Dimsum
Dimsum
Aku mengingat pesan Astro untuk tidak menjabat sembarang orang, maka aku sedikit menundukkan kepala sebagai tanda salam. Mereka juga menundukkan kepala untuk membalasnya. Kurasa mereka adalah teman-teman yang baik walau sepertinya mereka memiliki kepribadian yang cukup unik.
Empat orang yang baru kukenal semuanya adalah laki-laki. Hasto, Adrian, Okto dan Pratama. Hasto dan Pratama adalah peserta tim yang mengikuti lomba robotik bersama Astro akhir tahun ini.
"Konsep robotnya rahasia. Sorry kita ga bisa kasih tau kamu walau kamu istrinya Astro." ujar Hasto untuk menjawab pertanyaanku sesaat lalu.
Kurasa aku kan setuju saja padanya, maka aku mengangguk. Lagi pula aku akan bisa melihat apa yang Astro lakukan dengan robot untuk lombanya nanti saat aku menemaninya bekerja.
"Kamu masuk kuliah semester depan?" Jeanny bertanya.
Aku mengangguk, "Tapi ga satu fakultas sama kalian. Aku pilih DKV (Desain Komunikasi Visual)."
"Bukannya kamu di UNNES ambil seni rupa murni?" Liam bertanya.
Aku mengangguk, "Tapi di sini ga ada. Jadi aku ambil alternatif lain."
"Seni rupa murni ke DKV emang nyambung ya? Lagian itu bukannya berarti kalian berdua ga ada mirip-miripnya?" Jeanny bertanya.
"Ga juga. Sebenernya aku bisa masuk ke fakultas yang sama kayak kalian. Nilai kelulusanku dua poin di atas Astro. Aku cuma lebih suka bikin desain."
Jeanny menatapku penuh minat, "Kamu SMA ambil jurusan bahasa kan? Astro pernah bilang."
Aku mengangguk, tapi tak mengatakan apapun. Kurasa akan lebih baik jika aku tak membicarakan diriku lebih banyak. Aku ingin mereka memandangku biasa saja.
Entah bagaimana tiba-tiba aku mengingat ucapan Astro sepulang kami dari laboratorium pengembangan robot bawah lautnya. Jika dia bisa menemukan Paolo dan menjadikannya kaki tangannya, bukan tak mungkin dia akan menjadikan beberapa orang temannya yang sekarang berada di hadapan kami sebagai kandidat partnernya yang berikutnya.
Jeanny menatapku tak percaya, "Aku masih heran gimana kalian bisa cocok. Aku sama sekali ga bisa bayangin. Aku pikir kamu tuh kalem gitu, tapi tadi aku liat kamu nyium Astro. Aku kaget banget."
Kurasa wajahku memerah sekarang. Aku sudah berharap tak akan ada salah seorang dari mereka yang membahasnya, tapi sepertinya aku salah.
Astro mengamit kepalaku dan mengecup dahiku, "I love you, Honey..l"
Aku menatapnya tak percaya selama beberapa saat. Ditambah suara deham dan pekikan Jeanny, kupikir suasana di antara kami tak akan bisa lebih buruk dari ini. Bahkan sepertinya aku tak akan mampu menatap siapapun sekarang.
"Gimana kalau kita cabut aja? Biar mereka bisa leluasa mesra-mesraan. Ga kuat aku liatnya." ujar Pratama.
"Makanya cari pacar." ujar Jojo sambil mengamit pinggang Jeanny dan memeluknya.
Liam melempar kulit kacang pada Jojo, "Jangan nambah-nambahin."
Astaga ... kurasa aku benar-benar tak akan bisa menatap siapapun sekarang.
"Kamu bukannya pacaran sama Sofia? Kok dia ga ikut?" Okto bertanya pada Liam.
"Udah putus." ujar Liam tanpa minat sambil mengunyah.
