Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Pucat



Pucat

1Aku melepas pinggangnya dengan kesal, "Nyebelin banget!"     

Astro masih mengaduh kesakitan sambil memegangi pinggangnya. Dia membuatku merasa bersalah.     

Aku menyentuh pinggangnya pelan, "Sakit banget?"     

Astro hanya menatapku dengan tatapan sendu, "Jahat kamu. Ini pasti ada bekas cubitannya."     

"Makanya tolak yang tegas dong kalau ada perempuan nempel-nempel. Kalau kamu diem aja mereka kan jadi ga tau diri."     

"Istriku bawel banget. Aku udah nolak dia berkali-kali tapi dia tetep nempel. Aku diemin dia karena buang-buang energi kalau aku ladenin terus."     

Sepertinya ucapan Jeanny saat bicara padaku di PAMMITS saat itu benar. Memang ada tipe manusia yang tak akan menyerah hanya karena didiamkan.     

"Kamu bukannya ada pertemuan robotik? Ini harusnya udah mulai kan?" aku bertanya untuk mengalihkan pembicaraan kami. Bagaimana pun, aku sudah merasa lega karena berhasil mengusir Cantika. Kuharap dia tak akan berani menempel pada Astro lagi.     

Astro mengangguk dengan wajah masih terlihat kesakitan, "Kamu yakin mau nunggu aku? Pertemuannya lama, mau bahas robot buat kompetisi akhir tahun."     

Aku mengangguk, "Aku masih bisa kerja dari hape. Laptopku di rumah."     

Astro menatapku ragu-ragu, "Kamu nyeremin kalau lagi cemburu, kamu tau?"     

"Bagus kalau kamu tau. Berani bikin aku cemburu lagi? Aku masih simpen hadiah dari Kyle sebelum kita resepsi."     

Aku tahu Astro pasti mengerti kalau yang kumaksudkan adalah senapan yang diberikan Kyle untuk kami melawan Zenatta. Astro hanya bereaksi dengan menatapku tak percaya.     

Kami memang pernah saling mengancam saat di mansion setelah resepsi kami yang berantakan. Kami menggunakan senapan sebagai alat untuk bercanda jika ada yang membuat kami cemburu, kami akan memakainya. Namun kami tak pernah benar-benar menggunakannya karena kami tahu akibatnya akan sangat serius.     

"Aku minta maaf aku bikin kamu marah, tapi kamu ga boleh main-main sama hadiah dari Kyle itu." ujar Astro dengan tatapan serius.     

Aku tahu Astro benar. Terlebih, dia sedang berada di posisi yang sulit karena keterangan dari salah satu pengawal Zenatta memberatkannya.     

Aku tersenyum manis dan memeluk lengannya, "Aku tau. Di mana pertemuan robotik kamu? Orang luar pasti ga boleh liat ya?"     

Astro menyentil dahiku pelan, tapi tak mengatakan apapun. Dia justru membimbing langkah menuju ruangan pertemuan robotiknya dengan langkah yang tenang dan mantap sambil terus memegangi pinggangnya. Sepertinya aku memang terlalu berlebihan saat mencubitnya.     

"Aku bawa salep, tapi di mobil." ujarku sambil menatapnya.     

Astro melepas topi di kepalaku dan memakainya, "Nanti aja kalau pulang. Aku udah telat. Kamu bisa tunggu di kursi depan ruangan. Ada powerbank di ranselku kalau hape kamu lowbat. Ranselku kamu yang jaga ya. Aku cuma butuh bawa laptop."     

Aku hanya mengangguk. Kami melewati lorong-lorong dengan banyak pasang mata yang menatap kami penuh rasa ingin tahu. Aku lupa Astro cukup terkenal karena kasusnya dengan Cokro dan Dissa beberapa bulan lalu.     

"Aku pulang aja kali ya." ujarku tiba-tiba.     

"Di sini ga pa-pa kok. Aku bisa minta Jeanny nemenin kamu." ujar Astro sambil mengeluarkan handphone dari saku jaketnya.     

"Tadi Jeanny sama Jojo yang nganter aku ke kantin."     

Astro mengarahkan tatapannya ke belakang dan menghentikan langkah, "Tuh mereka."     

Aku menoleh ke arah tatapan Astro, "Mereka ngikutin kita dari tadi?"     

"Kayaknya." ujar Astro sambil melambaikan tangan pada Jeanny dan Jojo.     

Jeanny dan Jojo membalas lambaian tangan Astro dan berjalan cepat ke arah kami. Sepertinya baru sekarang aku menyadari, mereka terlihat serasi.     

"Sorry, aku sengaja ngikutin soalnya kamu pasti sendirian kalau Astro ikut pertemuan. Anak-anak cowok di sini baik-baik sih, tapi ... aku khawatir kamu digangguin sama yang agak ga tau diri." ujar Jeanny saat sampai di dekat kami.     

Aku merasa terharu dengan kalimatnya. Jeanny baik sekali.     

Aku tersenyum, "Thank you."     

"Ah santai aja." ujar Jeanny.     

"Sebenernya kita mau kencan, tapi batal karena kamu dateng." ujar Jojo.     

Jeanny mencubit lengan Jojo, "Kita bisa kencan lain kali."     

"Atau kita bisa double date abis kamu selesai pertemuan?" Jojo bertanya pada Astro.     

"Sorry, sekarang ga bisa. Kerjaanku banyak banget. Lain kali ya. Ini juga sekarang aku buru-buru soalnya udah telat. Kalian bisa ajak Faza keliling kalau kalian mau, tapi cuma di area kampus. Nanti kabarin akunkalian di mana, aku ke sana." ujar Astro.     

