Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Bersama



Bersama

2"Jadi kalian panggil aku pakai namaku aja: Faza. Aku ga masalah kok. Dari dulu aku ga pernah formal banget, yang penting tetep sopan."     

Aku sedang berkumpul dengan partner kerjaku di lantai dua. Aku sengaja menjelaskan hal itu karena mereka terlihat tak nyaman saat mendengar Putri memanggilku dengan namaku, yang mungkin menurut mereka tidak sopan. Sama seperti reaksi Bara saat pertama kali mendengarnya.     

Walau aku jauh lebih muda dibandingkan mereka, tapi aku tetaplah bos mereka. Kurasa aku bisa mengerti.     

Mereka saling bertatapan dengan canggung. Aku tahu mereka pasti membutuhkan waktu untuk terbiasa denganku.     

"Kita mulai aja ya. Konsepku mungkin beda sama yang biasa. Rencananya dua minggu ini aku mau bebasin kalian bikin desain apapun yang kalian mau, tapi kalian harus gambar desainnya di kertas di sebelah sana trus kalian ajuin ke aku dulu. Kalian juga bisa pakai desainku kalau kalian belum tau mau bikin apa. Aku juga taruh desainku di sana." ujarku sambil menunjuk ke salah satu meja sudut.     

"Aku bikin konsep perhiasanku sesuai pesanan. Jadi nanti konsumen yang pilih sendiri desain yang mereka mau, baru kita bikinin. Sementara ini kita bikin perhiasan jadi contoh produk dulu. Kayaknya bisa kalau masing-masing dari kalian produksi tiga atau empat perhiasan satu harinya.     

"Jadi selama dua minggu ini kita sama-sama belajar. Kalian belajar gimana caranya bikin desain ke aku karena aku tau kalian selama ini bikin perhiasan pakai desain yang mainstream. Aku punya banyak referensi desain lain yang mungkin belum pernah kalian coba. Dan aku belajar dari kalian soal teknik yang kalian punya, karena aku cuma pernah nonton caranya aja di youtube. Aku ga pernah bikin perhiasanku sendiri. Jadi aku mau coba bikin."     

"Maaf. Saya boleh ... nanya?" Bara membuka suara.     

Aku mengangguk, "Silakan."     

"Nona m ..."     

"Jangan panggil aku Nona, panggil Faza aja cukup buatku."     

"Ehm ... Faza mau bikin perhiasan sendiri? Bosku ... soalnya bos biasanya cuma ngasih arahan aja. Yang bikin perhiasan tetep ... karyawannya." ujar Bara dengan canggung.     

"Kenapa ga? Aku crafter. Aku tertarik banget coba bikin perhiasan sendiri. Mungkin ga banyak, tapi kalau aku punya waktu aku mau coba bikin." ujarku sambil menatap semua orang bergantian untuk memastikan mereka mengerti bahwa mungkin saja aku berbeda dengan bos mereka yang sebelumnya.     

Bara tersenyum singkat dengan. Kurasa aku baru menyadari kalau dia cukup tampan, tapi jelas tak setampan suamiku.     

Semalam setelah aku dan Astro bercumbu, kami melanjutkan makan malam kami yang tertunda. Lalu mengerjakan perkerjaan kami masing-masing hingga tengah malam dan beranjak tidur.     

Alih-alih melihat Astro gusar, aku lah yang justru gusar. Aku berkali-kali membenahi posisi berbaringku karena terasa tak nyaman padahal Astro memelukku seperti biasa. Dan itu baru pertama kali terjadi setelah aku menikah dengan alasan yang aku tak tahu kenapa.     

Kebalikan denganku, Astro tidur dengan lelap. Entah apakah dia hanya berpura-pura, tapi dia bergeming dengan napas yang panjang dan dalam sepanjang malam. Dia bahkan terbangun dengan wajah berseri yang membuatku merasa buruk dengan diriku sendiri. Aku merasa kalah darinya padahal dia tak melakukan apapun dan itu terasa sangat menyebalkan.     

"Kita bisa mulai sekarang kali ya." ujar Putri sambil melirikku penuh arti, yang membuatku menyadari aku baru saja melamun.     

Aku mengangguk, "Iya kita mulai aja sekarang. Ah aku lupa, Putri ini manager kalian. Dia juga bantu aku jaga ruang penyimpanan bahan, komunikasi sama konsumen, juga semua proses jual beli. Kalian juga bisa nanya saran desain ke Putri. Karena ini masih baru banget mulai, kalian bisa kenalan dulu."     