Aku dan Astro saling berpandangan. Kurasa kami tahu apa yang terjadi dan sepertinya akan lebih baik jika kami tak membahasnya sekarang.
"Kalian ga laper? Dari tadi ngemil doang. Ini udah jam delapan." ujar Pratama.
"Mau makan apa, Honey?" Astro bertanya padaku.
"Terserah kamu aja. Asal jangan yang asem atau terlalu pedes." ujarku.
Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa. Sepertinya dia tahu apa maksudku. Dia hanya tak mungkin membahasnya di sini, di tengah keberadaan teman-temannya. Kami bisa saja membuat rumor baru jika saja ada berita tentang kehamilanku tersebar. Padahal kami sendiri belum tahu apakah aku benar-benar hamil.
Mereka semua menyebar untuk mencari makanan yang mereka inginkan. Meninggalkanku berdua dengan Jeanny di bawah pohon yang sejak tadi menjadi tempat kami berkumpul.
"Aku tau kok Sofia ngincer Astro, tapi dia ngedeketin Liam. Kasihan Liam yang jadi korban." ujar Jeanny tiba-tiba.
Aah....
"Kamu tau dari mana soal itu?" aku bertanya.
Jeanny menatapku lekat, "Aku pernah pinjem hape Sofia sekali. Aku liat ada folder khusus yang langsung bisa chat sama Astro. Aku sempet baca chat nya."
"Aku baca semua chat yang ada di hape Astro. Aku tau Sofia pernah chat Astro, tapi Astro ga pernah nanggepin. Kenapa kamu kasih tau aku soal ini?"
"Biar kamu tau ada banyak perempuan suka sama Astro. Mungkin akan ada beberapa yang ganggu, kayak yang pernah kejadian. Siapa ya namanya? Sempet rame bikin postingan instagram lagi di pengadilan."
"Gisel?"
"Iya itu."
"Menurut kamu Sofia kayak Gisel?"
Jeanny terlihat berpikir sesaat, "Semoga ga sih."
Aku menatapnya dalam diam selama beberapa lama sebelum mengalihkan pandanganku untuk mencari keberadaan Astro. Astro masih berkutat di depan salah satu stand yang menjual dimsum.
Kurasa aku masih harus belajar menilai seseorang. Saat pertama kali aku bertemu dengan Jeanny, kupikir dia adalah perempuan yang tak terlalu ramah. Seperti aku salah. Sama dengan saat aku salah menilai Bara.
Aku tahu untuk bisa mengetahui kepribadian seseorang akan membutuhkan waktu. Aku tak bisa menyimpulkan terburu-buru hanya dari sebuah pertemuan singkat. Lagi pula manusia berubah setiap waktu, karena aku juga merasakan perubahan dalam diriku.
Aku menoleh pada Jeanny yang sedang berkutat dengan handphonenya, "Boleh aku save nomor kamu?"
"Boleh. Sini nomor kamu, aku chat."
Aku memberitahunya nomorku, "Tapi cuma kamu yang boleh save nomorku ya. Jangan kasih ke orang lain."
Jeanny menatapku dengan tatapan menyelidik, "Kamu kayak Astro. Padahal nomor dia udah nyebar ke mana-mana."
Aku menghela napas, "Pada dapet nomor Astro dari mana sih? Aku bingung. Setauku Astro ga pernah umbar nomor."
"Kamu ga tau ya ada grup chat rahasia? Katanya sih di sana disebarin nomor cowok-cowok husband material (yang cocok jadi suami)."
"Serius? Tapi Astro udah jadi suamiku."
Jeanny mendengus pelan, "Cewek nakal mana peduli soal itu? Mereka taunya cowoknya ganteng, tajir. Astro kan kandidat banget. Cowok umur sembilan belas tahun, tapi punya perusahaan sendiri. Cewek mana yang ga mau? Kamu pasti juga bangga kan jadi istrinya?"
