Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Berputar



Berputar

2Entah apakah aku sedang sangat bodoh atau bagaimana. Aku sama sekali tak mengerti maksud ucapan Riri.     

Gerard sebagai hadiah spesial? Bagaimana mungkin? Gerard adalah manusia, bukan sebuah barang. Aku tak mungkin menyimpan seseorang sebagai hadiah, bukan?     

"Maksudku ... eksistensinya. Mungkin ada sesuatu antara kamu sama Gerard. Kalau emang kalian dulu temen kecil, mungkin ada sesuatu yang kalian berdua tau kan." ujar Riri yang mencoba menjelaskan.     

Sesuatu yang hanya aku dan Gerard ketahui? Bundaku? Tiba-tiba saja jantungku berdetak kencang. Aku tak ingin membayangkan apapun mengenai keterlibatan Gerard dengan bunda, tapi ... mungkinkah?     

Aku memang sudah mendapat firasat untuk berbicara dengan Gerard. Aku bahkan mengutarakannya dengan jelas pada Astro dan Astro bersedia membantuku mencari cara. Namun aku sudah berkata aku tak terburu-buru untuk bisa bicara dengannya.     

Astro mengamit tanganku dan mengelus jariku perlahan. Ada tatapan khawatir yang bisa kukenali dengan jelas di matanya.     

"Oh iya, aku jadi inget. Zenatta pernah nanya soal kalian waktu kita SMA dulu. Dia nanyanya kayak lagi nyari bahan gosip sih, tapi kalau aku pikir lagi kayaknya bukan." ujar Riri.     

"Zenatta nanya apa?" Astro bertanya.     

"Nanya soal latar belakang keluarga Faza. Waktu itu aku ga tau banyak, tapi aku kaget waktu tau ternyata Faza cucunya opa Dewanto waktu kalian pertama kali ikut pertemuan. Aku, Angel sama Zenatta ngobrolin kalian semaleman abis pertemuan waktu itu."     

Aku dan Astro saling bertatapan dalam diam. Mungkinkah Zenatta sudah merencanakan semua kasus untuk Astro saat itu? Kami tahu kasus Cokro dan Dissa hanyalah settingan dari keluarga Zenatta, karena om Neil sudah mengakuinya dengan jelas saat merangsek memasuki aula di acara resepsi pernikahan kami.     

Astro mengalihkan tatapannya dariku untuk menatap Riri, "Apa aja yang kalian bahas waktu itu?"     

"Banyak. Kenapa Faza baru muncul? Kok bisa? Soalnya kita taunya anak sama cucu opa Dewanto semuanya meninggal waktu kecelakaan. Kita juga bahas gimana kalau ternyata keluarganya Faza yang lain juga masih hidup, tapi di sembunyiin. Em ... sorry, tapi ada banyak gosip jelek soal opa Dewanto. Aku ga tau apa kalian pernah denger salah satunya.      

"Yang paling ga masuk akal menurutku sih, gosip soal opa Dewanto yang sering check up ke rumah sakit. Padahal sakitnya udah lama sembuh kan? Aku juga pernah denger gosip katanya ada yang pernah liat opa Dewanto di rumah sakit ngedorong kursi roda pasien lumpuh."     

Entah kenapa kalimat terakhirnya membuat kepalaku berdenyut dengan kencang dan rasanya pandangan mataku mulai terasa berputar. Aku menoleh untuk menatap Astro dan memberinya isyarat untuk mengecek jam. Astro melirik jam di lengannya dan mengangguk padaku.     

"Udah hampir jam setengah sembilan, kita ada janji ketemu orang lain. Kalau kamu punya info lainnya nanti bisa telpon atau video call aku. Sementara segini dulu." ujar Astro.     

Riri mengangguk sambil meneguk coffe latte miliknya, "Kalian pulang ke Surabaya sore ini?"     

Aku hanya mengangguk. Aku sama sekali tak berselera untuk membahas apapun setelah kalimatnya yang menyebutka opa pernah terlihat sedang mendorong kursi roda seorang pasien lumpuh. Aku bisa membayangkan dengan jelas wajah bundaku saat Riri mengatakannya dan itu jelas bukanlah hal yang kuinginkan.     

"Kalau tau kalian ternyata asik diajak ngobrol kayak gini mungkin aku udah nyoba buat deket sama kalian dari dulu. Em ... aku minta maaf kalau dulu aku pernah jahat. Aku emang salah." ujar Riri.     

"Itu udah lewat. Ga usah dibahas." ujar Astro setelah menghabiskan cappucino miliknya. "Inget sama perjanjian kita. Kamu kasih kita informasi, kita kasih kamu back up."     

