Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Bianglala



Bianglala

3Aku menunggu hingga tubuh Astro terasa lebih tenang. Lalu melonggarkan pelukanku sebelum mengecup tengkuknya, menjalar ke pipi dan bibirnya. Tatapan matanya padaku adalah tatapannya yang paling menderita yang pernah kulihat.     

"I'm yours." ujarku sambil menatapnya lekat dan mengelus wajahnya dengan kedua tanganku.     

Astro hanya menatapku dalam diam, lama sekali. Hingga dia mengecup dahiku pada akhirnya. Napasnya di puncak kepalaku terasa panas, yang membuatku berpikir dia pasti sedang sangat murka.     

"Dia punya ribuan foto kamu dari SMA dulu." ujarnya dengan bibir yang masih menempel di dahiku. "Aku cuma punya ratusan."     

Apakah semua laki-laki seperti itu? Jika benar, mungkin bukan hanya dirinya dan Zen yang memiliki foto yang diambil secara rahasia. Namun aku tak akan mengutarakan hal ini padanya, atau aku akan membuat keadaan menjadi jauh lebih buruk.     

Entah kenapa tiba-tiba aku mengingat percakapanku dengan Zen beberapa bulan yang lalu. Saat dia bertanya padaku apakah aku tidak berpikiran jelek tentangnya atau menganggapnya maniak karena melukisku begitu banyak.     

"Boleh aku liat?" aku bertanya tanpa menatapnya.     

"Rrghh kamu ga perlu liat."     

Entah kenapa aku sudah bisa menebaknya.     

"Foto apa yang bikin kamu marah?" aku bertanya.     

Astro terdiam selama beberapa lama sebelum bicara, "Foto kamu berdua sama Zen di bianglala."     

Aku mendongkak untuk menatapnya, "Bianglala?"     

Astro hanya mengangguk, masih menatapku dengan tatapan menderita. Entah bagaimana aku teringat saat dia begitu cemburu pada Donny, dia melampiaskan kekesalannya dengan mencumbu bibirku dengan sedikit kasar.      

Kami bahkan berakhir dengan bercinta beberapa kali setelah menyelesaikan percakapan bisnis kami dengan Donny. Bagaimana dia akan melampiaskan rasa cemburunya padaku sedangkan aku sedang memberinya hukuman untuk tidak bercinta denganku selama tiga hari?     

"Aku cuma pernah sekali naik bianglala sama Zen waktu ke Dino Park. Itu juga sama anak-anak yang lain."     

Astro menatapku dengan tatapan kesal, lalu memperlihatkan layar handphonenya. Memang hanya ada aku dan Zen di foto itu dan aku tersenyum, dengan matahari senja di belakang kami.     

Sial ... sepertinya aku baru ingat saat itu kami duduk bersebelahan dan aku begitu terbawa suasana hingga tersenyum saat ada siapa pun yang meminta berfoto denganku. Aku tak menyadari betapa foto itu akan berharga untuk Zen atau berpikir dia akan menyimpannya sampai sekarang.      

Bagaimana aku akan menjelaskannya pada Astro?     

"Aku ga berdua sama Zen. Naiknya bareng yang lain kok." ujarku putus asa.      

Aah kenapa ini terasa seperti aku baru saja ketahuan berselingkuh?     

Astro menatapku dalam diam. Lama sekali. Entah apa yang sedang dia pikirkan, tapi aku cukup yakin apapun itu, bukanlah sesuatu yang baik. Tunggu sebentar....     

"Kamu bisa cek instagram Donna. Seingetku dia pernah upload foto-foto waktu kita di Dino Park. Kayaknya ada foto kita bareng naik bianglala." ujarku tiba-tiba.     

Astro justru meletakkan handphonenya di meja dan meraih wajahku dengan kedua tangannya, "Aku tau. Aku pernah liat."     

"Trus kenapa kamu marah?"     

"Aku ga punya foto kita berdua naik bianglala."     

"Kita bisa naik bianglala kapan-kapan."     

"Ga mau."     

Aku menatapnya tak percaya, "Trus kamu maunya gimana?"     

"Batalin hukuman kamu."     

Astaga ... yang benar saja?     

"Ga. Aku ga mau batalin. Itu hukuman buat kamu. Kita ga akan making love tiga hari ke depan." ujarku dengan mantap.     

