Lembut
Lembut
Setelah menyelesaikan masalahku dengan Astro, Astro memutuskan untuk melanjutkan pekerjaannya dan aku menemaninya di studio. Aku melirik jam di sudut handphone, pukul 20.18. Sebetulnya aku merasa sungkan untuk menelepon ibu di jam ini, tapi Astro meyakinkanku bahwa tak masalah jika aku menelepon ibu selama belum terlalu larut.
"Faza kangen. Ibu lagi sibuk ya?"
"Ga sibuk kok sekarang. Ibu lagi nemenin ayah kerja. Faza udah makan?"
"Faza sama Astro udah makan kok. Ibu udah?"
"Ibu udah. Kalian baik kan?"
"Baik kok, Bu. Kenapa?" aku bertanya sambil melirik ke sebelahku. Astro sedang terlihat serius sekali melanjutkan deadline kampus yang seharusnya dikumpulkan beberapa hari lagi.
"Ga pa-pa, kemarin Ibu dapet firasat ga enak. Kayaknya Ibu harus refreshing biar ga kebanyakan mikir jelek begini."
Aku terdiam mendengarnya karena sebetulnya kemarin aku dan Astro sempat bertengkar. Mungkin benar firasat seorang ibu tak bisa diremehkan.
Astro mengecup puncak kepalaku dan berbisik, "Sekarang udah ga pa-pa, Bu."
Aku menoleh untuk menatapnya. Dia sedang memberiku senyum menggodanya yang biasa. Dia benar. Kami baik-baik saja sekarang. Bahkan kurasa, yang dia butuhkan hanyalah pengakuanku bahwa aku begitu tega padanya karena memberinya hukuman tiga hari tanpa aktivitas bercinta.
Aku mengecup pipinya sebelum kembali ke percakapanku dengan ibunya, "Ibu harus coba ke refleksi Winbou. Denada sama Mayang ngajak Faza ke sana sebelum berangkat ke Lombok. Pijatan stafnya enak banget."
"Oh ya? Kirim alamatnya ke Ibu ya. Besok Ibu ke sana deh, mumpung Ibu ada waktu."
"Nanti Faza kirim alamatnya lewat chat ya, Bu."
"Iya. Oh ya gimana workshopnya?"
"Beberapa hari ini bagus. Faza beruntung dapet partner kerja profesional, tinggal nunggu waktu buat dapet banyak konsumen. Tadi sih udah ada dua orang yang nanya desain yang cocok buat mereka tunangan, tapi belum fix."
"Aah ga pa-pa. Baru beberapa hari buka workshop kan? Nanti makin lama banyak yang pesen kok. Nanti kalau Ibu mulai kerja lagi Ibu promoin website Faza ke kolega Ibu. Beberapa hari ini Ibu emang lagi libur buat nemenin ayah kerja."
Aku tersenyum mendengarnya. Entah bagaimana, tapi aku bisa merasakan kemiripan kami karena kami sama-sama sedang menemani suami kami bekerja.
"Makasih banyak ya, Bu." ujarku sambil menatap Astro dan mengelus rambutnya.
"Ga usah sungkan begitu sama Ibu. Kalau Faza butuh modal tambahan kabarin Ibu ya, nanti Ibu bantu."
"Ga kok, Bu. Modal dari Ibu udah cukup. Faza cuma mau nelpon karena kangen. Mm ... sabtu ini Faza emang pulang, tapi udah janji mau nginep di rumah opa. Faza sama Astro juga punya beberapa janji lain. Jadi kayaknya Faza ga bisa ke rumah."
"Gitu ya? Padahal asik kalau kita bisa refleksi bareng nanti, tapi ga pa-pa. Nanti kalau Ibu ada waktu Ibu ke Surabaya lagi."
"Kabarin beberapa hari sebelumnya ya, Bu. Biar Faza siapin kamar."
"Iya dong. Nanti kita tidur berdua, biar Astro sama ayah. Pasti seru."
"No way! Ibu ga boleh ganggu pengantin baru." ujar Astro yang tiba-tiba membuka suara, membuatku tak dapat menyembunyikan senyum di bibirku.
"Ibu nginep kan paling cuma beberapa hari. Ibu mau tidur berdua sama anak perempuan Ibu. Kamu nanti tidur sama ayah."
"Anak Ibu kalau tidur rese gerak-gerak terus. Ayah sama Ibu aja." tiba-tiba terdengar suara ayah bicara.
Aku ingin sekali tertawa, tapi membatalkannya karena Astro sedang menatapku tajam. Sebetulnya Astro tak pernah banyak bergerak saat tidur, dia justru akan terus diam sambil memelukku hingga kami terbangun.
