Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Buruk



Buruk

3Astro tak ada di sampingku saat aku membuka mata. Biasanya dia akan memelukku dengan erat, membiarkanku tidur di lengannya hingga pagi menjelang. Sepertinya aku terlalu lelah hingga tak menyadarinya yang beranjak dari tempat tidur.     

Aku mengubah posisi berbaringku untuk melihat jam dinding, pukul 04.11. Ini memang jam yang biasa untukku bangun pagi. Buket bunga lavender dan tujuh bar coklat almond dari Astro masih tergeletak di meja kecil di samping tempat tidur.     

Aku mengamit buket bunga lavender dan memeluknya. Aromanya membuatku merasa tenang. Aku memilin beberapa batang bunganya dan berpikir. Kemarin aku benar-benar bodoh sekali.     

Aku meletakkan buket bunga kembali ke meja. Aku akan memindahkannya di vas setelah aku mencari Astro. Aku memaksa tubuhku bangkit dan beranjak ke kamar mandi untuk menyikat gigi, mencuci wajah dan mengganti pembalut.     

Aku keluar kamar untuk mencari Astro dan berjalan cepat menuruni tangga. Kupikir dia sedang berada di dapur, tapi dia tak ada di sana. Aku mengalihkan langkahku ke ruang tamu dan menyibakkan gorden untuk mengintip ke halaman. Mobilnya dan mobilku ada di sana, juga motornya. Astro tak mungkin pergi jika semua kendaraan kami masih berada di sini.     

Aku menutup gorden dan berjalan cepat menaiki tangga dan berhenti di depan pintu studio yang tertutup. Aku membuka pintunya dengan jantung berdetak kencang. Aku berharap menemukan Astro, tapi saat pintu terbuka, Astro tak ada di sana.     

Aku menghela napas. Astro tak mungkin pergi dengan berjalan kaki sepertiku kemarin, bukan?     

Aku menutup pintu studio sambil berpikir, lalu mengalihkan langkah kaki ke atap. Astro juga tak ada di sana. Sebetulnya, ke mana dia pergi?     

Aku hampir saja putus asa, tapi aku mengingat handphoneku. Di mana handphoneku berada? Aku tidak melihatnya di meja kecil di samping tempat tidur saat bangun tadi.      

Mungkinkah di laci? Aku bahkan baru menyadari aku terbangun dengan sendirinya tanpa alarm handphone yang membangunkanku.     

Aku mengalihkan langkah ke kembali ke kamar dan menyadari pintu geser menuju workshop sedikit terbuka. Aku menggesernya dan melewati lemari dengan hati-hati. Pintu lemari ini terbuka dan aku bisa melihat Astro sedang duduk di meja kerja dan berkutat dengan laptopnya, dengan tumpukan berkas dan secangkir kopi di sebelahnya.      

Aku memeluk bahunya dari belakang dan mengecup tengkuknya, "Kenapa kamu ga tidur?"     

Astro tersenyum tipis dan menoleh padaku untuk mengecup bibirku, "Aku udah bangun jam dua tadi. Aku ga mau ganggu kamu tidur jadi aku kerja di sini."     

Aku mengamit tangannya yang masih sibuk mengetik di atas keyboard, lalu menggenggamnya dan mengecupnya lama sekali. Aku tahu laki-laki ini begitu gila bekerja, tapi terbangun jam dua dan langsung melanjutkan pekerjaannya benar-benar membuatku merasa bersalah.     

Kami baru beristirahat lewat tengah malam. Dia terbangun jam dua dan yang langsung dia lakukan adalah bekerja.     

"Maaf bikin kamu nunda kerjaan." ujarku sambil membenamkan wajahku di bahunya.     

Astro mengelus kepalaku perlahan, "Ga perlu dipikirin. Kerjaanku jadi resiko aku. Aku harus tetep selesaiin."     

Kalimatnya membuatku semakin merasa bersalah. Aku melepas pelukanku dan memijat kedua bahunya. Dia mengelus punggung taganku dan mengecupnya sebelum kembali berkutat dengan laptopnya.     

Bagaimana bisa aku kabur dari laki-laki semanis ini? Kemarin aku pasti sedang berubah menjadi orang gila.     

