Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Semuanya



Semuanya

2Terdengar suara helaan napas sebelum ibu bicara dari sambungan telepon kami, yang membuatku merasakan firasat buruk.     

"Hai, Sayang. Kalian udah makan?" ibu bertanya. Sepertinya ibu tahu kami sedang bersama.     

Aku menatap Astro ragu-ragu. Aku berharap dia lah yang akan menjawab, tapi dia tetap diam.     

"Udah makan tadi abis dari dokter. Ibu udah makan?" aku bertanya.     

"Belum nih, Ibu lagi di jalan pulang. Gimana tadi? Dokter bilang apa?"     

"Cuma kecapekan kok, Bu. Ga ada apa-apa."     

Kurasa akan lebih baik jika aku menjelaskannya seperti itu. Aku tak mungkin memberi tahu tentang dugaan kehamilan atau saran dokter Alena untuk mengurangi aktivitas bercintaku dan Astro.     

"Nanti Ibu kirim vitamin ke sana ya sekalian sama putri salju almond. Ibu lagi seneng baking mumpung ada waktu di rumah. Kalau ada Faza kita bisa baking bareng sebenernya. Ibu kangen banget."     

Aku menatap Astro dengan tatapan memelas. Aku benar-benar berharap dia membantuku bicara dengan ibu karena dia hanya bergeming memperhatikan percakapan kami sejak tadi.     

Astro menghela napas pelan sebelum bicara, "Ibu ga bikin cheezychip (versi keju dari chocochip cookies) aja? Astro kangen kue itu. Ibu udah lama ga bikin."     

"Bahannya susah dicari, tapi nanti kalau Ibu nemu lagi Ibu bikinin. Kalian weekend ini jadwal ke Lombok kan?"     

"Iya, Bu. Kenapa?" Astro bertanya.     

"Pending dulu, bisa? Kalian harus ketemu Denada. Jumat sore atau malem ke sini. Sabtu sore ke mansion ya, nginep di sana."     

Aku dan Astro saling bertatapan dalam diam.     

"Udah ada pak Bahri yang ngurusin semuanya di Lombok kan? Kalian juga ga nyari karyawan baru buat workshop."     

"Iya sih, tapi ... erm coba Astro kontak pak Bahri dulu. Nanti Astro kabarin Ibu. Denada gimana?" Astro bertanya sambil menggengam tanganku dan mengelus jariku perlahan.     

Ibu menghela napas dengan keras, "Denada cerita semuanya ke Ibu sama mamanya."     

"Semuanya?" aku bertanya.     

Ibu terdiam sesaat sebelum bicara, "Denada cerita udah ngapain aja sama Petra selama ini. Denada sempet ngira Faza bilang ke Ibu sama mamanya soal itu juga. Mamanya nangis tadi dan kesel karena Faza ga ngasih tau soal itu. Kalau Faza ngasih tau mungkin mereka udah disuruh pisah dari dulu. Tadi suasananya aneh. Makanya Ibu pikir kalau kalian bisa dateng dan jelasin mungkin bisa lebih enak."     

Aku dan Astro masih saling bertatapan dalam diam. Aku bisa membayangkan situasinya dan sepertinya mengikuti emosi hanya akan membawa keadaan menjadi lebih buruk. Aku beruntung Astro tak sedang emosi juga saat aku memutuskan untuk pergi dengan berjalan kaki kemarin atau kami mungkin saja sedang bertengkar dan memiliki kesalahpahaman yang lain.     

Aku mengangguk ke arah Astro dan mengelus jarinya perlahan. Mungkin akan lebih baik jika kami menunda ke Lombok dan menyelesaikan masalah dengan Denada lebih dulu.     

"Astro usahain ya, Bu. Nanti Astro kabarin." ujar Astro.     

Aku menghela napas perlahan. Mungkin memang ada yang penting yang harus Astro lakukan di Lombok hingga berkata seperti itu.     

Aku menggeser tubuhku lebih dekat padanya dan memeluk pinggangnya dengan erat, lalu mengecup pipinya dan menyandarkan kepalaku di bahunya. Kurasa aku akan membiarkan dia yang mengambil keputusan.     

Astro hanya mengelus kepalaku dalam diam.     

"Okay. Ibu udah bilang sama Denada buat unblock nomor Faza, tapi Ibu ga tau Denada mau atau ga. Faza coba cek kontaknya Denada ya. Mungkin nanti Denada bisa dihubungin lagi."     

"Iya, Bu. Nanti Faza cek." ujarku.     

