Coretan
Coretan
"Pagi."
"Oh Faza? Maaf kemarin aku ga masuk lagi. Adikku baru pulang dari rumah sakit kemarin malem. Aku ga bisa ngabarin juga soalnya hapeku jatuh pas naik ojol, kelindes motor jadi rusak."
Aku menarik napas panjang perlahan, memastikan Sari tak mendengarnya. Aku memang tidak menelepon Sari kemarin, jadi aku tak tahu apakah handphonenya bisa dihubungi atau tidak.
"It's okay. Adik kamu sakit apa?" aku bertanya.
"Abis operasi usus buntu, Za. Waktu kamu ijinin aku pulang itu aku ajak dia ke rumah sakit."
"Sekarang udah ga pa-pa?"
"Masih pemulihan di rumah, tapi ada emak yang jagain. Maaf ya, Za, kemarin Gon jadi sendirian."
"Kamu harusnya minta maaf sama Gon." ujarku sambil menatap ke ujung pandanganku. Angin semilir di atap workshop terasa sejuk sekali, panas matahari juga belum terlalu menyengat di jam ini.
"Iya nanti aku minta maaf sama Gon. Em ... ada yang bisa aku bantu?"
Aku terdiam sesaat sebelum bicara. Aku sudah memikirkan bagaimana akan membicarakan hal ini dengan Sari tanpa membuatnya merasa tersudut atau tak enak hati padaku, tapi terus berpikir sepertinya justru membuat kepalaku berdenyut mengganggu.
"Aku denger kamu mau minta resign. Apa bener?" aku bertanya.
"Oh ... itu ..."
Jelas sekali Sari merasa gugup. Suaranya bergetar dan napasnya mulai terdengar pendek.
"Aku ga akan ngelarang kalau kamu udah ga betah kerja bareng aku, tapi tunggu aku dapetin ganti buat bantu Gon sama Vinny di sana. Kamu mau nunggu?"
Sari menghela napas, "Sebenernya aku bilang begitu ke Putri abis disuruh jadi TKI ke Taiwan sama emak. Emak bilang ada tetangga yang kerja di sana dan dapet gaji gede, tapi aku udah bilang emak kalau aku ga mau. Aku suka kerja di sini, aku jadi bisa jagain adik sama emakku. Kalau aku ke Taiwan aku ga bisa jagain mereka."
"Bukan karena kerjaan Putri yang terlalu susah buat kamu?"
"Kerjaan Putri emang susah. Aku ngaku kerjaan Putri emang susah banget buatku, tapi aku udah bilang aku mau nyoba ngerjain. Aku emang belajarnya agak lelet. Em ... tapi kalau kamu mau kasih posisi Putri ke Gon atau Vinny, aku ga pa-pa. Mereka bisa ngerjain kerjaan Putri lebih cepet dari aku."
Terasa ada aliran air sejuk menyebar di dadaku. Untunglah aku tak terburu-buru menuduh Sari.
"Kamu keberatan kalau aku tetep minta kamu ngerjain kerjaan Putri?"
"Aku ... mau ngerjain kalau kamu kasih kesempatan, tapi Gon sama Vinny emang lebih ngerti soal laporan. Jadi ..."
"Aku belum bisa ngasih kerjaan itu ke Gon atau Vinny. Bukan karena mereka ga bisa atau mereka masih baru, tapi karena mereka masih kuliah. Aku pengen mereka belajar banyak soal crafting dulu sebelum mereka belajar ngelola." ujarku untuk memotong ucapan Sari.
"Gitu ya?"
"Tapi kalau kamu keberatan, aku ga akan maksa."
Sari terdiam sesaat sebelum bicara, "Kamu ga masalah aku belajarnya lelet?"
"Aku ga pernah masalah sama itu. Selama kamu mau belajar, itu aja cukup."
"Tapi ... kamu yakin mau ngasih aku kerjaan itu?"
"Kalau aku ga yakin aku ga akan minta kamu belajar kan?"
"Iya sih, tapi ..."
Lalu hening di antara kami.
Aku menatap jalan raya di bawahku sesaat sebelum berjalan kembali ke kursi panjang di bawah kanopi transparan, "Kenapa kamu ragu kamu ga bisa ngerjain kerjaan Putri? Kamu kan berkali-kali pernah bantu Putri ngerjain itu. Kamu juga bantu aku ngerjain laporan waktu Putri cuti seminggu."
