Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Hukuman



Hukuman

3"Ga ada making love tiga hari ini, Honey." ujarku tepat saat Astro menutup pintu setelah kedua orang tuanya diantar ke bandara oleh Jian.     

Astro menarik lenganku dan membuatku berada di dalam dekapannya. Matanya yang menatapku terlihat menderita, "Ga mau."     

"Hukuman buat kamu karena kamu bercanda kelewatan. Ayah sama ibu ga seharusnya tau kemarin kita sempet ke dokter kandungan."     

"Tapi kan mereka ga tau." ujarnya dengan frustasi.     

Aku mencubit pipinya pelan, "Tapi mereka sempet mikir aku hamil. Kalau ayah nyari tau bisa aja ketauan, kamu tau?"     

"Tapi kan ayah ga tau."     

Aku memberinya tatapan sebal, "Pokoknya itu hukuman buat kamu. Kamu harus terima atau aku tambah jadi seminggu."     

"What? Seriously?"     

"Okay. Jadi seminggu." ujarku sambil melepaskan diri dari dekapannya. Entah apakah dia sedang sangat terkejut atau bagaimana, tapi aku bisa meloloskan diri darinya dengan mudah.     

Sebetulnya aku bisa saja menghukumnya dengan melakukan berbagai pekerjaan yang lain. Namun kurasa hukuman ini adalah hukuman yang paling mungkin akan membuatnya jera.     

"Honey, please." Astro memanggilku tepat saat aku sampai di meja makan.     

Alih-alih menanggapinya, kurasa akan lebih baik jika aku mengabaikannya. Aku mengambil laptop dan handphoneku dari meja makan dan membawanya bersamaku menaiki tangga. Aku sempat menoleh ke arah Astro. Dia masih terpaku di depan pintu, tapi segera berjalan cepat untuk menghampiriku.     

"You can't do this (Kamu ga bisa begini)." ujarnya saat sampai di sisiku.     

"Well, I can (Aku bisa)." ujarku tanpa menoleh.     

"Tapi ... seminggu kelamaan. Tiga hari, okay? Ah bukan, dua hari. Ya?"     

"Kan kamu yang tadi ga terima aku kasih tiga hari. Jadi aku tambah jadi seminggu."     

Astro meraih lenganku dan membuatku menghentikan langkah tepat saat kami sampai di lantai dua, "Aku ga keberatan kalau cuma tiga hari. Dibanding seminggu. Aku cuma ... shock."     

Coba lihat ekspresinya sekarang. Laki-laki menyebalkan ini ternyata bisa kewalahan menghadapi satu hukuman dariku.     

Aku mengecup bibirnya dan tersenyum manis, lalu mengamit tangannya yang menggenggam lenganku hingga lepas. Dia sempat tersenyum canggung, sepertinya dia benar-benar tak tahu harus melakukan apa.     

"Keputusanku final, Astro. Seminggu." ujarku saat berjalan menjauh darinya.     

"Honey ..."     

Kurasa aku akan mengabaikannya. Aku melanjutkan langkahku menaiki tangga ke atap. Aku berniat akan melanjutkan pekerjaanku di sana.     

"Ooh come on." ujarnya yang masih berusaha mengikutiku.     

"Kerjaan kamu bukannya ada banyak? Kerjain sekarang atau semuanya akan mundur dari deadline. Kamu udah nunda ngerjain itu semalem." ujarku sambil menghempaskan tubuhku ke sofa.     

Astro duduk di sebelahku dan melingkarkan kakinya ke tubuhku, "Please."     

Aku menatapnya tanpa minat dan menggeleng. Akan lebih baik jika aku melanjutkan pekerjaanku sekarang. Masih ada laporan dari Sari dan pak Bruce yang belum kuperiksa.     

Astro menyandarkan dagunya di puncak kepalaku sambil mengelus wajahku saat aku menyalakan laptop dan wifi. Entah kenapa ini terasa seperti aku adalah sebuah boneka baginya.     

"Kamu ganggu aku kerja." ujarku sambil menjauhkan wajahnya dari kepalaku, tapi dia bergeming.     

"Kamu tega."     

"Sekali-sekali tega sama kamu kan ga pa-pa."     

"Rrgh!" Astro hanya menggeram pelan sambil memelukku lebih erat. Laki-laki ini benar-benar mengganggu.     