"Kalian udah makan?" aku bertanya.     

Jeanny dan Jojo menggeleng bersamaan.     

"Kita bisa makan siang bareng kalau kalian mau. Kalian yang pilih mau makan apa, aku traktir."     

Jojo tersenyum lebar sekali, "Okay."     

Jeanny mencubit lengan Jojo, "Jangan. Kita patungan aja, tapi aku punya tempat yang asik buat nongkrong deket sini."     

"Okay kita ke sana, tapi aku maksa buat traktir kalian. Gimana?" ujarku.     

Jeanny dan Jojo saling berpandangan. Aku tahu mereka sedang berkomunikasi tanpa suara dan mereka mengangguk sesaat setelahnya.     

Astro mengamit ranselnya yang sejak tadi kubawa. Dia mengambil powerbank dan menyodorkannya padaku, "Kamu bawa powerbanknya. Ranselnya aku aja yang bawa. Nanti kabarin ya."     

"Cepet sana. Kamu udah telat banget."     

Astro mengangguk dan melepas topi dari kepalanya, "Topi kamu aku balikin. Biar semua orang tau kalau aku punya kamu."     

Kurasa aku tak dapat menyembunyikan senyum di bibirku. Aku hanya mengangguk saat dia mengecup dahiku.     

"Aku titip Faza ya. Kalau dia lecet kalian aku tuntut." ujar Astro.     

"Uuh serem. Anak sok cool ini bucin ternyata." ujar Jojo dengan ekspresi mengejek.     

Astro hanya tersenyum lebar sambil memakai tas ranselnya di bahu, "Hati-hati ya."     

Aku mengangguk dan memperhatikannya berbalik. Astro berlari menjauh dari kami, membuatku berpikir dia pasti akan mendapatkan masalah karena aku membuatnya telat datang.     

Jeanny menepuk bahuku, "Yuk, Za. Astro pasti kena omel pak Jimmy, tapi ga usah dipikirin. Dia anak kesayangan kok. Paling disuruh ngerjain part robot tambahan."     

Aku menoleh dan mengangguk, "Sorry ya jadi gangguin kalian."     

"Ah santai aja. Jangan minta maaf terus." ujar Jeanny.     

Aku tersenyum dan membiarkan Jeanny yang memimpin langkah kami melewati lorong-lorong gedung fakultas. Entah kenapa rasanya aku rindu untuk berkuliah kembali, tapi aku harus bersabar. Perkuliahanku baru akan dimulai beberapa bulan lagi.     

"Sebenernya aku ngarep kamu nampar Cantika tadi, tapi cara yang tadi itu boleh juga. Cocok sama kamu yang tipe diplomatis." ujar Jeanny.     

Sebetulnya aku juga ingin menampar Cantika, tapi aku menahan diri.     

Aku tersenyum manis pada Jeanny, "Kamu bisa pakai cara itu juga kalau kamu mau."     

Jojo tertawa, "Jeanny pasti bikin cewek yang deket-deket aku babak belur. Makanya aku ga berani biarin cewek lain nempel-nempel."     

Jeanny mencubit lengan Jojo dan menatapnya tajam, "Kita putus saat itu juga."     

Begitu mudahnya mereka mengatakan akan memutuskan hubungan. Aku dan Astro tak mungkin semudah itu mengatakannya karena kami sudah menikah dan memutuskan akan menjalani komitmen hidup bersama. Aku bahkan sering membayangkan kami akan terus bersama sampai kami tua.     

Tiba-tiba aku mengingat ucapan Astro yang berkata dia serius ingin satu liang kubur denganku. Juga mengingat ucapannya tentang makam keluarga di area mansion. Entah bagaimana aku mendapatkan firasat kami akan ke mansion saat jadwal pulang kami nanti. Kurasa aku harus mempersiapkan banyak pertanyaan pada kakek Arya tentang Opa. Aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan yang ada.     

Handphone di sakuku bergetar. Ada pesan dari Astro.     

Astro : Nanti aku kabarin kalau aku selesai pertemuan     

Aku : Okay     

Astro : Thank you, udah nyempetin dateng ke kampus buat ngusir pengganggu     

Aku : Harusnya kamu usir dia dari dulu     

Astro : Sorry, Honey. Aku cuma ga mau ambil pusing     

Astro : Udah dulu ya. Nanti aku chat lagi     

Astro : I love you, Honey     

Aku : I love you too     

"Kamu lagi sakit?" Jeanny bertanya padaku.     

Aku menggeleng sambil memasukkan handphone ke saku, "Kenapa?"     

"Muka kamu agak pucet. Mau coba periksa ke klinik depan kampus dulu?" Jeanny bertanya.     

"Ga usah. Aku ga pa-pa kok. Paling kecapekan. Semalem baru pulang dari rumah opa soalnya." ujarku.     

"Gitu ya? Kalau kamu ngerasa pusing, bilang ya." ujar Jeanny dengan tatapan khawatir.     

Aku hanya mengangguk.     

Ada apa dengan Jeanny dan Putri? Mereka berdua bertanya apakah aku sedang sakit. Apakah aku terlihat begitu pucat? Aku melihat pantulan diriku sendiri di jendela salah satu ruangan. Aku memang terlihat sedikit lelah. Kurasa aku akan meminta Astro untuk beristirahat lebih cepat malam ini.     

"Kamu ... hamil?" Jojo tiba-tiba saja bertanya padaku.     

=======     

Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.