cuti karena kalah main catur sama Astro semalem."     

Denada mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum bicara, "Kamu serius? Mama tau? Mama ngasih ijin?"     

"Aku batalin semua rencananya kalau kamu ga mau makan." ujarku dengan mantap tanpa menjawab semua pertanyaannya.     

Denada menatapku dalam diam selama beberapa lama, lalu mengambil sendok dan garpu yang sudah kusiapkan untuknya. Coba lihat bagaimana dia begitu lapar. Bagaimana bisa dia berpikir untuk tidak memakan apapun sama sekali sejak kemarin?     

Aku menghela napas dan menoleh untuk menatap Astro, "Kamu mau makan?"     

Astro menatapku tak percaya selama beberapa detik walau segera memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Emangnya ini rumah kamu? Nawarin orang makan sembarangan."     

Aku menaikkan bahu dan tersenyum manis, "Mama ga akan keberatan kalau ada yang nemenin Denada makan."     

"Sini kamu. Aku cium."     

Aku memberi Astro tatapan tajam dan melirik ke arah Denada. Sepertinya Denada sedang begitu konsentrasi menghabiskan makanannya karena sama sekali tak merespon ucapan Astro sesaat lalu.     

Astro hanya menggigit sedikit ujung bibirnya dan memberiku isyarat untuk mendekat padanya. Kurasa aku akan mengabaikannya.     

Aku menatap Denada yang sedang makan dengan lahap dalam diam. Aku akan menambahkan makanan ke piringnya jika Denada masih terlihat begitu antusias untuk melanjutkan makan. Namun Denada terlihat sudah cukup kenyang saat menyendok suapan terakhirnya, maka aku membatalkan niatku.     

"Kamu harus cuci muka trus dandan sebelum ketemu Mayang sama Kyle. Mata kamu bengkak banget. Kamu harus pakai concealer agak tebel." ujarku saat melihat Denada mengunyah suapan terakhirnya.     

Denada hanya mengangguk singkat, tak mengatakan apapun.     

"Aku tunggu kamu di ruang tamu ya." ujarku sambil bangkit, tapi Denada menahan lenganku.     

"Coba bilang sekali lagi. Kyle nemenin aku ke Aussie berapa hari?"     

"Lima hari. Kamu harus manfaatin waktu lima hari itu bikin kejutan buat Petra. Petra ga boleh tau kamu mau ke Aussie sama Kyle. Nanti kamu harus muncul di depan Petra tiba-tiba. Kamu ngerti?"     

Denada mengangguk, "Mama setuju?"     

"Mama setuju."     

Aku tahu Denada sangat ingin bertemu dengan Petra hingga mudah saja untuk membuatnya menyetujui perjalanan mendadak ke Australia dengan Kyle. Aku sengaja mengatakan pada Denada bahwa perjalanannya kali ini rahasia untuk memberi Petra sebuah kejutan. Kurasa Denada tak akan begitu peduli tentang hal itu selama dia bisa bertemu dengan Petra.     

Aku akan memastikan Kyle memblokir kontak Petra tanpa Denada menyadarinya. Kurasa hal itu tak akan banyak berbeda, karena Petra memang sudah sulit dihubungi sejak berbulan-bulan yang lalu.     

Denada memeluku erat, "Thank you, Faza. Kamu sahabat yang paling baik."     

Entah kenapa ada sebuah sengatan di hatiku saat mendengarnya.     

=======     

Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.