Tiba-tiba sikap mereka menjadi jauh lebih baik pada Putri, terasa sekali perbedaannya. Yang justru membuatku merasa aku harus lebih berhati-hati, entah kenapa.     

"Aku ke dapur dulu, kayaknya aku butuh kopi. Kalian bisa pakai dapurnya juga kok, tapi kalau mau makan tetep sesuai sama jam kerja yang udah aku bikin di tembok deket meja sana. Di sana udah ada jadwal dan semua peraturan yang harus kalian ikutin kalau aja kalian lupa." ujarku sambil bangkit.     

Aku sempat menoleh sebelum menuruni tangga dan melihat mereka berbincang dengan canggung. Tak apa, ini hanya sementara. Keadaan akan berubah seiring waktu.     

Aku mengambil kopi bubuk dari kitchen set dan menyeduhnya, tapi aromanya membuatku mengingat ayah. Sebetulnya aku jarang sekali minum kopi, aku hanya membeli kopi bubuk karena kupikir partner kerjaku mungkin akan membutuhkannya.     

Aku menghela napas sambil menyesap kopi dan menatap keluar jendela. Jendela yang menghadap ke dinding pembatas dengan bangunan di sebelah yang hanya berjarak tak lebih dari dua meter. Ada pot-pot anggrek bulan yang diletakkan di dindingnya. Andai ada Astro di sampingku dia mungkin sedang memelukku sekarang.     

Kurasa aku harus berhenti melamun. Aku memiliki banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan hari ini.     

Aku kembali ke lantai dua dengan membawa cangkir kopi. Mereka sedang saling berdiskusi tentang desain yang kubuat. Sepertinya akan membutuhkan waktu sampai mereka bisa menghasilkan desain mereka sendiri.     

Aku baru saja akan bertanya apakah desain yang kubuat terlalu rumit bagi mereka, tapi mereka segera membubarkan diri bahkan sebelum aku menginjakkan kaki di tangga paling atas. Kurasa aku akan memperhatikan mereka bekerja lebih dulu.     

Aku meletakkan cangkir kopi di meja dekat dengan jendela, lalu mulai berkeliling memperhatikan proses pembuatan perhiasan sesuai dengan desain yang mereka pilih sendiri. Astro dan Lyra benar, mereka memang profesional. Mereka tahu apa yang harus dilakukan dan terlihat sungguh-sungguh dalam membuatnya.     

"Ada yang menurut kamu susah dibikin?" aku bertanya pada Qori saat dia sedang melebur perak.     

"Yang ini kayaknya agak susah soalnya rapet banget ukirannya, tapi bisa dicoba. Aku usahain hasilnya sesuai." ujarnya sambil menunjuk ke salah satu ukiran di desain cincin buatanku.     

"Nanti panggil aku kalau udah sampai di part itu ya. Aku liat kerjaan yang lain dulu."     

Qori hanya mengangguk dan melanjutkan pekerjaannya. Aku mengedarkan pandangan ke sekelilingku, entah kenapa bulu halusku meremang. Rasanya seperti aku sedang bersemangat mengerjakan sesuatu yang baru dan ini terasa menyenangkan.     

"Oh iya, aku lupa bilang. Di atap ada banyak pohon buah. Kalau kalian bosen kalian bisa istirahat di sana sebentar. Kemarin aku liat ada mangga hampir mateng, kalian bisa petik aja nanti." ujarku.     

Mereka semua menoleh padaku dan mengangguk, lalu kembali berkutat dengan pekerjaan mereka masing-masing. Kurasa aku tak akan mengganggu, maka aku mengambil satu buku dan mencatat semua proses yang kulihat. Bagaimana pun, aku lah yang berkata aku juga ingin membuat perhiasanku sendiri.     

Putri menyentuh lenganku saat aku sedang memperhatikan Umar membentuk lilitan untuk menahan mutiara. Putri memberiku isyarat untuk mengikutinya ke lantai bawah.     

"Kenapa?" aku bertanya saat kami duduk di salah satu kursi, tepat dekat jendela yang mengarah ke parkiran.     

"Mereka bagus banget kerjanya. Aku jadi ngerasa ga yakin jadi manager." ujarnya dengan tatapan khawatir.     

"Kenapa ga yakin? Selama ini kamu bagus ngelola toko lavender, makanya aku percayain kamu bisa jadi manager di sini."     

