Salah
Salah
Dokter Alena menatapku dengan tatapan seperti sedang mengobservasi spesies baru, "Kayak pernah liat. Di mana ya?"
Lalu hening di antara kami.
"Dokter pernah liat di internet mungkin. Mereka sempet heboh beberapa bulan kemarin." ujar suster Herlina, yang tiba-tiba membuatku merasa bodoh dengan diriku sendiri. Beberapa saat lalu aku sempat bersyukur dia terlihat tak mengenaliku karena sikapnya padaku terlihat biasa saja. Namun ternyata dia mengenaliku dari portal berita yang beredar.
Dokter Alena menggeleng dengan gusar, "Bukan. Kamu kan tau saya ga pernah tertarik internetan kecuali buat urusan kerjaan."
Suster Herlina menatapnya dengan tatapan bingung, tapi segera bergerak menjauh ke arah ranjang ginekologi sebagai tempat memeriksa pasien. Sepertinya dia sudah siap untuk membantu tindakan apapun yang dibutuhkan.
Dokter Alena mengalihkan tatapannya ke Astro dan memberinya tatapan menyelidik, "Adek umurnya berapa?"
"Sembilan belas, Dok. Erm saya suaminya." ujar Astro.
Aku hampir saja tertawa, tapi aku menahan diri saat Astro dan dokter Alena menoleh padaku. Akan lebih baik jika aku tidak bertingkah dalam situasi semacam ini.
Dokter Alena mengalihkan tatapannya kembali ke Astro, "Kapan nikahnya? Kalian masih muda banget lho."
"Tanggal 4 Januari kemarin, Dok." ujar Astro.
Dokter Alena menatapnya tak percaya, "Kalian beneran udah nikah?"
Aku mengangguk, "Aku bawa buku nikahnya kalau Dokter mau liat."
Astro menoleh dan menatapku bingung. Kurasa aku tahu apa yang ada di dalam pikirannya. Aku hampir saja membuka clutch, tapi dokter Alena melarang.
"Maaf ya, ga seharusnya sih saya nanya-nanya begini. Saya cuma penasaran, kenapa kalian nikah muda? Kalian kan belum ada dua puluh tahun."
"Dari pada pacaran, Dok. Lebih enak langsung nikah kan? Kalau ngapa-ngapain aman." ujar Astro, yang entah kenapa jawabannya membuatku malu.
Dokter Alena menatap kami dengan alis mengernyit mengganggu, "Tanggung jawab pasangan yang udah nikah besar lho. Kayak sekarang. Kalau bener hamil, kalian jadi orang tua muda. Kalian harus mikirin soal finansial, psikologis, dan banyak hal lainnya. Kalian masih kuliah, dapet pendapatan finansial dari mana? Kecuali keluarga kalian ga masalah nanggung semua biaya sih."
Entah apakah dokter Alena sedang bertanya dengan sungguh-sungguh untuk memperingatkan kami atau hanya sekedar menguji. Namun ucapannya memang benar.
Aku dan Astro terdiam karena kami tak terbiasa mengekspos pekerjaan kami pada sembarang orang. Terlebih, dokter di hadapan kami adalah dokter yang baru kami kenal. Kami harus lebih waspada jika kami tak ingin membuat rumor baru.
"Setau saya Astro punya perusahaan game, kan? Sempet rame beberapa bulan lalu soalnya." tiba-tiba saja suster Herlina memecah keheningan di antara kami.
Dokter Alena menatap Astro tak percaya, "Begitu ya? Keren juga kamu bisa bikin perusahaan game di umur sembilan belas tahun. Pantes berani nikah muda."
Astro hanya mengangguk dan tersenyum tipis. Entah bagaimana tiba-tiba saja aku merasa bangga memilikinya. Mungkin ada baiknya jika dokter Alena mengetahui tentang ini, lagi pula hal itu bukanlah rahasia lagi.
Dokter Alena tersenyum tipis padaku sebelum bangkit, "Okay. Ayo kita cek dulu."
Aku bangkit sambil meletakkan clutch di kursi dan beranjak menuju ranjang ginekologi. Astro mengikutiku.
Dokter Alena memberi isyarat padaku untuk berbaring, aku menurutinya. Suster Herlina membuka kancing jaketku dan menaikkan kaos yang kupakai hingga perutku terlihat, lalu mengoleskan gel yang terasa dingin di kulit. Dokter Alena mengambil alat transducer dan mengarahkannya di perutku untuk mencari keberadaan janin, yang meninggalkan sensasi geli yang aneh.
