Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Minta



Minta

0Aku bisa melihat mobil Jian di satu sudut dengan Jian berada di dalamnya, sedang menatapku khawatir saat Astro mengamit kedua tanganku untuk memeluknya. Kami sudah berada di atas motor dengan helm terpasang di kepala kami, dengan kepalaku bersandar di bahu Astro.     

"Mau ke mana?" Astro bertanya sambil mengelus jariku.     

"Pulang."     

"Ke mana?"     

Aah kami memang memiliki banyak altenatif tujuan untuk pulang....     

"Ke rumah kita."     

Aku bisa melihat Astro tersenyum tipis dan mengecup jariku dari spion. Tatapannya masih sendu dan detakan jantungnya masih kencang.     

Astro menaruh tanganku kembali untuk memeluknya, lalu menyalakan motor dan memulai perjalanan pulang kami. Kami melewati jalanan yang tadi kulalui setelah keluar dari lorong-lorong yang berkelok. Aku baru tahu untuk sampai di lingkungan ini, kami harus memutar jauh untuk sampai ke jalan raya.     

Sebetulnya aku merasa aneh dengan diriku sendiri. Pergi tanpa tujuan bukanlah hal yang biasanya kulakukan. Terlebih, hanya karena alasan konyol semacam diabaikan oleh Astro.     

Aku sudah berkali-kali diabaikan olehnya sejak pertama kali kami bertemu dan hal itu tak pernah terlalu menggangguku. Kecuali satu kali saat kami berlibur di Gunung Merbabu bersama ayah dan ibu. Aku membuatnya sangat kesal hingga dia benar-benar mengabaikanku sampai kami pulang.     

Sekarang, hanya karena diabaikan olehnya bisa membuat hatiku terasa sangat sakit. Hingga aku pergi begitu saja hanya karena aku menginginkannya. Tanpa tujuan atau persiapan, juga tanpa berpikir bagaimana resikonya.     

Seharusnya pesan opa saat melepas kami pulang bisa membuatku tak bertindak gegabah. Namun sebaliknya, aku sama sekali tak mengingat satu kalimat pun yang dikatakan opa padaku.     

Aku merasa sakit hati dan memutuskan untuk pergi. Aku tak merasa marah atau kecewa seperti saat aku mengetahui fakta bahwa Astro menyadap handphoneku. Aku hanya ... tak tahu apa yang sedang kulakukan dengan baik saat ini.     

Aku membuat Astro khawatir dan pergi keliling Surabaya untuk mencariku. Entah berapa orang yang dia ajak bicara malam ini untuk menemukan jejak keberadaanku. Dan dia berakhir dengan menangis di depan mataku.     

Aku memeluk tubuhnya lebih erat, "Aku minta maaf."     

Astro menatapku dari spion dengan tatapan bersalah, "Aku juga minta maaf."     

Aku hanya mengangguk dan memperat pelukanku padanya. Coba lihat bagaimana laki-laki ini membuat hatiku luluh dengan sebuah permintaan maaf.     

Astro mengelus jariku dengan tangan kirinya dan kembali fokus dengan rute perjalanan pulang kami. Kami berkendara dalam diam, tapi aku tahu kami sibuk dengan apa yang ada di dalam kepala kami.     

Kami membutuhkan waktu hampir satu jam untuk pulang dengan laju motor yang kencang membelah malam. Lalu lintas yang lengang membuat kami mampu melewati ruas jalan dengan leluasa.     

Astro melepas helmnya saat kami sampai di gerbang rumah rahasia kami sebelum turun dari motor. Aku sudah turun lebih dulu saat motor berhenti dan sedang melepas helmku. Astro membuka gerbang dan mendorong motor masuk. Aku mengikutinya di belakang dan duduk di kursi teras sambil menunggunya mengunci gerbang.     

Astro mengamit tanganku dan mengajakku bangkit, lalu membuka kunci pintu. Tepat setelah kami masuk, dia menutup pintu dan memelukku erat sekali. Dia menciumi puncak kepalaku, dahiku, kedua mataku, hidungku, kedua pipiku dan berlabuh di bibirku.     

Kami saling bercumbu dengan lembut, lama sekali, seolah baru berpisah sekian abad lamanya. Kami baru saling melepaskan diri saat kami merasa puas. Kami saling menatap dalam diam, dengan kedua tangan kami memeluk yang lain.     