Aku mengecup puncak kepalanya sambil bicara, "I love you, Astro Abhiyoga."     

Astro mendongkak dan mengecup bibirku, "I love you too, Mafaza Marzia."     

Aku menatapnya dengan tatapan sendu. Aku benar-benar merasa bersalah, tapi aku tak bisa menemukan satu kalimat pun yang bisa mewakili perasaanku untuk kuutarakan padanya.     

Aku menghela napas dan mengecup dahinya, "Aku masak dulu ya. Aku ga mau ganggu kamu kerja."     

Astro menggeleng dan memberiku isyarat untuk duduk di pangkuannya, "Kamu bisa nemenin aku kerja. Sebentar lagi selesai kok. Kita bisa masak bareng."     

Aku menatapnya dalam diam selama beberapa saat, lalu mengangguk. Aku baru saja akan duduk menyamping, tapi dia menggeleng dan memintaku duduk menghadap ke arahnya. Aku sedang tak ingin mendebatnya, maka aku menuruti keinginannya.     

Astro mengecup bibirku dan mendekapku di bahunya, "Feeling better?"     

Aku mempererat pelukanku dan mengangguk. Aku tahu jari-jari tangannya sudah kembali berselancar di atas keyboard dan aku benar-benar tak ingin mengganggunya bekerja. Kurasa tak mengajaknya bicara adalah solusi yang baik saat ini.     

Tubuhnya hangat sekali walau lengannya sedang tidak memelukku, membuatku merasa mengantuk dan ingin tidur kembali. Namun aku menjaga mataku tetap terbuka. Aku sedang berkutat dengan apa yang ada di dalam kepalaku sampai tiba-tiba Astro mengecup tengkukku.      

"Aku selesai."     

Aku hanya menggumam. Aku menatapi menit demi menit yang terlewat dari jam di dinding di kamar ini, sekarang pukul 05.21. Aku menemaninya bekerja dalam diam hampir satu jam lamanya.     

Astro menyusupkan tangannya ke dalam kaosku dan mengelus punggungku perlahan. Kurasa aku akan membiarkannya melakukan yang dia inginkan. Lagi pula, aku tak akan bisa menemaninya bercinta hingga beberapa hari ke depan. Namun harus kuakui sentuhannya membuat bulu halusku meremang.     

"Kamu liat hapeku?" aku bertanya untuk mengalihkan pikiranku dari segala pikiran mesum karena sentuhannya.     

Astro melepas satu tangannya dari punggungku dan menarik laci, lalu mempeelihatkan handphoneku di tangannya. Aku baru saja akan mengambilnya, tapi dia menjauhkan handphoneku dariku.     

Astro menatapku lekat, "Janji dulu kamu ga akan kerja hari ini. Kamu harus istirahat. Muka kamu pucet banget belakangan ini."     

Aku menatapnya dalam diam dan mengangguk. Aku memang berencana untuk beristirahat hari ini. Nyeri di perutku memang masih terasa, tapi sudah tak terlalu mengganggu. Aku hanya merasa, mungkin ucapan Putri dan Kyle benar saat berkata aku terlalu banyak bekerja. Di titik ini, kurasa aku akan menyerah untuk menandingi laki-laki di hadapanku ini.      

Aku baru menyadari bahwa sejak awal, dia memang berbeda. Bahkan aku baru saja menduga dia tak tidur selama beberapa hari sebelum dia sakit thypus berbulan-bulan yang lalu.     

Astro terlihat ragu-ragu, "Apapun yang Denada bilang ke kamu, kamu harus tau, yang kamu lakuin buat Denada itu yang terbaik yang bisa kamu lakuin. Kamu ga bisa bikin semua orang bahagia, Honey. Mereka yang milih kebahagiaan mereka sendiri."     

Tiba-tiba terasa seperti ada aliran es menyusup ke tengkukku dan menjalari setiap aliran darahku. Aku merasakan firasat buruk. Sangat buruk.     

Astro menatapku lekatdan aku tahu ada kekhawatiran di tatapan matanya yang berusaha dia sembunyikan, "Janji, Honey?"     

Aku hanya sanggup mengangguk.     

=======     

Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.