Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Cadangan



Cadangan

1"Ini mangganya beberapa hari lagi bisa dipetik." ujar Astro.     

Aku sedang menyandarkan tubuhku pada dinding pembatas yang mengarah ke jalan raya. Kami sedang berada di atap workshop karena senja terlihat lebih jelas dari sini, tapi ucapan Astro membuatku mengalihkan pandanganku.     

Dia benar. Ada buah-buah mangga yang hampir matang di dua pot besar.     

"Biarin aja di situ. Biar nanti Putri yang petik." ujarku sambil mengalihkan pandanganku kembali ke matahari yang menggantung rendah di kejauhan.     

Harus kuakui, aku lebih suka melihat senja di Gili Meno. Senja di sana cantik sekali. Terlebih, di sana adalah tempat kami menikah.     

"Mm ... Honey." aku memanggil Astro dan memberinya isyarat untuk mendekat padaku.     

Astro hanya menggumam sambil memelukku dari belakang dan mengecup puncak kepalaku. Dia benar-benar tahu cara membuatku merasa nyaman.     

Aku mengelus tangannya yang sedang mengelus perutku, "Kalau aku ga hamil, kita tetep sama rencana kita buat punya anak setelah kita lulus kuliah kan?"     

Astro terdiam.     

Aku membalik tubuhku dan mendongkak untuk menatapnya. Dia hanya terus diam, arti tatapannya tak bisa kutebak.     

"Iya kan?" aku bertanya sekali lagi untuk memastikan maksud ucapanku padanya.     

"Aku serius waktu bilang aku mau punya anak."     

Aah dia mulai bertingkah lagi....     

"Tapi kita udah sepakat mau nunda punya anak. Aku akan tetep terima kalau aku beneran hamil, tapi kalau ga hamil aku mau lanjutin rencana kita nunda punya anak." ujarku serius.     

Astro menghela napas, "Okay. We'll see."     

"Aku serius, Astro."     

"Aku juga serius."     

"Tapi kalau kamu begini kamu bikin aku bingung harus gimana." ujarku dengan jujur dan sepertinya aku baru mengerti ucapan ibu saat mengatakan salah satu dari kami akan merasa bingung jika kami membatalkan kesepakatan.     

Astro mendekap kepalaku di dadanya dan mengecup dahiku sambil bicara, "I'm sorry. Erm ... sebenernya aku denger semua yang kamu bilang waktu aku tidur. Aku ngerti kok. Aku minta maaf, ya?"     

Mendengarku bicara dalam tidurnya? Mungkinkah? Dia terlihat tidur nyenyak sekali saat itu.     

"Kayak apa rasanya denger aku ngomong di mimpi kamu?" aku bertanya sambil mengelus wajahnya.     

"Rasanya kayak denger suara kamu di ruang kedap suara. Erm ... sebenernya aku jarang banget mimpi, tapi aku sering bisa ngendaliin adegan kalau kebetulan lagi mimpi."     

Aku mendongkak untuk menatapnya, "Kalau gitu kita tetep sama rencana kita kan?"     

Astro mengangguk dan mengecup bibirku. Aku tahu dia sedang berusaha menerima keputusanku dan kurasa aku akan membiarkannya seperti itu.     

"Thank you."     

Astro menggumam mengiyakan, "Mau pulang sekarang? Udah mau malem. Kamu harus makan, kamu tau?"     

Kurasa aku tak dapat menyembunyikan senyum di bibirku. Aku mengangguk sebagai tanda setuju sambil mengamit tangannya dan menggenggamnya. Namun Astro lah yang memimpin langkah kaki kami menuruni tangga dan memasuki kamar kami.     

"Mau tidur di sini malem ini?" Astro bertanya setelah mengunci kamar dari dalam. "Kita jarang tidur di sini kan. Lagian pasti aneh kalau kamar ini kayak ga pernah ditempatin padahal kita pakai rumah ini buat kamuflase."     

"Boleh, tapi kita harus makan dulu." ujarku sambil menariknya untuk mengikutiku masuk ke dalam lemari penghubung. Lemari ini sudah terisi pakaian, yang membuat kami harus masuk dengan hati-hati.      

Astro baru saja menggeser pintu di kamar rumah rahasia kami untuk menutup lubang penghubung saat aku menyadari sesuatu.     