"Honey, udah malem. Kerjaanku udah selesai. Tidur yuk." ujar Astro yang tiba-tiba memberiku senyum menggodanya yang biasa. Apa-apaan perubahan ekspresinya yang tiba-tiba itu?
"Sana tidur kalian, udah malem. Jangan ganggu Ayah sama Ibu." ujar ayah.
"Astro matiin telponnya ya. Astro sayang Ibu, muach."
Sambungan telepon kami terputus begitu saja tepat saat Astro mengecup bibirku.
Aku menatapnya tak percaya, "Seriously?"
Astro hanya menggumam dan mengalihkan tatapannya kembali ke laptop. Sepertinya dia sengaja memutus sambungan telepon karena ayahnya mulai bersikap menyebalkan.
Aku menggelengkan kepalaku sambil menatap layar handphone. Aku lupa belum menelepon Sari, tapi aku tak mungkin meneleponnya sekarang. Kurasa aku akan meneleponnya besok pagi saja.
Aku menyandarkan kepalaku di lengan Astro dan mengecek pesan dalam diam. Aku menatap kontak Mayang lama sekali karena sedang mempertimbangkan akan memberitahunya tentang perselingkuhan Petra atau tidak. Aku tak ingin gegabah dalam bertindak, tapi hatiku berkata aku ingin memberitahunya.
"Jangan kasih tau siapa-siapa, Honey. Mayang mungkin akan lebih emosional kalau tau Denada diselingkuhin." ujar Astro tiba-tiba.
Aku menghela napas sebelum mendongkak untuk menatapnya. Astro masih fokus dengan deadlinenya. Dia bahkan tidak menoleh ke arahku, tapi aku tahu dia benar.
Aku membenamkan wajahku di lengannya sambil mengecup lengannya, "Honey."
Astro hanya menggumam dan mengelus puncak kepalaku.
Aku hampir saja berkata aku mencintainya, tapi aku membatalkannya. Aku tak ingin dia merayuku lagi karena aku terlalu terbawa perasaan.
"Kenapa?" Astro bertanya pada akhirnya karena aku hanya diam.
Aku menggeleng, "Ga pa-pa. Lanjutin kerjaan kamu. Aku cuma mau peluk."
"Kamu tau apa yang lucu?" tiba-tiba saja Astro bertanya.
"Apa?" aku bertanya dengan wajah masih kusembunyikan di lengannya.
"Kamu yang maksa jangan sentuh kamu sebelum kita nikah, tapi kamu juga yang biarin aku pegang semuanya setelah kita sah. Kamu juga hukum aku ga boleh making love, tapi kamu nempelin aku terus. Kamu lucu, kamu tau?"
Aah kurasa wajahku memerah sekarang....
"Kenapa ga bilang aja kalau kamu juga pengen?"
Aku mengintip dibalik lengannya. Astro masih mengetik dengan cepat dan tidak menoleh padaku, tapi dia memiliki kalimat pertanyaan yang sempurna.
"Karena sebelum nikah emang ga boleh. Coba kamu liat Donna sama Denada. Kamu tega aku ngalamin yang sama kayak mereka? Lagian kan kamu yang bilang kita harus nunggu sampai nikah." ujarku sambil terus membenamkan wajah di lengannya.
Aku bisa merasakan jari-jari Astro berhenti mengetik dan tangannya mengelus puncak kepalaku, "Aku ga akan tega begitu sama kamu. Makanya aku ajak kamu nikah muda, kamu tau?"
Aku hanya menggumam mengiyakan. Aku tahu dengan jelas bagimana dia sudah sangat berusaha. Aku benar-benar menghargainya.
Astro menyentil dahiku pelan, "Tapi kamu ga perlu nahan diri sekarang. Kamu juga harusnya ga perlu bikin hukuman aneh-aneh buatku. Kita udah nikah, kamu ga boleh nolak aku kalau aku lagi pengen."
Aku tahu dia benar, tapi ini terasa menyebalkan.
"Kamu kan pengennya setiap hari. Sekali-sekali aku mau istirahat." ujarku tiba-tiba.
Aah sial ... kenapa aku mengatakannya?
Aku mempererat pelukanku di lengannya dan membenamkan wajahku lebih dalam. Aku tak akan berani menatapnya sekarang. Sudah cukup aku melihat tatapannya yang menyeramkan sejak kemarin.
Astro terdiam lama sebelum mengamit daguku untuk menatapnya, "Kamu bisa bilang kalau kamu capek. Aku mana tega sih biarin kamu kecapekan?"
"Apanya yang ga tega? Malam pertama kita aja kamu bikin aku ga bisa jalan." ujarku dengan tatapan sebal.