Sejujurnya aku tiba-tiba saja merasa sangat gugup, dengan seorang dokter dan suster yang asing bagiku sedang memeriksa bagian tubuhku yang selama ini tak pernah kuperlihatkan pada siapapun kecuali Astro. Aku hampir saja akan membatalkan pemeriksaan andai saja aku tak begitu ingin melihat hasilnya.
"Ga ada nih. Kalau adek hamil pasti ada bayangan bentuknya oval yang berarti ada janin berkembang, tapi saya cari dari tadi ga ketemu." ujar dokter Alena.
Ada kelegaan menjalar dari dadaku ke seluruh tubuh. Namun Astro terlihat sedikit pucat walau terlihat tenang. Aku tahu dia kecewa.
"Kalau masih muda ga bisa kedeteksi, Dok?" Astro bertanya saat suster Herlina membantu membersihkan sisa gel di perutku.
Dokter Alena menoleh ke arahku, "Adek terakhir menstruasi kapan?"
"Enam hari yang lalu."
"Tanggal pertama menstruasinya kapan?"
"Dua belas hari yang lalu."
Dokter Alena mengangguk dan memberi isyarat padaku untuk bangkit, lalu kembali duduk di belakang mejanya. Astro mengamit tanganku dan membantuku turun dari ranjang golinekologi, lalu kami kembali duduk di kursi yang sesaat lalu kami tinggalkan.
"Kalian ga pakai alat kontrasepsi ya? Maksud saya, kalian emang niat mau cepet punya anak?" dokter Alena bertanya.
Astro menoleh padaku sesaat sebelum menatap dokter Alena, "Kita biasanya pakai kondom, tapi emang pernah ga pakai di tanggal tertentu yang kita pikir aman karena bukan masa subur."
Dokter Alena mengangguk, "Kalau gitu kalian ke sini dua minggu lagi. USG lagi untuk liat ada janin atau ga. Sementara jangan olahraga terlalu berat atau angkat barang. Makanannya dijaga ya."
"Ada pantangan, Dok?" aku bertanya.
"Sebenernya sih ga ada, tapi saya saranin kurangin makan yang rasanya asem atau terlalu pedes. Boleh makan, tapi sedikit aja. Karena kita belum tau beneran ada janin atau ga, sebaiknya makanannya diperhatiin dulu. Yang paling penting jangan stress karena akan ngaruh ke pertumbuhan janin. Itu kalau emang beneran ada calon janin."
Aku menoleh untuk menatap Astro. Entah bagaimana wajahnya terlihat berseri. Aku tahu dia masih memiliki harapan untuk memiliki anak. Aku bahkan mulai membayangkan bagaimana dia akan mengoceh untuk memaksaku makan lebih banyak dan mengurangi aktivitas fisikku dua minggu ke depan.
"Maaf, Dok. Ada alternatif lain selain kondom atau pil kalau aku mau nunda punya anak?" aku bertanya, yang membuat Astro dan dokter Alena menatapku bingung.
Dokter Alena menghela napas sebelum menatap kami berdua bergantian, "Kalian harus sepakat kalau mau punya anak. Kalau salah satunya belum siap sebaiknya ditunda, terutama kalau calon ibunya belum siap."
Lalu hening di antara kami. Aku tahu dokter Alena benar dan kurasa Astro juga mengetahui hal itu.
"Sebenernya adek bisa konsumsi pil kalau mau nunda, tapi karena masih belum jelas ada janin atau ga, saya saranin sementara pakai kondom dulu ya. Jangan konsumsi pil." ujar dokter Alena.
Aku dan Astro saling berpandangan. Kurasa aku tahu apa yang ada di dalam kepalanya. Kami harus membahas hal ini dengan serius nanti.
"Saya bener-bener penasaran. Saya pernah liat kamu di mana ya?" dokter Alena bertanya, yang membuatku menoleh padanya.
Aku yakin aku tak pernah bertemu dengannya sebelumnya. Aku tak akan melupakan sorotan tajam dari matanya walau aku hanya pernah melihatnya satu kali.
"Mungkin dokter salah orang?" aku bertanya.
=======
Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : iamno
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..
Regards,
-nou-