Aku terdiam sesaat sebelum bicara, "Tapi aku milih dia bukan karena itu."
Jeanny menatapku penuh minat, "Trus apa yang bikin kamu milih dia?"
"Karena aku tau kita akan baik-baik aja. Kita selalu begitu, dari dulu." ujarku dengan senyum di bibirku.
Jeanny menatapku dengan tatapan kagum, tapi tak mengatakan apapun.
"Kamu kenapa pilih Jojo?" aku bertanya untuk menghilangkan hening di antara kami.
"Jojo baik. Ga kayak mantan-mantanku yang lain. Dia selalu ngingetin kalau aku bikin salah. Sebenernya sih, kalau dibilang jatuh cinta ... kayaknya ga, tapi aku nyaman sama dia."
"Kalian ada rencana mau nikah?"
Jeannya tertawa.
"Maksudku ga sekarang, tapi nanti." ujarku dengan senyum di bibirku.
Aku tahu hanya segelintir orang yang berpikir menikah muda adalah hal yang wajar dilakukan. Jeanny dan Jojo jelas bukan salah satunya.
"Mungkin? Sementara aku mau jalanin aja dulu, tapi Jojo sering main ke rumah jadi orangtuaku udah tau."
Aku mengangguk karena kupikir hal itu adalah hal yang baik. Aku mengingat saat-saat Astro selalu ke rumah opa selama bertahun-tahun untuk menemuiku setiap dia memiliki waktu walau aku masih belum menyadari perasaanku padanya.
"Bahas apa kalian?" Jojo bertanya dengan kedua tangan terisi cappucino dan seorang di belakangnya membawa satu nampan berisi dua porsi soto.
Jeanny menoleh padaku sesaat sebelum menjawab, "Girls talk (Obrolan perempuan). Kamu ga perlu tau."
Jojo menatapku dengan penuh minat, "Dia ga biasanya baik sama perempuan. Hati-hati aja nanti dia berubah galak."
Jeanny mengambil satu cappucino dari tangan Jojo dan meneguknya. Dia tak mengatakan apapun hingga Astro muncul tak lama kemudian.
"Aku beli dimsum. Kita makan trus pulang ya." ujar Astro.
Aku hanya menggumam mengiyakan.
"Bagus kamu bisa deket sama Jeanny. Dia ga biasanya ngobrol akrab sama perempuan."
Aku menatap Astro penuh minat. Sepertinya aku akan bertanya lebih banyak tentang Jeanny saat kami pulang. Sekarang aku hanya akan mencoba membaur dengan teman-temannya lagi, karena aku tahu aku akan bertemu lagi dengan mereka di lain waktu.
"Oh ya, buat kamu tau. Ada satu cewek yang lagi coba deketin Astro di kampus. Namanya Cantika, tapi dia ga secantik namanya. Kamu harus main ke kampus sekali-kali biar dia tau Astro beneran udah nikah dan bukan cuma gosip." ujar Jeanny tiba-tiba.
"Aku ga pernah nanggepin dia." ujar Astro setelah menelan dimsum pertamanya.
Jeanny mendengus pelan, "Beberapa cewek ga akan nyerah cuma karena kamu cuekin."
Kurasa aku setuju dengan Jeanny. Coba lihat apa yang terjadi di antara keluarga Astro dan keluarga Zenatta. Sepertinya aku akan menyempatkan waktu untuk datang ke kampus sesekali.
Handphoneku bergetar, aku mengambilnya. Ada pesan dari ibu.
Ibu : Besok Ibu sampai di rumah siang ya. Ibu bawain susu kuda sama madu. Faza mau nitip apa?
Aku : Makasih, Bu. Itu aja cukup, ga perlu repot-repot
Astro berbisik di telingaku, "Nitip lingerie baru."
Aku menoleh dan memberinya tatapan tajam. Bagaimana jika ada orang lain yang mendengar?
=======
Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : iamno
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..
Regards,
-nou-