"Skill (kemampuan) mereka jauh di atasku, Za."     

Aku menatapnya tak percaya, "Kan aku juga lagi belajar dari mereka. Kita punya skill kita sendiri. Kita ga biasa aja bikin perhiasan gini dan mereka emang udah biasa bikin, tapi bukan berarti skill kita ga berguna."     

Putri menatapku dalam diam. Sepertinya dia sedang mengalami transisi kepercayaan diri.     

"Aku butuh kamu buat bantu aku ngelola, bukan buat bikin perhiasan juga. Kamu ga perlu bikin." ujarku dengan senyum di bibirku.     

Putri terlihat ragu-ragu walau ada binar di matanya yang tak bisa dia sembunyikan, "Tapi mereka keren banget. "     

Sepertinya dugaanku benar. Biasanya dialah yang mengarahkan Sari, Vinny dan Gon juga semua crafter yang belajar di toko lavender. Mungkin melihat orang lain dengan kemampuan lebih baik dibanding dirinya membuat dia merasa kurang berharga.     

Aku mengamit tangannya dan menggenggamnya, "Kita bisa belajar bareng, kayak biasanya. Kan tadi aku bilang, aku tertarik belajar bikin perhiasan. Mereka ga keberatan tuh aku belajar dari mereka. Lagian, kapan lagi aku bisa belajar bikin perhiasan sendiri kalau bukan sekarang?"     

Entah bagaimana seperti ada beban menghilang dari bahunya. Sikap duduk Putri terlihat lebih santai dan tatapan matanya lebih fokus. Kuharap aku sedang tak salah mengartikan. Entah ada apa denganku, mungkin Zen dan Astro membuatku meragukan kemampuan analisaku.     

"Aku mau belajar, tapi ... aku mungkin ga langsung berhasil. Kalau gagal gimana? Itu kan benda mahal, Za."     

"Kita tanya sama mereka gimana caranya bisa bikin perhiasan bagus dari perhiasan gagal. Mereka pasti tau jawabannya."     

Aku memang mengatakannya, tapi sejujurnya aku pun tak tahu apakah benar mereka bisa mengubah perhiasan gagal menjadi perhiasan layak pakai. Mungkin kami bisa melebur semua bahannya kembali dan memulai proses dari awal.     

Sepertinya Putri menyadarinya dan dia tertawa, "Gimana sih kamu. Nyoba main bisnis perhiasan, tapi ga ngerti mau diapain?"     

Aku menaikkan bahuku, "Kita belajar dari pengalaman aja, kayak biasanya. Kalau aku ga nyoba aku ga pernah tau gimana prosesnya kan?"     

Itu adalah kalimat yang Astro berikan padaku saat aku sedang ragu-ragu untuk merambah bisnis ini. Kurasa aku baru saja merindukannya.     

"Udah galaunya? Kalau udah kita naik lagi." aku bertanya.     

Putri mengangguk, "Aku belajar dulu dari mereka biar ga buang-buang sumber daya. Aku ga mau gajiku dipotong buat ganti bahan yang kebuang."     

Entah kenapa aku tertawa. Kuharap aku tidak sedang bertindak gegabah sekarang.     

Terdengar suara orang menuruni tangga, yang membuatku dan Putri menghentikan pembicaraan kami. Lalu Parti muncul tak lama kemudian, dengan sebuah liontin dan kertas desain di tangannya.     

"Maaf kalau ganggu, tapi apa bener begini?" Parti bertanya sambil meletakkan liontin buatannya dan gambar desain buatanku di atas meja.     

Aku dan Putri saling bertatapan setelah melihat hasilnya. Sepertinya kami berdua memiliki pendapat yang sama.     

"Sini duduk dulu." ujarku sambil memberi isyarat pada Parti untuk duduk di sebelahku.      

Parti terlihat ragu-ragu tapi menurutiku pada akhirnya.      

"Menurut kamu gimana sama desainnya? Terlalu susah buat dieksekusi?"     

Parti menggeleng, "Saya suka sama desain buatan ... Faza. Saya ga pernah bikin yang modelnya begini. Saya cuma ke sini buat nanya apa bener sesuai sama hasil yang ... Faza mau?"     

Aku mengangguk, "Ini bagus banget."     

Parti tersenyum lebar sekali. Entah bagaimana, tapi kurasa kami akan bisa menjalankan bisnis ini bersama.     

=======     

Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.