Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Batu



Batu

2"Ibu kangen banget." ujar ibu sambil memelukku setelah meletakkan dua paper bag di meja makan. "Kayaknya Faza gemukan ya?"     

Aku mengangguk padahal sebetulnya aku tahu berat badanku masih sama, "Dipaksa makan terus sama anak Ibu."     

Ibu melepas pelukannya dan memberi Astro tatapan tajam, "Badan Faza udah bagus, jangan disuruh makan terus. Nanti gendut."     

Kurasa aku tak dapat menyembunyikan senyum di bibirku. Aku akan memanfaatkan situasi ini karena aku mendapatkan dukungan dari ibu.     

"Faza dipaksa makan sehari lima kali kalau Ibu mau tau." ujarku.     

"Ga masalah kok. Aku masih sanggup gendong kamu ke mana-mana." ujar Astro dengan senyum menggodanya yang biasa.     

Aku memberinya tatapan tajam. Yang benar saja? Membahas tentang menggendongku di depan kedua orang tuanya? Kurasa wajahku memerah sekarang.     

"Tuh, Bu. Anak Ibu tega banget." ujarku dengan tatapan memelas.     

Ibu menghela napas dan memberi isyarat padaku ke salah satu kursi, "Sini duduk. Ibu mau cerita sebelum Ibu pulang. Ibu cuma di sini sekitar satu jam."     

Aku menuruti permitaan ibu dan menunggu. Ayah duduk di sebelah ibu sambil menatapku penuh minat.      

Beberapa saat lalu saat mereka datang, Astro lah yang membukakan pintu karena aku masih harus mengirim email untuk Zen. Ibu dan ayah muncul tepat setelah aku menutup semua bar pekerjaanku dan mematikan laptop.     

"Ibu mau teh atau coklat panas?"Astro bertanya sambil beranjak ke kitchen set.      

"Teh aja."     

Astro hanya mengangguk dan menjauh ke arah kompor. Dia sempat memberiku isyarat untuk menggunakan mantra darinya jika aku merasa gugup. Aku hanya mengangguk untuk menanggapinya, lalu mengalihkan tatapanku ke ibu.     

"Boleh Ibu tau, apa yang Faza baca soal Bonaire di diary bunda?" ibu bertanya.     

"Cuma tulisan Bonaire di ujung halaman. Ga ada apa-apa lagi yang bahas soal Bonaire di sana."     

Ibu dan ayah saling berpandangan. Lalu ayah mengangguk, entah isyarat untuk apa.     

"Faza tau bunda Faza cerdas kan?" ibu bertanya.     

Aku mengangguk karena bundaku memang secerdas yang bisa kuingat. Mengurusi tiga anak super aktif dengan sistem pembelajaran homeschooling dan masih sanggup mengerjakan berbagai kerajinan tangan, juga mengurusi rumah dengan segala pekerjaannya, kurasa hanya orang yang memiliki kecerdasan tinggi yang bisa melakukan itu seorang diri.     

Ayah memang membantu proses belajar kami, tapi bunda bisa mengerjakan segala hal tanpa mengeluh. Bahkan bisa tetap tersenyum saat ada orang-orang yang menyayangkan keputusan yang bunda pilih untuk keluarganya.     

"Kalau Ibu ga salah, bunda cuma nulis di diary waktu lagi sedih, marah, seneng, tapi bunda ga akan taruh rahasia di diary karena bunda ga mau opa atau oma tau." ujar ibu.     

Aku terdiam mendengarnya dan berusaha mencerna. Benarkah?     

Bunda menuliskan tentang ayah di sana, juga tentang Abidzar Pranoto. Jika pendapat ibu benar, maka ibu ingin opa tahu tentang hal itu? Kenapa ini terasa membingungkan untukku?     

Tunggu sebentar....     

Saat bunda menyebutkan tentang kebenciannya pada opa karena adiknya meninggal, bunda memang tak menyebutkan bagaimana bunda bisa mengetahuinya atau dari siapa. Saat bertemu dengan ayah secara rahasia, bunda hanya menyebutkan tempat bertemu mereka sebagai "tempat yang biasa". Yang entah bagaimana, tapi aku mulai berpikir mungkin saja tempat itu adalah toko buku milik om Bram.     

Seingatku bunda juga tak menuliskan tentang bagaimana bunda bisa mendapatkan izin untuk bisa berangkat ke Jakarta untuk menemui ayah. Juga tentang bagaimana bunda bisa tiba-tiba berada di Bandung dan secara kebetulan bertemu ayah kembali, tapi bunda menyebutkan tentang Agnia (ibu). Yang sekarang membuatku berpikir bunda memang sengaja menuliskannya, tapi untuk apa?     