Aku menghela napas dan mendongkak untuk menatapnya, "Cuma seminggu, Honey. Kamu pasti bisa."     

"Tapi aku ga mau." ujarnya dengan tatapan menderita.     

Aku berpikir sesaat, "Okay, lima hari."     

"Rrgh jangan ilangin jatah making loveku, please."     

Ada apa dengan laki-laki ini? Tidak bercinta denganku lima hari tak akan membuatnya kehilangan nyawa.     

"Fine. Tiga hari. Ga ada nawar lagi. Kalau nolak aku tambah jadi sebulan." ujarku dengan kesal.     

Astro mencubit kedua pipiku, "Kamu tega."     

"Biarin. Hukuman buat kamu. Kalau ga gini kan kamu seenaknya aja."     

Astro menatapku dalam diam selama beberapa lama sebelum bicara, "Emangnya kamu kuat ga making love sama aku?"     

Aah laki-laki ini benar-benar....     

"Aku bisa. Nanti kamu liat."     

"Okay. Tiga hari." ujarnya dengan tatapan memelas.     

Entah kenapa aku merasa sekarang aku tega sekali. Padahal beberapa saat lalu aku merasa percaya diri.      

Aku mencubit pipinya, "Jangan liatin aku begitu. Aku ga akan berubah pikiran."     

"Jahat."     

Aku memberinya tatapan sebal, tapi tak mengatakan apapun, lalu mengalihkan tatapanku kembali ke laptop. Aku bisa mendengar Astro mendesis sebelum menyandarkan pelipisnya di bahuku.     

"Kerja sana. Kerjaan kamu kan banyak." ujarku sambil membuka email dari Sari.     

Astro hanya menggumam, tak mengatakan apapun. Sepertinya aku benar-benar akan menganggapnya tak ada.     

"Kamu mau kerja di sini sampai sore?" Astro bertanya.     

Aku hanya menggumam mengiyakan.     

"Aku ambil laptop dulu." ujarnya sambil melepas pelukannya dan beranjak turun.     

Aku memperhatikannya yang menghilang di tangga. Dia terlihat biasa saja. Kurasa aku baru saja menyesali keputusanku. Seharusnya aku tetap bertahan dengan seminggu masa hukuman untuknya. Tiba-tiba ini terasa menyebalkan.     

Aku meneliti pekerjaan Sari. Dia benar-benar belum terbiasa melakukan bagiannya tanpa Putri atau mungkin dia gugup hingga melupakan urutan pekerjaannya. Aku mengambil handphone dan memberinya panggilan telepon. Sari menerimanya.     

"Kamu belum kasih laporan stok sama penjualan seminggu ini." ujarku.     

"Oh iya, maaf. Aku kerjain sekarang." ujar Sari dengan panik.     

"Nanti aja kalau kamu tutup toko. Aku mau ngobrol sebentar. Kamu ada waktu?"     

"Em ... bisa."     

"Aku ngerti kamu masih butuh waktu buat biasa ngerjain semua kerjaannya Putri, tapi kamu harus tetep bisa ngerjain semuanya. Kalau kam ..."     

"Maaf, Faza." tiba-tiba saja Sari memotong ucapanku.     

"Kenapa minta maaf?"     

"Adikku lagi sakit jadi aku ga konsen. Pikiranku ada di rumah terus."     

"Kamu bisa ambil cuti kalau emang kamu perlu nemenin adik kamu di rumah. Aku ga masalah kok."     

"Aku ... ga enak minta cuti sama kamu. Putri baru aja pindah kemarin. Harus ada orang yang ngerjain bagiannya di sini."     

Aku berpikir sesaat sebelum bicara, "Kamu bisa cuti besok. Nanti aku koordinasi sama Gon buat sementara. Sekarang kamu pulang aja, temenin adik kamu dulu. Nanti kabarin aku gimana perkembangannya."     

Entah bagaimana kurasa aku mendengar suara isak yang tertahan, "Maaf, Za. Nanti ... aku kerjain lebih detail."     

"It's okay. Kamu pulang aja dulu, nanti kabarin aku gimana kondisi adik kamu."     

"Makasih banyak, Za."     

Aku hanya menggumam, lalu mematikan sambungan telepon kami. Sejujurnya aku merasa kesal. Entah apakah kekesalanku pada Astro menulari reaksiku pada Sari, tapi kurasa lebih baik Sari segera pulang. Akan percuma jika dia tetap berada di toko sedangkan pikirannya tak ada di sana.     