"Kenapa ga taruh lemari di situ? Kalau ada yang masuk kamar kita trus liat pintu itu kan bisa ketauan. Emang ga akan langsung tau sih soalnya catnya sama, tapi kalau diperhatiin pasti ketauan."     

"Ga akan ada yang berani masuk kamar ini, Honey, tapi aku bisa pasang lemari geser di sini kalau kamu mau. Lemari buku, gimana?"     

Aku mengangguk, "Siapa yang mau masang? Kamu kan ga ngijinin siapapun masuk sini."     

"Aku bisa kok masang sendiri. Yang masang pintu itu kan aku." ujarnya sambil mengajakku keluar kamar.     

"Kamu pasang sendiri? Aku pikir Kyle bantu kamu."     

"Kyle pernah masuk sekali waktu aku beli rumah ini, tapi dia ga tau aku bikin jalan rahasia itu."     

"Terus semua barang-barang kamu masukin sendiri? Tempat tidur sama lemari kita kan gede."     

"Semua barang-barang di kamar udah dimasukin sebelum aku bikin pintu itu. Aku juga selalu ngunci kamar waktu ruangan lain lagi di renovasi, jadi ga ada yang tau selain kita."     

Begitukah?      

Kurasa aku harus lebih hati-hati dengan dugaanku lain kali. Aku bisa saja mengatakan yang tak semestinya kukatakan pada orang lain. Terlebih, jika aku salah bicara di depan Kyle.     

Aku mengikuti langkah kaki Astro menuju dapur dalam diam. Aku baru saja akan mendekati kulkas saat Astro melarangku dan menarik satu kursi untukku.     

"Kamu duduk aja. Aku yang siapin makan." ujarnya dengan tatapan tajam dan berjalan menjauh ke arah kompor.     

Aku hampir saja mendebatnya, tapi aku membatalkannya. Kurasa aku akan menontonnya menyiapkan makan malam kami sambil mengecek handphone. Firasatku tepat sekali, ada pesan di grup Lavender.     

Mayang : Aku udah pesen tiket buat pulang weekend nanti     

Denada : Mau nginep di rumahku?     

Denada : Tapi Faza ga mungkin nginep ya. Aku lupa (mengirimkan emoji menangis)     

Mayang : Ketemu di kafe aja nanti. Atau mau rafleksi lagi? Kayaknya seru     

Denada : Refleksi yuk. Aku mau     

Mayang : Tunggu Faza dulu. Dia pasti lagi mesra-mesraan sekarang     

Denada : Jangan bahas soal mesra-mesraan. Aku baru bisa ketemu Petra bulan depan     

Denada : Astro ga usah ikut aja nanti pas kita ketemu. Bisa kan?     

Mayang : (mengirimkan emoji tertawa) Astro pasti nempel terus. Liat aja nanti     

Denada : (mengirimkam emoji menangis) Nanti aku baper liat mereka     

Aku : Sorry, Astro pasti ikut     

Denada : Awas kalian nanti kalau mesra-mesraan di depanku     

Mayang : Biarin aja. Mereka kan udah nikah. Kamu sabar aja, anggep aja ga liat     

Denada : Ga bisa gituu iih     

Kurasa aku tak dapat menyembunyikan senyum di bibirku. Aku baru saja akan membalas pesan sahabat-sahabatku saat aku mendengar Astro bicara.     

"Apa? Kirim ke aku sekarang." ujarnya dengan tatapan terkejut sambil membawa semangkuk capcay yang masih mengepul di tangannya. Sedangkan tangannya yang lain sedang menggenggam handphone. "Okay, aku tunggu."     

"Kenapa?" aku bertanya saat dia meletakkan mangkuk capcay di meja dan beranjak menjauh lagi.     

"Axe nemu obrolan Zen sama opa."     

Tiba-tiba jantung berdetak kencang. Apa yang Axelle temukan?     

"Tapi cuma sedikit. Kayaknya mereka biasa ngobrol pakai telpon rumah atau pakai hape yang lain." ujarnya sambil berkutat di depan kompor.     

"Pakai hape yang lain? Maksud kamu kayak hape cadangan kamu dari om Ganesh waktu itu?"     

Astro menaikkan bahu, "Mungkin?"     

Astaga ... yang benar saja?     

=======     

Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.