"Aku pernah minta kamu kasih tau aku kalau kamu kecewa sama aku. Bukan nyuekin aku kayak gitu." ujarku untuk memecah keheningan.     

"Aku pernah minta kamu cium aku, rayu aku sebisa kamu kalau aku marah. Bukan diemin aku trus pergi sendirian kayak gitu."     

Lalu hening di antara kami. Kami masih saling menatap. Kami menilai diri kami masing-masing dan mencoba menyelami kedalaman pikiran yang lain.      

Aku memang lupa pada permintaannya untuk merayunya, tapi kurasa dia juga lupa pada permintaanku untuk memberitahuku saat dia merasa kecewa. Kami impas, bukan?     

Aku mengecup bibirnya dan menatapnya lekat, "Jangan cuekin aku."     

Astro mengangguk, "Jangan pergi sebelum kamu bilang mau ke mana. Aku khawatir banget, kamu tau?"     

Aku hanya mengangguk.     

Astro mendekapku erat di dadanya yang masih berdetak kencang, degupannya terdengar jelas di telingaku. Dia mengecup puncak kepalaku dan mengamit tanganku untuk mengikutinya. Aku melirik ke jam dinding di tengan perjalanan kami, pukul 23.21. Hari sudah sangat larut.     

Astro melepas ganggaman tangannya padaku saat aku duduk di meja makan, lalu beranjak menjauh untuk mengambil makanan dan meletakkannya di meja. Dia mengambilkan satu porsi dan meletakkannya di hadapannya, lalu menyodorkan satu suapan padaku. Aku menerimanya.     

Entah kenapa, hanya dengan satu suapan membuatku merasa sangat lapar. Padahal perutku tak terasa selapar ini saat dia menemukanku.     

"Kamu belum makan?" aku bertanya saat dia baru saja memasukkan satu suapan untuknya sendiri.     

Astro menggeleng, "Aku mana bisa makan kalau kamu ngilang?"     

Aah....     

Aku mengambil satu sendok yang lain dan mendekatkan kursiku padanya. Kami saling menyuapi dalam diam. Kami menambahkan porsi makanan saat kami merasa belum cukup kenyang dan saling memeluk setelah kami selesai mengisi perut kami.     

"Capek kan?" dia bertanya sambil mengelus puncak kepalaku.      

Aku hanya mengangguk.      

"Mau coba kabur lagi?"     

Aku menggeleng. Kurasa akan lebih baik jika aku tetap bersamanya walau sesakit apapun rasa di hatiku. Aku akan memaksanya bicara jika suatu hari nanti dia mengabaikanku lagi.     

Astro mencubit pipiku walau segera melepasnya dan mengecupnya, "Denada nelpon kamu tadi."     

Aku menatapnya penuh minat, "Denada bilang apa?"     

Astro terdiam sebelum bicara, "Besok kamu telpon dia. Sekarang kamu harus mandi dulu. Kamu harus istirahat."     

Aah aku merasakan firasat buruk....     

"Besok Kyle balik ke sini abis ngenter Denada pulang."     

"Cutinya kan masih ada. Dia bisa istirahat aja."     

Astro menggeleng, "Kyle maksa."     

Aku menghela napas, "Besok aku telpon biar Kyle lanjutin cutinya."     

Astro hanya terdiam. Tunggu sebentar....     

"Laporan sidang hari ini gimana?" aku bertanya.     

"Besok aja kamu baca. Kamu harus mandi. Ga usah kerja. Kamu harus tidur. Besok siang kita ke dokter."     

Aku menatapnya dalam diam, lalu mengangguk. Aku baru ingat, aku memiliki hutang yang tak akan pernah bisa kubayar padanya. Dia berhak atas kesetiaanku.      

Aku mengamit tengkuknya dan mengecup bibirnya, lalu menatapnya lekat. Aku ingin sekali bicara, tapi kurasa aku akan menunggu sampai besok. Apapun yang keluar dari bibirku hari ini, rasanya tak membawa kebaikan sedikit pun padaku. Mungkin ini adalah efek dari hormonku. Namun kurasa aku akan lebih hati-hati pada diriku sendiri mulai saat ini.     

=======     

Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.