Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Spion



Spion

3"Kenapa kalian cemberut begitu?" aku bertanya saat membuka pintu.     

Kupikir aku akan membukakan pintu untuk Putri karena Putri memberi pesan padaku dia sudah ada di bawah. Aku tak mendengarnya mengetuk pintu karena aku masih berbincang dengan Astro di atap rumah rahasia kami.     

"Udah kenalan kayaknya." ujar Astro yang muncul di belakangku dengan senyum menggodanya yang biasa. Dia baru menyusulku setelah meletakkan makanan di dapur.     

"Bener?" aku bertanya.     

"Dia mau nyolong ojol yang kupesen di terminal tadi." ujar Putri sambil menjabat tanganku dan memelukku. "Kamu kurusan ya?"     

"Kurusan dari mana? Aku dipaksa makan terus gini." ujarku sambil melirik ke arah Astro, tapi Astro justru tersenyum lebar sekali.     

"Maaf, tapi saya ga nyolong. Saya pikir itu ojol yang saya pesen." ujar Bara sambil mengulurkan tangannya untuk kujabat setelah Putri melepasku.     

Aku baru saja akan menerima uluran tangan Bara, tapi Astro mengamit tanganku dan mengecupnya. Membuat Bara menarik tangannya kembali dengan canggung dan membuat suasana terasa aneh.     

"Inget yang aku bilang, Honey? Jangan biasain jabat tangan semua orang." ujar Astro. Laki-laki ini benar-benar sedang bertingkah.     

Aku mencubit pipinya dengan kencang, "Ini partner kerjaku, kamu tau?"     

"Aku tau. Tetep ga boleh."     

Dia benar-benar menyebalkan. Andai aku tak menahan diri, kami pasti sudah berdebat lagi. Namun aku tak ingin Putri dan Bara melihat kami seperti sepasang suami istri yang sedang bermasalah.     

"Selalu mesra ya?" Putri bertanya dengan senyum lebar.     

"Serius kamu bilang kita mesra?" aku bertanya sambil menatap Putri tak percaya.     

"Biarin mereka masuk dulu, Honey. Mereka pasti capek. Lagian ga sopan ngobrol di depan pintu." ujar Astro sambil menarikku mundur beberapa langkah untuk membiarkan mereka masuk.     

Putri mendahului Bara masuk dan duduk di salah satu kursi yang ada, "Kalian selalu bikin orang lain ngiri, kalau kalian mau tau."     

"Boss kamu ga tau dia punya suami super manis." ujar Astro sambil menarikku duduk di sisinya.     

"Dia ga tau dia super nyebelin." ujarku pada Putri.     

Sial ... aku baru ingat Bara belum terbiasa melihat tingkah kami yang aneh.     

"Sorry, Kak. Kita udah biasa begini. Nanti Kakak biasa kok." ujarku pada Bara.     

Bara hanya mengangguk walau terlihat salah tingkah, lalu dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan.     

"Mm ... kita tinggal di sini kalau lagi ga di apartemen. Jadi ini rumah sekalian workshop. Kita nginep di sini dua minggu ke depan karena kita masih baru mulai. Mungkin nanti kita pulang pergi apartemen lagi kalau udah biasa." ujarku.     

"Rumahnya bagus, Non." ujar Bara.     

Putri menatapnya sebal, "Ga pernah liat yang begini ya?"     

Bara terlihat tersinggung. Dia seperti akan mengucapkan sesuatu, tapi membatalkannya.     

"Kamu galak banget sih? Abis putus ya?" aku bertanya.     

Putri terkejut dengan ucapanku walau tatapannya terlihat sedih, "Ga usah dibahas. Semua laki-laki sama aja."     

"Minta dipecat ya kamu? Sembarangan bilang semua laki-laki sama aja." ujar Astro dengan tatapan tajam.     

"Sorry, kamu ga termasuk."     

"Aku laki-laki, kamu ga bisa liat?"     

Putri terlihat salah tingkah. Dia menghindari bertatapan mata dengan Astro, tapi tatapannya bertemu dengan Bara. Bara tersenyum simpul, mungkin karena merasa senang karena Putri baru saja melakukan kesalahan. Yang entah bagaimana justru memberiku firasat aku akan membutuhkan waktu untuk membuat mereka berdua akur.     

"Udah ih. Aku temenin keliling workshop sebelum aku anter kalian ke kost. Biar kalian tau di mana ruangan kalian kerja nanti. Lantai ini mau aku pakai buat transaksi jual beli aja, tapi ada dapur di belakang yang bisa kalian pakai." ujarku sambil bangkit.     

"Boleh buat nyimpen makanan?" Putri bertanya sambil mengikutiku bangkit.     

"Kamu tuh ga sopan ya saya perhatiin dari tadi." ujar Bara.     

Putri menatapnya dengan tatapan kesal. Dia hampir saja mendebat Bara, tapi aku bicara lebih dulu.     

"Boleh kok, kayak biasa aja. Kak Bara juga boleh kalau mau nyimpen makanan di sini. Boleh masak juga kalau mau, tapi jam kerja tetep harus kerja ya."     

Bara terlihat bingung dengan ucapanku, tapi Putri tersenyum lebar. Lagi-lagi aku lupa Bara belum terbiasa dengan kebiasaan kami.     

"Kak Bara boleh panggil aku Faza aja, ga pa-pa. Dari dulu aku ga pernah formal sama partner kerjaku. Biar Kakak tau juga, Putri ini orang yang aku percayain jaga toko craftku selama aku ga ada dan dia yang akan jadi manager di sini." ujarku sambil mengajak mereka naik ke lantai dua.     