"Ibu sama ayah?" Astro bertanya.     

"Ibu nyetir sendiri, kenapa?"     

"Ga pa-pa. Nanti Astro chat ayah aja."     

"Okay. Kabarin Ibu secepetnya kalau kalian mau pulang buat ketemu Denada ya. Bahaya kalau Denada milih lebih deket ke musuh nantinya."     

"Iya, Bu. Besok Astro kabarin."     

"Ibu tungg. Kalian harus baik-baik di sana. Perasaan Ibu ga enak banget dari kemarin. Kalian ga berantem kan?"     

Aku mendongkak untuk menatap Astro. Jantungku berdetak kencang sekali. Kurasa aku memang tak boleh menyepelekan firasat seorang ibu.     

Astro tersenyum tipis sambil mengelus wajahku, "Ga berantem kok, Bu. Anak perempuan Ibu cuma ngambek sedikit."     

Aah kukira Astro tak akan mengatakannya....     

Ibu menghela napas, "Ga bisa dihindarin sih, tapi ... usahain cepet baikan ya. Ibu ga bisa bantu yang lain selain doa buat kalian. Rumah tangga kalian ada di tangan kalian sendiri. Kalian tau kan?"     

Astro mengecup bibirku, "Astro tau, Ibu Cantik. Makasih banyak buat dari doa Ibu."     

Ibu menggumam mengiyakan, "Ibu tutup telponnya ya. Udah waktunya kalian kerja kan? Jangan terlalu capek ah. Kalian juga masih muda. Kalau kalian ga mau nurut nanti Ibu titip satu anak asuh di sana biar kalian kerepotan ngurusin anak sekalian."     

Aku tak dapat menyembunyikan senyum di bibirku. Aku mengecup bibir Astro, tapi tak mengatakan apapun dan hanya menatapnya dengan lekat.     

Astro tersenyum lebar sekali, "Iya, Ibu Cantik. Hati-hati ya. Astro sama Faza sayang Ibu."     

"Ibu juga sayang kalian. Ibu tutup ya." ujar ibu dan sambungan telepon kami terputus di sana.     

Aku menggeser tubuhku untuk duduk di pangkuan Astro, menghadap ke arahnya. Aku mengamit tengkuknya dan mencumbunya perlahan. Bibirnya lembut dan terasa manis. Andai aku tak mengingat dia harus segera bekerja, kurasa aku akan mencumbunya sepanjang malam.     

Tangan Astro menyusup ke dalam kaosku dan mengelus punggungku saat aku melepasnya. Kami hanya saling memandang dan tersenyum selama beberapa lama.     

"Thank you." kurasa hanya itu yabg bisa kukatakan pada laki-laki di hadapanku ini.     

Aku memang berhutang banyak sekali padanya. Dia berhak atas kesetiaan dan loyalitasku. Aku akan mengingat hal itu jika lain kali aku sedang merasa sangat ingin pergi. Aku masih mengingat bagaimana dia menangis setelah menemukanku kemarin. Aku tahu dia tulus padaku.     

Astro memelukku lebih erat dan mencumbuku kembali, perlahan dan manis. Kurasa sekarang aku tahu dia sungguh-sungguh akan memperlakukanku lebih lembut.     

Entah kenapa tiba-tiba aku tertawa dan melepas cumbuannya. Aku tahu laki-laki ini mesum sekali. Dia tak akan menyerah untuk merayuku dan mengajakku bercinta walau dia harus menurunkan temponya sedikit lebih lembut.     

Astro mencubit pipiku pelan, "Kenapa ketawa?"     

Aku hanya mampu menutup mulutku untuk menahan tawa yang akan keluar walau percuma. Astro menatapku dengan tatapan sebal dan menggelitiki pinggangku hingga aku menggeliat kegelian.     

"Hahaha ... aku ga mikir apa-apa, Astro. Hahaha ... ampun."     

"Ga ada ampun buat kamu. Coba bilang kamu mikir apa." ujarnya sambil terus mengelitiki pinggangku hingga aku rebah ke kursi panjang.     

"Hahaha ... aku cuma mikir kamu mesum. Udah ... aku udah jawab."     

Entah bagaimana tiba-tiba ada kilat di matanya dan kaos yang kupakai sudah tersingkap. Dalam sedetik waktu yang terlewat, aku sudah melenguh dan merasakan hasratku tiba-tiba naik karena dia mencumbu dadaku.     

Aah laki-laki ini benar-benar....     

=======     

Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.