Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Merah



Merah

3Masih teringat sensasi dingin gel dan alat transducer yang diarahkan mengelilingi perutku yang terasa geli. Aku masih memegangi perutku karena mengingat sensasi itu dan justru membayangkan jika aku benar-benar hamil suatu hari nanti, mungkin memang akan terasa menyenangkan.     

Beberapa saat lalu dokter Alena menyatakan aku memang sedang menstruasi. Nyeri yang kurasakan dan berubahnya suasana hatiku mungkin berpengaruh dari tingkat stress yang kurasakan karena banyaknya pekerjaan yang kukerjakan (aku terpaksa memberi tahu dokter Alena tentang workshop yang sedang kukelola). Juga dari aktivitas bercinta, yang benar-benar membuatku terkejut karena aku sama sekali tak menduganya.     

Dokter Alena juga menyatakan tak ada miom atau sesuatu di dalam rahimku. Nyeri yang kurasakan hanyalah reaksi biasa, seperti yang dialami perempuan lainnya. Jika biasanya aku tidak mengalami nyeri dan sekarang mengalaminya, itu juga adalah hal yang normal karena perempuan memang bisa mengalami perubahan efek saat menstruasi. Namun jika aku merasa ada yang aneh, aku bisa memeriksakan diriku kembali.     

Astro terlihat sangat bersalah setelah semua penjabaran yang dokter Alena berikan pada kami. Dia bahkan masih melirikku berkali-kali sambil mengelus jariku walau tak mengatakan apapun selama berada di ruangan sampai sekarang.     

Astro menghela napas panjang saat kami baru saja keluar dari area rumah sakit setelah membayar parkir. Dia menatapku dengan tatapan itu lagi.     

Aku tersenyum manis dan memeluk lengannya, "Kamu inget waktu kita making love abis kamu aku kasih hukuman?"     

Astro hanya mengangguk dengan tatapan bersalah yang masih sama seperti saat kami berbincang dengan dokter Alena.     

"It was fun (Itu menyenangkan). Lembut, aku suka. Lain kali aku mau begitu lagi."     

Wajahnya mulai memerah dan dia terlihat menggemaskan. Kurasa aku tahu apa yang sedang dia pikirkan.     

Aku mengecup bibirnya, "Mau kencan?"     

Astro mencubit pipiku, "Kamu disuruh istirahat, kamu tau?"     

"Tapi aku lagi pengen kencan."     

Astro terdiam sesaat sebelum bicara, "Mau ke mana?"     

"Terserah kamu. Aku ikut aja."     

Astro terlihat berpikir keras dan terdiam lama sekali.     

"Ayo." ujarku sambil mengecup tengkuknya.     

Astro menghela napas, "Kita cari sambil jalan ya. Otakku lagi buntu."     

Aku menatapnya tak percaya. Seorang Astro baru saja berkata otaknya sedang buntu. Yang benar saja?     

Aku melihat mobil Kyle mengikuti di belakang kami yang membuatku mengingat saat Kyle menyatakan kesetiaannya padaku karena ingin membalas budi pada opa. Sebetulnya aku bisa saja bertanya tentang anak asuh opa yang lain melalui Kyle. Namun itu akan terkesan sangat tidak sopan karena aku bisa saja bertanya pada opa jika aku memang membutuhkan informasi itu.     

Tiba-tiba saja aku mengingat reaksi Kyle saat kami di Lombok, saat itu aku menyebutkan tentang Zen yang tak bersedia menyerah padaku hingga aku benar-benar menikah. Kyle terlihat terkejut dan langsung mencari informasi tentang Zen. Itu berarti Kyle tak mengenal Zen dengan baik, bukan?     

Aku mengecup pipi Astro dan menarik diriku menjauh karena tak ingin berat tubuhku membebani lengannya. Aku menggenggam tangannya yang berada di persneling karena Astro terlihat tak rela aku melepasnya.     

"Erm ... aku minta maaf." ujarnya.     

"Kenapa?"     

"Harusnya aku lebih peka. Harusnya aku tau kamu capek. Aku minta maaf."     

Kurasa aku tak dapat menyembunyikan senyum di bibirku. Laki-laki ini menggemaskan sekali.     

"Aku serius, Honey. Aku akan kurangin sesi making love kita. Aku mau kamu sehat terus." ujarnya sambil menatapku lekat.     