Astro mengamit tanganku dan menggenggamnya sebelum melangkah naik lebih dulu, "Hati-hati, Honey."     

Aku hampir saja memutar bola mata saat aku melihat Bara yang sedang terkejut, "Aku nganggep partner kerjaku kayak temenku sendiri. Jadi Kakak ga perlu sungkan."     

Bara terlihat ragu-ragu, "Kalau gitu ... Nona jangan panggil saya Kakak, panggil Bara aja."     

Aku tersenyum, "Kalau gitu jangan panggil aku Nona, panggil Faza aja."     

Bara terlihat keberatan dan menatapku dalam diam sebelum bicara, "Baik kalau gitu."     

Aku tersenyum pada Bara sebelum mengecup pipi Astro karena dia terlihat cemburu. Aku tahu Bara dan Putri merasa salah tingkah karena aku melakukannya, tapi aku mengabaikannya. Akan lebih baik jika Astro tetap memiliki suasana hati yang bagus saat ini. Aku tak ingin kehilangan satu partner kerjaku hanya karena dia cemburu.     

Terbukti, Astro memeluk pinggangku dan tak membiarkanku berada terlalu dekat dengan Bara. Yang membuatku berpikir mungkin nanti dia akan selalu berada di sisiku setelah pulang dari kampus hanya untuk memastikan aku tak berada terlalu dekat dengan laki-laki manapun.     

Kami memberitahu fungsi setiap ruangan pada Putri dan Bara, juga memberi tahu mereka di mana kamar kami berada. Kami mengajak mereka melihat atap dan memperbolehkan mereka beristirahat di sana jika mereka merasa penat.     

Entah apakah karena Bara belum terbiasa memanggil namaku, dia berkali-kali memanggilku dengan sebutan Nona. Hingga membuat Putri tertawa.     

"Buat kalian bawa ke kost. Astro yang masak." ujarku sambil menyodorkan dua pak bento pada mereka saat kami mengajak mereka ke dapur.     

Wajah Putri terlihat berseri-seri saat menerimanya, tapi wajah Bara justru sebaliknya. Aku tahu dia masih sangat belum terbiasa.     

"Masakan Astro lebih enak dari masakanku. Ga usah khawatir." ujarku.     

"Bukan itu. Saya jadi ngerasa ga enak. Saya kan karyawan, tapi kalian kayak lagi nganggep saya temen." ujar Bara.     

"Emang kamu ga merhatiin Faza bilang dia nganggep partner kerjanya temen?" Astro bertanya dengan tatapan tajam.     

"Saya denger kok. Saya cuma ga nyangka kalau bakal bener-bener diperlakuin kayak temen."     

Aku mengelus lengan Astro yang sedang memelukku untuk memintanya menatapku, "Dia cuma belum biasa. Jangan ngomel-ngomel terus."     

Astro memberiku tatapan sebal, tapi tak mengatakan apapun. Entah ada apa dengannya hari ini hingga menjadi jauh lebih sensitif dari biasanya.     

"Kalian masak di sini? Kayaknya peralatannya masih baru, belum pernah dipakai." ujar Putri tiba-tiba.     

Aah ternyata Putri menyadarinya....     

"Kita bawa dari apartemen tadi. Sekalian ngambil beberapa barang dari sana." ujarku untuk sekedar memberi alasan. Aku tak mungkin memberitahu Putri bahwa kami tinggal di belakang workshop ini dan ada pintu rahasia di balik lemari.     

Putri mengangguk, "Makasih banyak, Nyonya, Tuan. Maaf ya udah ngerepotin."     

Aku memberi Putri tatapan sebal walau Astro hampir saja tertawa, "Berani kamu panggil aku Nyonya? Aku potong gaji kamu nanti."     

"Eh jangan! Aku janji ga manggil Nyonya lagi deh." ujar Putri sambil mengatupkan kedua tangan di depan wajahnya.     

"Udah. Kita anter mereka ke kost. Ini udah hampir malem, biar mereka istirahat." ujar Astro.     

"Kita jadi ketemu Jojo kan?" aku bertanya.     

Astro hanya mengangguk dan mengecup dahiku. Lalu memimpin kami keluar dan mengantarku untuk duduk di samping kemudi, tapi aku menolaknya.     

"Bara aja yang duduk di sini. Aku sama Putri di belakang. Ada yang mau aku bahas."     

Astro terlihat tak rela, tapi mengangguk setuju. Giliran Bara yang terlihat sangat salah tingkah saat duduk di kursi samping kemudi. Kurasa aku baru menyadari dia selalu merasa sangat sungkan, tapi aku tahu dia memiliki kepribadian yang baik.     

"Kamu bisa cerita waktu Zen pesen lavender artifisial?" aku bertanya pada Putri setelah kami duduk bersisian.     

Putri terlihat ragu-ragu, "Kemarin dia dateng lagi. Pesen macrame."     

"Macrame?"     

Putri mengangguk, "Aku inget waktu pertama kita ketemu, ada macrame bulu warna coklat di ruangan tempat kamu ngasih tes. Dia bawa sketsa minta dibikinin yang bentuknya persis begitu."     

Aku menutup mulut untuk menahan keterkejutanku sendiri, lalu menatap Astro melalui spion tengah yang sedang menatapku dengan tatapan khawatir.      

Aku memang memindahkan macrame buatan bunda dari kamarku ke ruangan khusus untuk mengerjakan semua pesanan karena aku selalu mendapatkan inspirasi saat melihatnya. Macrame itu bahkan masih berada di sana walau aku sudah merombak ruangan itu menjadi ruangan olahraga.     

=======     

Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.