Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Rumah



Rumah

2"Honey."     

Aku mendengar suara yang menggema di kejauhan. Aku tak dapat melihat siapa yang bicara, tapi dia memanggilku berulang-ulang. Lalu terasa seperti ada yang menarikku dengan kasar. Saat aku membuka mata, ada Astro sedang terduduk dan menarik jari telunjukku.     

Astro menoleh tepat saat aku menatapnya, lalu menarikku untuk duduk dan memeluk tubuhku dengan tatapan yang terlihat panik. Entah bagaimana, tapi dia terlihat lega setelah memelukku.     

"Sorry, tadi kamu manggil-manggil Fara. Aku panik jadi aku tarik jari kamu biar kamu bangun." ujarnya sambil terus mengecup puncak kepalaku.     

Aku menarik napas dan menghembuskannya perlahan, "I'm okay. Maaf bikin kamu khawatir."     

Astro melonggarkan pelukannya dan menatapku lekat, "Kamu ... mau ikut terapi?"     

Aku menatapnya bingung, "Terapi apa?"     

Astro terlihat ragu-ragu, "Ke psikolog, Honey. Belakangan ini kamu sering mimpi buruk."     

Aku menatapnya tak percaya, "Aku ga gila, Astro. Aku aja ga inget tadi aku mimpi apa."     

Astro terdiam selama beberapa lama sebelum bicara, "Psikolog bukan cuma buat orang gila, kamu tau?"     

Bagaimana aku harus menanggapi situasi seperti ini? Tiba-tiba aku merasa seperti sedang tersudut.     

Aku melirik jam di dinding, pukul 00.14. Alarm handphoneku seharusnya sudah berbunyi empat belas menit yang lalu. Mungkin Astro yang mematikannya.     

Aku menatapnya penuh pertimbangan, "Bisa biarin aku sendiri dulu? Sebentar aja. Lima belas menit?"     

Astro menatapku dalam diam selama beberapa saat dab mengangguk, "Aku bikinin coklat panas ya."     

Aku mengangguk dalam diam sambil memperhatikan Astro yang beranjak turun dari tempat tidur. Dia merapatkan selimut ke tubuhku sebelum melangkah ke depan lemari dan memakai boxer. Dia menghampiriku untuk mengelus puncak kepalaku dan mengecupnya sebelum keluar kamar.     

Aku menatap sosoknya yang menjauh dan menghilang. Sepertinya dia sengaja membiarkan pintu kamar terbuka.     

Aku baru saja merebahkan tubuhku kembali dan memikirkan kalimatnya untuk ikut terapi ke psikolog. Yang benar saja? Opa dan oma tak pernah memberi saran itu padaku walau aku mengurung diri di kamar selama berbulan-bulan bertahun yang lalu.     

Apa yang harus kulakukan? Haruskah aku menurutinya? Aku bahkan tak mengingat mimpiku sesaat lalu. Lagi pula kenapa aku memanggil Fara?     

Tiba-tiba kelebatan bayangan seseorang yang mirip denganku muncul, "Aku, kamu, Faza."     

Entah bagaimana bulu halusku meremang begitu saja. Aku tahu aku takut. Aku tahu aku baru saja memimpikan itu, tapi aku tak mengingat apapun tentang Fara.     

Tengkukku basah oleh keringat, yang membuatku berpikir untuk menyusul Astro ke dapur. Maka aku beranjak turun dari tempat tidur, menghampiri lemari untuk mengambil celana panjang dan kaos yang mana saja yang terlihat olehku, lalu memakainya. Aku baru menyadari aku memakai pakaian Astro saat melihat celana dan kaos yang kukenakan ternyata kebesaran untuk tubuhku.     

Aku hampir saja mengutuk diriku sendiri saat menyadari kebodohanku, tapi aku justru berlari keluar kamar dan menuruni tangga dengan cepat. Aku segera menghampiri Astro yang masih berkutat di depan kompor dengan aroma coklat menguar ke seluruh ruangan.     

Astro terkejut saat aku memeluknya dari belakang, "Kenapa? Kamu ga liat setan kan?"     

Aku menggeleng, "Tapi aku takut."     

Astro mematikan kompor dan membalikkan tubuhnya untuk menghadap ke arahku. Tatapannya menyelidik saat melihat pakaian yang kukenakan.     

"Sorry, aku asal ambil aja dari lemari. Aku baru sadar aku pakai baju kamu."     

Astro tersenyum tipis dan mendekapku di dadanya, "It's okay. Aku ga keberatan kamu pakai bajuku. Kamu tetep sexy kok."     

Aku mendongkak untuk menatapnya. Dia sedang memberiku senyum menggodanya yang biasa. Apakah aku benar-benar sudah gila?     