Aku hanya mampu mengangguk, dengan senyum masih mengembang di bibirku     

"Kamu ngeledek ya?" dia bertanya dengan tatapan sebal.     

"Aku ga ngeledek. Kamu gemesin banget, kamu tau? Muka kamu merah gitu."     

"Rrghh!!"     

Aah dia membuatku tertawa....     

Astro menatapku dengan tatapan sebal sebelum kembali fokus pada rute perjalanan kami. Aku tahu sebetulnya dia sedang menahan diri. Aku tahu dengan jelas bagaimana laki-laki ini begitu mesum dan akan meminta sesi bercinta lagi jika aku belum benar-benar menyerah.     

"Udah ketawanya. Aku lagi galau, kamu tau?" ujarnya dengan alis mengernyit mengganggu.     

"Hahahaha ... Sorry, aku ... Hahaha ..."     

"Rrggh!!"     

Sepertinya Astro menyerah karena dia menghela napas dengan keras dan tak mengatakan apapun lagi.     

Aku berusaha menghentikan tawaku dengan susah payah dan mengelus jarinya yang berada di atas persneling, "Aku masih mau nemenin kamu making love berkali-kali, Honey. Asal lembut kayak waktu itu. Aku ga akan nolak."     

Astro menarik tanganku dan mengecupnya, lalu meletakkannya di dadanya. Detakan jantungnya kencang sekali. Aku tahu dia sedang berusaha menenangkannya dan berpikir dengan matang.     

"Harusnya kamu bilang kalau aku bikin kamu sakit." ujarnya sambil terus menatap ke depan.     

Selama ini aku tak pernah mengatakannya karena aku tak tega. Dia selalu terlihat menikmati sesi bercinta kami. Bahkan sebetulnya, aku suka melihatnya seperti itu.     

"Lain kali aku bilang." ujarku sambil tersenyum.     

Astro menoleh padaku dan mengecup dahiku. Dia mengecup jariku, meletakkannya ke persneling dan menggenggamnya kembali.     

"Honey." aku memanggilnya sambil menatapnya lekat karena dia terlihat serius sekali.     

Astro hanya menoleh sebelum kembali menatap rute perjalanan kami.     

"Aku suka kok making love sama kamu. Jangan jadi terbebani karena dokter Alena bilang begitu."     

Astro menatapku tak percaya, tapi tak mengatakan apapun. Wajahnya terlihat semakin merona merah.     

"Aku serius. Kamu cuma perlu sedikit lebih lembut, kayak waktu itu."     

Astro mengalihkan tatapannya dariku, tapi dia tersenyum lebar sekali. Sial ... kenapa laki-laki ini begitu tampan?     

Aku melepas genggaman tangannya di persneling dan memeluk lengannya kembali. Masa bodoh dengan berat badanku yang akan membebani lengannya. Aku tak tahan untuk memeluknya dengan erat.     

"Honey." ujarku sambil mengecup tengkuknya.     

Astro hanya menggumam.     

Aku mencubit pipinya dengan kencang, "Jangan cuekin aku begitu. Aku tau kamu lagi seneng. Iya kan?"     

Astro tetap bergeming menatap ke rute perjalanan kami, tapi senyumnya masih mengembang di bibirnya. Dan dia sama sekali tak menanggapi kalimatku.     

Aku mengecup bibirnya dan berusaha mengalihkan wajahnya untuk memaksanya menatapku, "Jangan cuekin aku."     

"Apa sih? Ini kita lagi di jalan. Bahaya kalau aku nabrak orang." ujarnya dengan wajah masih bergeming menatap ke depan.     

Entah kenapa aku kesal melihatnya hingga menarik tubuhku kembali bersandar di punggung kursi, dengan kedua lengan memeluk diriku sendiri. Aku mengalihkan tatapanku ke jendela di sampingku dan mengutuk diriku sendiri karena gagal merayunya. Padahal merayunya akan mudah jika saja aku sedang tidak menstruasi.     

Tiba-tiba mobil menepi di satu sudut yang sepi dan tubuhku melekat dengan tubuh Astro karena dia memelukku dengan erat. Bibir kami bertemu dan dia memimpinku untuk bercumbu dengannya.     

Tatapan mata yang lembut, tapi mengintimidasi itu. Bagaimana mungkin aku tak jatuh cinta padanya?     

=======     

Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.