Astro tersenyum malu-malu, "Itu pengecualian. Aku kan ... ga tahan liat kamu telanjang begitu. Kamu sexy banget. Aku bener-bener ga tahan."
Astaga ... apa yang baru saja kudengar? Kurasa wajahku memerah sekarang.
"Bisa kita bahas yang lain?" aku bertanya tepat saat bulu halusku mulai meremang.
Astro menatapku dalam diam sebelum bicara, "Kamu inget aku pernah bikin jadwal?"
Aku berpikir sesaat sebelum mengangguk.
"Kita pakai jadwal itu mulai besok. Kamu harus ngingetin aku kalau aku ngajakin kamu making love diluar jam itu. Kamu bener soal jadwal kerja kita yang berantakan."
Kurasa aku tak dapat menyembunyikan senyum di bibirku, "Kamu serius kan?"
Astro mengangguk dengan mantap dan senyum tipis di bibirnya.
"Kalau kamu ngajakin making love diluar jam itu, kamu aku hukum ya."
"Rrghh jangan hukuman begini lagi. Aku susah banget nahannya." ujarnya dengan tatapan menderita.
Aku menggeleng, "Aku hukum kamu joget dangdut di depanku."
Astro menatapku tak percaya, "Seriously?"
Aku mengangguk dengan senyum semakin lebar. Aku tak pernah melihatnya berjoget dangdut sepanjang hidupku. Kami memang pernah berdansa, tapi berjoget dangdut adalah hal yang berbeda.
"Perlu aku joget sambil telanjang?" Astro bertanya sambil memberiku senyum menggodanya yang biasa.
Entah kenapa aku merinding membayangkannya, yang membuatku melepas pelukanku tiba-tiba.
"Ga perlu telanjang. Joget biasa aja." ujarku.
"Serius ga mau liat?"
"Ga!" ujarku dengan ketus sambil menyilang kedua tanganku di depan dada.
"Aku sexy. Kamu tau kan?"
Aah dia mulai bertingkah....
"Aku aja belum biasa liat kamu keliaran telanjang. Apalagi kalau kamu joget begitu? Ga mau!"
Astro menggigit sedikit ujung bibirnya.
Kurasa aku akan mengabaikannya. Aku bangkit dan meninggalkannya di studio, tapi aku membiarkan pintunya terbuka. Sepertinya akan lebih baik jika aku tak mengganggunya bekerja sekarang. Terlebih saat pembicaraan kami terasa semakin aneh.
"Honey."
Aku bisa mendengar Astro berteriak memanggilku dari studio, tapi aku melanjutkan langkah kaki menuju kamar. Aku membutuhkan kepalaku berbaring sebentar karena mulai terasa berdenyut mengganggu.
"I'M IN LOVE WITH YOU (AKU JATUH CINTA SAMA KAMU)!!" Astro berteriak tepat saat aku duduk di tepi tempat tidur.
Astaga ... kami beruntung di rumah ini hanya ada kami berdua. Bagaimana jika ada orang lain di sini? Mungkin aku sudah berlari padanya untuk menutup mulutnya.
"CAN YOU HEAR ME (KAMU DENGER KAN)? AKU SERIUS."
Bagaimana pula aku harus menjawabnya? Aku harus berteriak juga agar dia bisa mendengarku.
Aku merebahkan tubuh di tempat tidur dan menatapi langit-langit kamar. Tiba-tiba terasa sepi. Teriakan Astro tak lagi terdengar.
Astro pernah berteriak padaku saat kami masih SMA. Saat pembimbing kompetisi robotiknya berhalangan datang dan dia bisa pulang lebih cepat. Dia berteriak saat memanggil namaku dan terlihat sangat bersemangat.
Hari itu sepulang sekolah, dia mengajakku ke rumahnya. Hari itu juga aku melakukan kesalahan karena mengira dia akan mengizinkanku masuk ke kamarnya, yang juga justru membuatku terbayang aroma green tea dari sampo yang dia pakai. Sampo yang sama dengan yang kami pakai sampai hari ini.
Tiba-tiba ada adrenalin mengalir di dadaku, membuatku bangkit dan berjalan kembali ke studio. Astro sedang terlihat serius sekali dengan deadlinenya.
Aku duduk di sebelahnya dan mengecup pipinya sambil berbisik, "Mau aku kasih tau satu rahasia?"
"Apa?"
"Aroma sampo kamu yang bikin aku sadar aku jatuh cinta sama kamu."
Astro menatapku dengan tatapan lembut yang terlihat mengintimidasi. Tatapan yang sama yang dia perlihatkan padaku saat aku membuka mata di sofa panjang rumahnya dua setengah tahun yang lalu.
=======
Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : iamno
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..
Regards,
-nou-