Astro menyentil dahiku, "Jangan bengong. Kamu bikin aku takut."     

"Aku mimpi ... ada aku yang lain. Mm ... dia minta aku dateng ke sungai tempat kecelakaan dulu."     

Astro menatapku dalam diam lama sekali. Aku tahu dia sedang menilaiku, tapi tatapan matanya terasa jauh dariku, entah kenapa.     

"Aku ... mau coba ikut sesi terapi, tapi ... kalau bisa terapinya di rumah aja."     

Astro menggeleng, "Aku berubah pikiran. Gimana kalau kamu lebih sering ngobrol sama ibu? Mungkin ibu bisa bantu."     

Aku hanya menatapnya dalam diam.     

"Kamu mungkin cuma butuh temen ngobrol, Honey. Yang bisa ngerti kamu. Kayaknya ibu cocok karena aku ga bisa saranin kamu bahas hal-hal begitu ke oma. Oma pasti khawatir nanti." ujarnya dengan tenang dan mantap.     

"Okay." ujarku pada akhirnya.     

Aku membenamkan wajahku di dadanya dan memeluknya lebih erat. Aku benar-benar tak tahu harus melakukan apa. Rasanya seperti otakku baru saja berhenti bekerja.     

Astro membelai rambutku dan mengecup puncak kepalaku lama sekali. Sepertinya dia sengaja membiarkanku memeluknya karena aku membutuhkan waktu untuk mengelola diriku sendiri.     

Aku menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan sebelum mendongkak untuk menatapnya, "Kamu mau kerja kan? Aku temenin ya."     

Astro mengangguk dan mengecup bibirku, "Aku kerja di kamar ya. Biar kamu bisa tiduran di pahaku."     

Aku hanya mengangguk. Kurasa aku tak memiliki pilihan lain yang lebih baik dari itu.     

Astro mengecup dahiku sebelum melepas pelukannya, lalu menuang coklat yang mulai menghangat ke dua cangkir dan memberiku isyarat untuk mengikuti langkahnya kembali ke kamar. Dia meletakkan cangkir di meja kecil di sebelah tempat tidur kami, "Aku ambil laptop sama berkas dulu di studio."     

Aku mengangguk sambil menghempaskan tubuhku ke tempat tidur. Tempat tidur ini memang tak akan pernah terasa lengkap tanpa Astro.     

Astro kembali dengan laptop dan tumpukan berkas di tangannya, lalu duduk di sebelahku. Dia memindahkan kepalaku yang sedang berbaring ke pangkuannya sebelum menyalakan laptop dan mengecek berkas-berkasnya.     

"Kamu mau begadang sampai pagi ngerjain itu?" aku bertanya karena merasa takjub dengan tumpukan berkas yang terlihat tinggi.     

"Kamu bisa tidur aja kalau ngantuk. Besok aku libur kok, jadi ga masalah." ujarnya sambil mengusap puncak kepalaku sebelum mulai mengetik.     

Aku menggeser kepalaku untuk menatap wajahnya dan mengelus wajahnya perlahan, "Maaf ya aku ga bangunin kamu tadi. Aku pikir kerjaan kamu ga sebanyak itu jadi aku biarin kamu tidur. Kamu keliatan capek banget."     

Astro menunduk untuk menatapku dan memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Ga pa-pa. Thank you. Tenagaku udah penuh sekarang, jadi aku bisa kerja."     

"Kasih tau aku kalau kamu butuh sesuatu ya."     

Astro hanya mengangguk dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Aku bisa melihat dengan jelas apa saja yang dia kerjakan. Mengurusi renovasi resort, satu deadline kampus, mengecek semua part robot ekspedisi bawah lautnya, juga berbincang dengan Paolo.     

"Paolo kerja di jam ini juga?" aku bertanya.     

Astro menggumam mengiyakan, "Ketularan aku kayaknya."     

"Kamu emang suka nularin orang jadi gila kerja. Jangan bilang Paolo juga niat nikah muda kayak kamu."     

Astro tertawa, "Kayaknya iya. Nanti kamu liat dia bawa pacar baru di pertemuan."     

Aku menatapnya tak percaya, "Seriously?"     

"Coba aja kamu tanya sendiri."     

Kurasa aku akan mengabaikannya saja. Lagi pula Paolo bisa melakukan apapun yang dia inginkan. Tunggu sebentar..     

"Bisa kita ke rumah opa di Magelang kapan-kapan? Ayah pasti tau alamatnya kan? Aku cuma mau liat dari jauh."     

Astro menghentikan gerakan jarinya dan menatapku, "Bunda kamu ga ada di sana, kalau itu maksud kamu. Ayah sama ibu pasti tau kalau ada bunda kamu di rumah itu."     

=======     

Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.