"Itu ... soalnya kerjaanku ga rapi. Aku juga lama ngerjainnya. Aku ga enak kalau ternyata kerjaanku ga beres. Aku ga mau bikin kamu susah, Za. Kamu baik banget sama aku. Aku ga masalah kalau kamu lebih milih Gon atau Vinny buat gantiin Putri. Soalnya mereka emang lebih rapi ngerjain laporan."
Sepertinya benar Putri membuat Sari stress. Putri memang selalu memastikan semua laporannya padaku sempurna. Tak mengherankan Putri menuntut hal yang sama dari Sari.
"Selama kamu mau belajar, kamu pasti bisa. Aku ga masalah kalau kamu butuh waktu. Kita kerja bareng kan bukan baru beberapa bulan. Kamu tau aku ga pernah masalahin itu."
Lalu hening.
Aku bisa melihat Sari sedang mencoret-coret lembaran kertas dengan pulpen di tangannya dari CCTV. Coretan abstrak. Sepertinya dia sedang berpikir.
"Aku mau coba." ujarnya pada akhirnya. "Tapi kalau aku belajarnya kelamaan kamu bisa ganti sama Gon atau Vinny."
Aku tersenyum, "Okay. Aku tunggu laporan kamu sore ini ya. Ikutin aja jadwal yang udah pernah kamu bikin. Kalau kamu ijutin jadwal itu kamu pasti bisa ngasih laporan lengkap ke aku. Jangan panik. Kalau kamu panik, kamu pasti lupa sama urutannya."
"Okay, Za. Makasih ya udah percaya sama aku."
"Aku emang selalu percaya sama kamu dari dulu. Kalau kamu belajar kamu pasti bisa kok."
Aku bisa melihat Sari tersenyum. Sepertinya suasana hatinya membaik.
"Makasih banyak, Za."
"It's okay. Lanjutin kerjaan kamu. Aku juga mau lanjut kerja. Aku tutup ya."
"Iya. Makasih banyak pokoknya."
Aku mematikan sambungan telepon kami dan satu beban di dadaku menghilang. Aku menutup bar rekaman CCTV toko dan menemukan pesan dari Zen. Ada sensasi aneh di dadaku saat melihat namanya muncul karena mengingat ribuan fotoku yang berada di galeri handphonenya.
Aku sempat ragu-ragu akan membuka pesan darinya atau tidak, tapi aku mengingat perjanjianku dengan Donny untuk bekerja bersama Zen satu setengah tahun ke depan. Maka aku membukanya.
Zen : Proses produksi sampelnya udah dimulai. Nanti aku kabarin lagi kalau sampelnya udah jadi
Aku : Okay
Zen : Kamu jadi pulang sabtu ini?
Aku : Jadi. Astro punya janji mau sparing sama kamu kan?
Zen : Iya
Zen : Jangan lupa buka titipan dari kak Liana
Aku : Okay
Zen : Temen kamu jadi ikut kelas ngelukis di galeri besok?
Aku : Denada?
Zen : Iya. Kemarin kak Sendy bilang dia mau dateng
Aku : Aku ga tau soal itu
Aku : Kalau besok dia dateng, kabarin aku ya
Zen : Kenapa ga nanya dia aja mau dateng atau ga?
Aku : Kamu liat aja besok dia dateng atau ga. Aku ga enak nanyanya. Soalnya aku ga bisa nemenin dia di galeri
Zen : Oh okay
Aku menatap layar handphoneku dalam diam. Sebetulnya aku bisa saja bertanya pada Denada. Aku hanya tak ingin terlalu terbawa perasaan hingga memberitahu tentang perselingkuhan Petra padanya. Aku tak ingin bersikap gegabah.
Zen : Kamu dapet salam dari mama. Kalau kamu ada waktu mama mau ketemu
Aku : Salam balik ke mama ya. Sabtu ini jadwalku penuh jadi ga bisa ketemu mama dulu. Sorry
Zen : Mama bilang mau ikut nonton sparing. Nanti kalian bisa ketemu
Astaga ... yang benar saja?
Aku memiliki janji akan mencium Astro di depan Zen, tapi jika mama Zen juga ada di sana, bagaimana mungkin aku melakukannya?
=======
Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : iamno
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..
Regards,
-nou-