"Aku boleh minta nomor kamu, Za?" Riri bertanya padaku.     

Astro menoleh padaku dan sepertinya dia mengerti aku sedang tak ingin membahas apapun, "Kalau kamu mau ngobrol sama Faza, ke nomorku aja."     

"Oh okay."     

"Kamu bisa me ..."     

Ucapan Astro tak lagi kuperhatikan saat kurasakan handphoneku bergetar. Aku mengambilnya.     

Mama Denada : Faza sama Mayang bisa ke rumah hari ini?     

Ada aliran air sejuk menjalar di tengkukku saat membacanya. Aku menutup pesan dari mama Denada dan mengirimi Mayang pesan pribadi.     

Aku : Kita ke rumah Denada yuk. Kamu bisa kan?     

Mayang : Aku bisa. Jam berapa?     

Aku : Aku jemput kamu ke rumah, tunggu ya     

Mayang : Okay     

Mayang : Aah aku seneng banget kita bisa ngumpul lagi     

Mayang : Aku siap-siap sekarang     

Aku : Okay     

Aku menutup pesanku dengan Mayang dan membuka pesan dari mama Denada.     

Aku : Bisa, Ma. Faza jemput Mayang dulu ya. Sekitar satu jam lagi kayaknya kita sampai     

Mama Denada : Kyle bisa ikut?     

Aku : Bisa, Ma     

Mama Denada : Mama tunggu     

Aku : Iya, Ma     

Aku memperlihatkan layar handphoneku pada Astro dengan senyum lebar. Astro mengangguk setelah membaca pesanku dengan mama Denada.     

Semalam saat Astro masuk kamar setelah selesai bermain catur dengan opa, Astro berkata opa mengizinkan Kyle mengambil cuti lima hari. Sehari lebih banyak dibandingkan dengan permintaan Astro. Opa memberikannya karena Astro berhasil mengalahkan opa dengan satu langkah tak terduga saat memenangkan ronde terakhir mereka.     

"Kita duluan ya, Ri. Ada janji." ujar Astro sambil membawa berkas perjanjian dan mengamit tanganku untuk mengajakku bangkit.     

"Okay. Aku masih mau di sini sebentar. Coffe shop nya asik."     

Astro mengangguk sambil memelukku dan mengajakku berjalan menjauh, tapi Astro sempat memberi isyarat pada Eboth dan Lyra untuk tetap di sana menunggu Riri. Mereka hanya mengangguk singkat.     

"Thank you." ujarku sambil mengelus wajahnya saat kami keluar.     

Astro hanya menggumam mengiyakan sambil mengecup puncak kepalaku. Lalu kami memasuki mobil, dengan Kyle yang menunggu di balik kemudi sejak tadi.     

"Kamu dicariin mama Denada, Kyle." ujarku dengan senyum terkembang di bibirku saat menatap Kyle dari spion tengah.     

Kyle memberiku senyumnya yang terlihat menawan, "Kita ke rumah Nona Denada sekarang?"     

"Jemput Mayang dulu ya."     

Kyle hanya mengangguk sambil memulai perjalanan kami. Aku tahu dia sedang merasa senang sekali karena senyumnya terus berada di bibirnya dalam waktu lama.     

Aku menoleh untuk menatap Astro saat Astro memelukku lebih dekat padanya. Lalu mengalihkan tatapanku kembali ke spion tengah untuk menatap Kyle.     

"Astro main catur sama opa semalem demi kamu bisa dapet cuti lima hari, Kyle. Kamu harus pastiin Denada bisa ketemu Petra sama tunangannya. Bikin Denada putusin Petra. Kabarin aku kalau ada apa-apa." ujarku.     

"Awas kamu kalau pulang ga bawa hasil." ujar Astro.     

"Siap." ujar Kyle dengan senyum menawan masih terkembang di bibirnya.     

"Kalau kamu mau deketin Denada, tunggu sampai Denada bener-bener lepasin Petra. Kamu ga bisa buru-buru." ujarku.     

"Kyle tau, Nona."     

"Kamu serius kamu jodohin mereka?" Astro bertanya.     

Aku menoleh untuk menatap Astro, "Kita liat aja dulu. Kalau jodoh, mereka pasti nemu jalan. Kayak kita."     

Tiba-tiba saja Astro mengamit daguku dan mengecup bibirku, lalu mencumbunya penuh hasrat. Membuatku mencubit pinggangnya dengan kencang hingga dia tertawa.      

Aah laki-laki ini benar-benar....     

=======     

Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.