Astro menatapku dengan penuh perhitungan sebelum bicara, "Apa yang bisa kamu lakuin buat bikin aku ga marah?"     

Aku mendekatkan wajahku untuk mengecup bibirnya, tapi dia menjauhkan wajahku bahkan sebelum aku menyentuhnya. Ini baru pertama kali dia menolakku dan ini terasa menyakitkan.     

"What can I do for you (Apa yang bisa aku lakuin buat kamu)?" aku bertanya.     

"That is my question (Itu pertanyaanku). Apa yang bisa kamu lakuin buat bikin aku ga marah?"     

Aku menghela napas, "Anything (Apa aja), asal bukan batalin hukuman kamu."     

Astro mengeraskan rahangnya, tapi segera melunak seiring dengan tatapannya padaku yang berubah lebih lembut. Entah bagaimana, aku merasakan firasat buruk.     

"Aku punya jadwal sparring sama Zen kalau kita pulang sabtu nanti. Aku mau kamu cium aku di depan dia." ujarnya dengan senyum tipis.     

Kuharap aku baru saja salah mendengar, tapi aku mendengar setiap kata dalam kalimatnya dengan baik. Teramat sangat baik.     

"We can't do that (Kita ga bisa begitu), Astro. Inget omongan ayah. Ayah bil ..."     

"Ayah ga perlu tau dan ga akan tau kalau ga ada yang ngadu."     

Aku tahu dia baru saja mengataiku suka mengadu. Mungkin dia benar, tapi ini benar-benar terasa menyebalkan.     

"Ga sopan, Astro!" ujarku pada akhirnya, tapi dia hanya menatapku dalam diam.     

Sial ... apa yang harus kulakukan?     

"Kyle bilang kita ga boleh terlalu mesra di area publik." ujarku tiba-tiba. Entah bagaimana aku mengingat ucapan Kyle beberapa bulan lalu, tepat saat itu dia juga menganjurkanku untuk mengubah gayaku.     

"Persetan sama omongan Kyle!"     

Aku menatapnya tak percaya sambil memukul dadanya dengan kencang, "Kamu baru aja ngatain orang."     

"Masa bodoh! Aku ga akan peduli soal sopan santun. Aku bisa aja bikin orang lain di depanku babak belur sekarang kalau kamu mau tau."     

Yang di hadapannya sekarang adalah aku. Kurasa dia sedang menahan diri dengan susah payah. Aku bisa merasakan gerakan tubuhnya yang penuh energi. Dia hanya tak ingin membuatku terluka.     

Lagi-lagi aku salah menilai seseorang. Aku salah menilai Zen dan rasanya aku juga salah menilai Astro.     

Aku tak pernah terpikir Zen akan melakukan hal semacam itu. Mengambil fotoku diam-diam bukanlah perbuatan yang bisa kumaklumi dengan mudah.     

Aku memang pernah berkali-kali berpikir Astro akan menjadi sangat menyeramkan jika marah. Namun aku salah menilai karena dia lebih dari sekadar sangat menyeramkan. Kurasa dia bisa saja menyakiti atau membunuh seseorang. Coba lihat kilat di matanya.     

Aku menundukkan pandanganku untuk berpikir, dengan kedua tangan Astro yang masih memegang wajahku. Kurasa aku tahu aku akan mengambil sebuah pilihan buruk dari yang paling buruk.     

"Kamu tau kita ga harus begini kan?" aku bertanya tanpa menatapnya.     

Astro hanya diam.     

Aku memberanikan diri untuk menghadapi tatapannya lagi, "Just a kiss, right (Cuma satu ciuman, kan)?"     

Astro mengangguk, masih tak mengatakan apapun.     

Aku hampir saja menelan ucapanku. Namun aku tak tega untuk menahannya, "Okay."     

Entah bagaimana tiba-tiba saja kami sudah bercumbu, dengan sebelah tangan Astro merangkuh tengkuk dan sebelah lainnya memelukku erat. Dia melepasku sesaat untuk mengambil napas sebelum kembali memangut bibirku dan itu terjadi berkali-kali.     

"Yakin ga mau batalin hukuman kamu?" Astro bertanya dengan napas memburu setelah melepas bibirku.     

Aku menggeleng pelan sambil menggigit bibirku yang masih bergetar, tapi aku terus menatapi bibirnya yang masih basah. Begitu sulit kah menahan diri?     

=======     

Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.