Berdetak
Berdetak
Detakan jantungku kencang sekali, hingga sampai ke telingaku. Aku bisa mendengar setiap detaknya yang tanpa irama dengan jelas. Aku menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan berkali-kali, tapi cara ini tak banyak membantuku saat ini.
Sial ... apa yang harus kulakukan sekarang? Aku sudah terlanjur melakukan tes dan hanya perlu melihat hasilnya. Seharusnya sekarang hasilnya sudah terlihat. Aku hanya ...
"Tenang, Faza. Tenang." ujarku pada diriku sendiri dengan suara lirih.
Aku menggunakan mantra yang kudapatkan dari Astro. Aku mengatupkan kedua tanganku di pangkuanku, lalu membukanya perlahan dan mengatupkannya kembali. Seperti sedang melakukan gerakan tepuk tangan dengan lambat dan tanpa suara.
Aku membuka kedua tanganku.
Ada hal-hal yang tidak bisa kudapatkan. Bukan karena aku tidak bisa mendapatkannya, tapi hal itu memang bukan seharusnya menjadi milikku dan aku harus mengendalikan diri dengan sabar.
Aku mengatupkan kedua tanganku kembali.
Ada hal-hal yang memang akan jadi milikku, walau aku tidak melakukan apapun. Bukan karena aku hebat, tapi karena aku diberi kepercayaan untuk menjaga hal-hal itu jauh lebih baik dibanding orang lain. Itu disebut tanggung jawab.
Aku mendongkak dan membuka mata. Yang terlihat oleh mataku adalah langit-langit kamar mandi. Aku masih belum sanggup melihat hasil test pack bahkan setelah aku menggunakan mantra dari Astro. Aku payah sekali.
Aku mengutuk diriku sendiri dalam diam. Ini kah rasanya menjadi pecundang?
Astaga ... apa yang baru saja kupikirkan? Aku bukan pecundang. Dasar Faza bodoh.
Aku menghela napas dan meraba test pack yang tergeletak di sisi wastafel. Aku membuangnya begitu saja ke dalam tempat sampah yang berada di bawah wastafel tanpa melihat hasilnya.
Aku mencuci tangan dan wajahku, lalu menatap pantulan diriku sendiri di cermin. Aku terlihat pucat. Tak mengherankan kenapa Jeanny dan Jojo bisa menebak dengan mudah apakah aku sedang mengandung atau tidak.
Aku mengeringkan wajahku dengan handuk dan menyikat gigi sambil terus berpikir. Reagan Baratha Adiwiyata.
Aah hanya dengan memikirkan namanya membuat bulu halusku meremang....
Aku tak pernah bereaksi seperti ini dengan sebuah nama sebelumnya. Ada apa denganku? Inikah yang disebutkan firasat seorang ibu? Tapi entah kenapa rasanya bukan.
Aku memang tak pernah tahu bagaimana rasanya saat mendapatkan firasat seorang ibu, tapi aku yakin sekali perasaan ini bukanlah salah satunya. Mungkin aku memang hanya sedang memiliki pikiran-pikiran konyol di kepalaku saat ini.
Aku berkumur dan membersihkan wajahku sekali lagi, lalu mengeringkannya dengan handuk. Aku berjalan keluar kamar mandi sambil mengecek apakah Astro masih berada di tempat tidur. Dia sudah tak ada di sana. Aku menghela napas lega.
Aku menepuk kedua pipi dengan kedua tanganku dan bicara pada diriku sendiri dengan suara pelan, "Ga ada apa-apa. Jangan keliatan panik. Astro ga akan biarin kamu lolos kalau dia sadar ada yang aneh, Faza. Keep calm. Everything is fine."
Aku melanjutkan langkah kaki keluar kamar, lalu menuruni tangga menuju dapur. Melihat sosok Astro sedang berkutat dengan berbagai bahan makanan membuatku merasa ngeri.
Astaga ... ada apa denganku? Dia suamiku. Aku bahkan selalu tidur bersama dengannya selama beberapa bulan belakangan ini. Tenang, Faza. Ayo, tenang.
Astro menoleh padaku tepat saat aku sedang mencoba tersenyum, "Aku pikir kamu tidur lagi."
Untunglah dia tak menyadari ada yang aneh denganku karena langsung mengalihkan tatapannya kembali ke bahan makanan di hadapannya. Aku menghampirinya dengan dada yang terasa sedikit ringan.
"Mau masak apa?" aku bertanya.
"Cuma ada ini di kulkas. Tumis sosis brokoli sama teriyaki. Aku harus belanja sore ini." ujarnya sambil mengaduk daging yang telah dibumbui dengan tangan kanannya.
Aku mengangguk sambil membantunya memindahkan semua bahan yang sudah dipotong ke samping kompor, "Kamu pulang kuliah jam berapa nanti?"
"Jam dua kayaknya. Nanti aku kabarin."
Tunggu sebentar....
"Aku ikut belanja ya."
Astro menoleh padaku, "Kamu kan ngurusin workshop. Aku aja. Nanti aku bawa mobil."
Aku menatapnya penuh harap, "Aku mau ikut. Workshop ada Putri kok. Lagian hari ini mereka cuma ngerjain pesenan dari Teana sama Xavier. Bahan desain dariku juga masih banyak yang belum dikerjain."