Aku sedang memijit pelipisku perlahan setelah meletakkan handphone di sofa saat Astro datang dengan laptop, tumpukan berkas dan sebuah nampan berisi dua gelas susu dan piring berisi brownies bertumpuk di kedua lengannya. Aku segera bangkit dan menghampirinya untuk mengambil nampan di tumpukan paling atas.     

"Bawa barang begini bahaya, kamu tau? Kalau tumpah kan berkas kamu bisa rusak semua." ujarku sambil memberinya tatapan sebal sebelum menaruh nampan di meja.     

"Sekalian jalan. Aku males naik turun." ujarnya sambil menaruh laptop dan berkasnya di meja. "Axe udah hack laptop Zen. Ternyata Zen pakai keamanan dua lapis, untung Axe bisa masuk."     

Aku menatap Astro penuh minat, "Keamanan dua lapis? Aku aja cuma pakai satu."     

"Erm aku udah nambahin keamanan laptop kamu jadi tiga lapis abis kita nikah." ujarnya sambil memasukkan sepotong brownies ke mulutnya.     

"Seriously?"     

Astro mengangguk, "Aku curiga opa yang minta Zen pakai keamanan dua lapis, atau mungkin opa yang minta orang buat masang. Sekarang tinggal nunggu apa aja yang bisa Axe dapetin dari sana."     

Aku menatapnya dalam diam. Jika benar opa yang meminta seseorang untuk memasangnya, maka mereka benar-benar memiliki hubungan yang tidak biasa. Kenapa aku begitu bodoh membiarkan mereka hanya berdua selama sesi bermain catur mereka selama ini?     

Tunggu sebentar....     

"Gimana caranya kamu nambahin keamanan laptopku?" aku bertanya.     

"Password kamu gampang ditebak."     

Sial ... dia benar. Aku menggunakan password yang sama dengan handphoneku. Astro sudah mengetahui password handphoneku sebelum dia berangkat ke Surabaya, tak mengherankan jika dia mengetahui password laptopku juga.     

Walau hanya ada segelintir orang yang mengetahui nama bundaku, tapi dia pasti bisa menebak aku menggunakan nama itu. Aku bahkan mulai berpikir Kyle mungkin saja bisa dengan mudah menebaknya. Kyle akan bisa membuka laptopku tanpa perlu menyadapnya.     

"Kenapa kamu ga bilang?"     

Astro mengalihkan tatapannya padaku walau jarinya masih mengetik di atas keyboard laptopnya, "Aku ga mau kamu marah-marah trus kabur lagi."     

Aku terkejut, "Siapa yang kabur? Aku cuma ke atap sebelah buat mikir."     

Astro menghentikan gerakan jarinya dan mengamit wajahku, "Kamu bikin aku takut waktu itu. Aku udah ga kepikiran apa-apa lagi selain mikir kamu kabur."     

Begitukah? Bagaimana jika saat itu aku benar-benar pergi? Tatapan matanya saat itu dan sekarang terlihat jujur bagiku.      

"I'm sorry." ujarku sambil mengelus wajahnya.     

Astro mengecup dahiku sebelum mengambil segelas susu dan menyodorkannya padaku, "Udah lewat, ga usah dibahas. Minum susu aja."     

Aku menatapnya penuh minat karena dia benar-benar terlihat biasa saja, yang justru memberiku firasat buruk. Aku baru saja meneguk sedikit susu di gelas yang kupegang, tapi aku menyemburkannya tiba-tiba. Susu ini aneh sekali.     

Astro menggenggam gelas yang kupegang dan menyodorkan gelas itu ke bibirku, "Ini susu kuda yang dibawa ibu tadi. Abisin. Aku ga mau tau. Susu itu bagus buat ibu hamil."     

Aku menatapnya tak percaya, tapi dia memberiku senyum kemenangannya yang selalu terlihat menyebalkan. Aku berusaha menjauhkan gelas ditanganku, tapi gelas itu tetap bergeming di hadapanku.     

"Abisin, Honey. Hukuman buat kamu karena kamu nyebelin banget hari ini." ujarnya dengan tatapan iseng yang jelas sekali.     

"Tapi kita belum tau aku beneran hamil atau ga."     

"Aku bikin kamu hamil beneran, mau?"     

Astaga ... laki-laki ini benar-benar menyebalkan.     

=======     

Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.