Jika aku tidak salah mengingat, bunda juga tak menuliskan apapun saat menghilang selama tiga tahun. Benar-benar tak ada curahan hati satupun selama tiga tahun berselang. Benarkah diary itu hanya sebagai tempat melepas emosi dan bunda dengan sengaja tak menulis apapun mengenai rahasianya? Entah kenapa perutku terasa berputar saat berpikir bundaku mungkin saja memiliki rahasia.     

"Maksud Ibu, bunda sengaja nulis atau ga nulis sesuatu?" aku bertanya untuk memastikan dugaanku.     

Ibu mengangguk, "Kayak bunda sengaja nulis nama Ibu. Ibu yakin bunda sengaja. Faza pernah mikir, kenapa diary itu disimpen sampai sekarang? Dan bukan bunda yang nyimpen sendiri."     

Aku menatap ibu dalam diam lama sekali sebelum bicara, "Bunda sengaja naruh diary itu biar dibaca orang lain?"     

"Pintar." ujar ibu sambil mengelus puncak kepalaku.     

Astro meletakkan seteko teh, empat cangkir dan piring berisi potongan brownies di tengah meja. Dia menuang teh ke cangkir untuk masing-masing daei kami. Lalu menarik kursi hingga menempel pada kursiku sebelum duduk dan menggenggam tanganku.     

"Kalau bunda sengaja mau kasih liat diary itu biar dibaca orang lain dan nulis soal Bonaire di sana, bukannya ada kemungkinan opa nyari bunda ke sana?" aku bertanya.     

"Opa emang ngirim orang ke Bonaire buat cari Ana (bunda). Ayah ga sengaja denger waktu itu. Ayah baru sampai di rumah opa di Magelang waktu opa ngobrol sama salah satu orang kepercayaan opa. Kalau ga salah itu seminggu setelah Ana pergi dari rumah. Kebetulan Ayah emang sering nanya opa soal bisnis." ujar ayah.     

"Maksud Ayah, opa nyari bunda sampai Bonaire waktu bunda pergi dari rumah?" aku bertanya.     

Ayah mengangguk, "Tapi kayaknya Ana ga di sana. Buktinya ga ketemu kan?"     

Aah lalu apa inti dari pembicaaan ini?     

"Mungkin opa cuma buru-buru ambil keputusan waktu itu. Opa ga tau bundanya Faza pengen nikah dan tinggal di Bonaire setelah nikah. Bunda pernah cerita ke Ibu, tapi kalau bener bunda masih ada sampai sekarang dan opa yang sembunyiin, mungkin aja bundanya Faza ada di sana." ujar ibu.     

Tiba-tiba jantungku berdetak kencang. Benarkah? Haruskah aku ke sana dan mencari bundaku sendiri?     

Aku menoleh untuk menatap Astro. Aku tahu dia khawatir padaku. Kenapa dia selalu menunjukkan tatapan itu jika kami sedang membahas bunda? Tatapannya membuatku merasa buruk dengan diriku sendiri.     

"Ga sekarang, Honey. Aku ga bisa nemenin kamu ke sana." ujar Astro.     

Entah bagaimana, tapi aku tahu dia pasti akan mengatakannya. Tiba-tiba saja terasa seperti ada batu jatuh ke dasar perutku, meninggalkan sensasi berputar dan terasa mual.     

Aku mengalihkan tatapanku kembali ke ibu, "Tapi ini cuma dugaan kan?"     

Ibu mengangguk, "Ibu ga bisa jamin ada di mana bundanya Faza sekarang. Ini udah sembilan tahun. Kalau emang bener bunda masih ada, bunda bisa ada di mana aja."     

"Dan akan percuma kalau Faza ke Bonaire tanpa persiapan. Nyari seseorang yang udah ilang sembilan tahun ga segampang itu. Ayah sebenernya ga yakin opa yang sembunyiin Ana. Mungkin Ana yang pergi sendiri, kayak dulu." ujar ayah dengan tatapan khawatir.     

Bundaku tak mungkin pergi sendiri tanpa suami dan anak-anaknya, bukan? Bagaimana mungkin bunda bisa pergi meninggalkan kami? Bunda pasti akan mencari kami lebih dulu.     

Tunggu sebentar....     

"Bunda ga mungkin amnesia kan?" aku bertanya dengan jantung yang berdetak semakin kencang.     

=======     

Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.