Astro menatapku dalam diam. Aku tahu dia sedang menimbang apakah akan mengizinkanku ikut atau tidak.
"Okay. Nanti aku ke kampus bawa motor aja kalau gitu." ujarnya sambil mengalihkan tatapannya dariku.
Aku menggeleng, "Aku anter. Nanti aku jemput kamu di kampus kalau kamu selesai."
Astro menoleh padaku kembali dan menatapku seolah aku adalah spesies langka, "Seriously?"
Aku mengangguk sambil meletakkan wajan di atas kompor dan menyalakannya, "Aku serius. Dari pada kamu bolak-balik kampus sama workshop."
Astro mencubit pipiku dengan tangannya yang berlumuran bumbu teriyaki, "Coba ngomong lagi."
"Kan mukaku jadi kena bumbu." ujarku sambil menjauh darinya.
Astro menghampiriku dan menyodorkan tangannya yang masih berlumuran bumbu, "Aku mau denger kamu ngomong lagi."
Sial ... kenapa lengannya begitu panjang hingga bisa menggapaiku dengan mudah?
"Kotor, Astro! Aku udah cuci muka iih. Itu kompornya matiin dulu nanti gosong." aku berteriak padanya karena melihat asap membumbung dari wajan yang belum kuisi apapun.
Astro berjalan cepat untuk mematikan kompor, tapi sedetik kemudian dia sudah menangkapku dan mengoleskan bumbu teriyaki ke dahiku dengan senyum menggoda yang terkembang di bibirnya.
"Astro!" aku berteriak sambil menghindari tangannya yang akan menyentuh hidungku.
"Ga mau ngaku ya kamu." ujarnya sambil menyentuh bibirku dengan tangannya yang berlumuran bumbu.
Bumbu teriyakinya masuk ke dalam mulutku. Astro menjilat bumbu yang baru saja dia tempelkan di bibirku, membuatku terkejut dan membeku. Yang benar saja?
"Enak." ujarnya sambil menggigit sedikit ujung bibirnya.
Aku menatapnya tak percaya, tapi aku tak sanggup mengatakan apapun. Aku hanya bisa memukul bahunya saat dia menjilat pipiku yang terkena bumbu.
"Kita lanjutin sesi kita yang semalem aja ya." ujarnya sambil menjamah bokongku dengan tangannya yang lain.
"No way! Kita harus cepet masak sekarang. Kamu ada kelas pagi. Aku ga mau bikin kamu telat lagi."
"Kalau gitu jawab jujur." ujarnya sambil terus mengoleskan bumbu yang berlumuran di tangannya ke wajahku.
Kurasa aku memang tak memiliki pilihan lain, "Iya ih. Itu tangannya jauhin dulu. Aah iyaa iyaa. Aku mau Cantika liat aku hari ini biar dia ga gangguin kamu terus. Udah, Astro! Aku udah ngaku. Udah."
Astro menjauhkan tangannya yang berlumuran bumbu dariku. Namun menjilat hidungku yang terkena bumbu dan tersenyum lebar sekali, "Lain kali aku pakai coklat."
Aku menatapnya tak percaya, "Seriously?"
"Atau kamu lebih suka pakai bumbu pasta?"
Astaga ... apa yang baru saja kudengar?
"Itu jorok banget, kamu tau? Itu kan makanan."
"Makanan kan enak."
Kurasa aku merasa otakku berhenti berfungsi sekarang. Aku sama sekali tak memahami apa yang dia bicarakan.
Astro melepas pelukannya padaku dengan senyum masih terkembang di bibirnya, "Sana cuci muka kamu. Katanya mau bantuin aku masak? Kamu keliatan kayak lagi maskeran sekarang. Masker teriyaki. Hahahaha ..."
Aku memukul dadanya, "Ini kan kerjaan kamu. Aku udah cuci mukasebelum turun."
"Kamu keliatan imut banget, kamu tau?" ujarnya sambil terus tertawa.
Aku mencubit pinggangnya dengan kencang, tapi dia bergeming. Yang justru membuatku menyadari kemarin dia terlihat kesakitan di kampus saat aku mencubitnya. Kurasa sekarang aku tahu dia hanya pura-pura.
Betapa bodohnya aku kemarin sempat mengkhawatirkannya, tapi aku memang bodoh karena tertipu olehnya. Aku bahkan lupa untuk memberikan salep padanya di perjalanan pulang kami menggunakan mobil karena aku langsung tertidur tepat setelah aku menyandarkan kepala.
"Astro jelek! Astro bucin! Astro posesif! Astro cemburuan! Astro mesum!" aku meneriakkan semuanya sambil memukul lengannya.
Astro justru tertawa puas sekali, "Lanjutin. Emang bener kok. Apa lagi, Honey? Hahahaha ... Astro gila kerja? Astro romantis? Astro sexy? Hahaha ..."
"Uughh ... Astro nyebelin!"
Entah bagaimana tiba-tiba tatapannya padaku berubah menjadi lebih lembut, "Astro cinta kamu, Mafaza Marzia."
Aah kalimatnya membuat jantungku terasa berhenti berdetak....
=======
Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : iamno
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..
Regards,
-nou-