Mantra
Mantra
Aku mengangguk, "Boleh lagi?"
"Kita harus mandi sekarang." ujarnya sambil mengelus bibirku dengan lembut. Lengannya masih memeluk punggungku yang telanjang dengan erat. Bahkan sebelah kakinya masih memeluk kedua kakiku, tapi aku masih merasa gelisah.
Aku tahu kami harus sudah siap satu jam lagi. Aku hanya ingin melepas kegelisahan hati yang sepanjang malam tak beranjak pergi. Dinginnya sensasi pistol masih terasa di tanganku saat ini, membuatku merasakan firasat buruk.
"We'll be fine (Kita akan baik-baik aja), Honey." ujarnya sambil mengecup bibirku. Seolah dia bisa membaca pikiranku dan segalanya berjalan biasa saja baginya.
Air mataku hampir saja keluar andai saja aku tak menahannya sebisaku. Sebetulnya aku tidak merasa takut. Hanya saja, aku merasa kesal karena ini terjadi di hari yang seharusnya spesial bagi kami berdua.
Kami memang sudah resmi menikah lebih dari seminggu yang lalu, tapi ini adalah resepsi pernikahan yang seharusnya menjadi hari penting. Hari ini seharusnya akan menjadi satu-satunya hari resepsi pernikahan dalam hidup kami.
"Mau mandi bareng?" Astro bertanya sambil mengelus pipiku.
Aku menggeleng, "Kamu duluan. Aku mau nenangin pikiran dulu sebentar."
Astro mendekapku erat di dadanya yang telanjang, "Kita akan baik-baik aja. Aku janji."
Entah aku harus merasa senang atau bagaimana. Aku tahu kami akan selalu baik-baik saja, tapi kelimatnya tak mengurangi kegelisahanku walau hanya sedikit. Di kepalaku masih terbayang wajah Gerard saat kami membuat sketsa bersama Bunda. Tiba-tiba aku ingat Bunda selalu memujinya berbakat.
Sekarang dia menjadi pelukis tiruan. Kyle bahkan berkata bahwa dia ahli melakukannya. Bagaimana mungkin Gerard yang dulu kukenal baik menjadi peniru? Itu adalah hal yang ilegal dilakukan, bukan?
"Jangan terlalu banyak pikiran. Kamu harus tetep tenang." ujar Astro sambil melonggarkan pelukannya.
Aku mengecup bibirnya, "Aku tau."
"Aku mandi duluan ya."
Aku mengangguk, "Aku tidur sebentar."
Astro terlihat khawatir, tapi menggumam mengiyakan. Dia melepas pelukannya dan mengecup dahiku sebelum bangkit. Aku sengaja memejamkan mata sebelum dia turun dari tempat tidur. Dia pasti ke kamar mandi telanjang dan aku masih saja belum terbiasa melihatnya bertingkah seperti itu.
Aku menarik selimut untuk menutupi wajah. Kuharap aku bisa mengubah pola pikirku lebih baik sebelum memulai semuanya hari ini. Aku harus bisa membuat diriku lebih tenang.
Aku menghitung setiap napas yang keluar-masuk hidung dengan perlahan dan mencoba memastikan mendapat irama yang tepat untuk menenangkan hatiku. Jantungku masih berdetak kencang, setidaknya aku sudah bisa menguasai pikiranku.
Astro membuka selimut yang menutupi wajahku dan mengecup bibirku, "Kamu harus mandi sekarang, Honey. Nanti aku bantu keringin rambut. Ayah pasti ngoceh kalau tau kita abis making love."
Aku menatapnya yang masih bertelanjang dada dengan celana boxer selutut dalam diam. Aku meraih tengkuknya dan mencumbu bibirnya dengan lembut selama beberapa lama. Dia sama sekali tak menolak hingga aku melepasnya.
"Kamu tau? Aku suka kamu nakal sama aku, tapi sekarang bukan waktunya, Honey." ujarnya dengan wajah yang merona merah sekali.
Aku bangkit dengan selimut menutup tubuhku, "Aku mandi ya."
Astro menatapku yang berlalu dengan tatapan menderita. Andai saja kami memiliki lebih banyak waktu, sepertinya dia akan menarikku untuk menemaninya melepas hasrat lagi.
Aku masuk ke kamar mandi dan melepas selimut yang menutup tubuhku, lalu membuka pintu dan menaruh selimut asal saja di depan pintu. Astro masih menatapku lekat, aku hanya tersenyum sebelum menutup pintu kembali.
Aah, kenapa lelah sekali?
Aku menyalakan shower dan mengguyur kepala untuk membantu melepas beban pikiran. Aku memejamkan mata dan mendongak ke arah shower yang sedang mengalirkan bulir-bulir air. Aku harus bisa mengendalikan detakan jantungku sekarang. Aku tak memiliki banyak waktu.
Aroma sampo green tea milik Astro masih tertinggal di sini. Aku membuka mata kembali. Aku harus bergegas.
Astro menungguku tepat di sebelah pintu kamar mandi saat aku keluar. Sepertinya dia sudah membereskan selimut yang kuletakkan sembarangan sesaat lalu. Aku tersenyum manis padanya karena sepertinya suasana hatiku membaik sekarang.
Dia mengamit pinggangku dan memelukku erat, "Kamu tau apa yang aku lakuin kalau nervous?"
Aku akan menggodanya sebentar, "Emangnya kamu pernah nervous?"
"Aku nervous kalau mau ketemu kamu dulu." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.
"Seriously?"
"Aku serius." ujarnya sambil mengamit kedua tanganku dan mengatupkannya di depan dadaku, lalu membukanya perlahan dan mengatupkannya kembali. Kemudian mengulanginya beberapa kali, seperti sedang melakukan gerakan tepuk tangan dengan lambat dan tanpa suara.
"Maksudnya?" aku bertanya saat dia tak mengatakan apapun untuk menjelaskan.
Astro membuka kedua tanganku, "Ada hal-hal yang ga bisa kita dapet bukan karena kita ga bisa, tapi emang bukan seharusnya jadi milik kita. Dan kita harus sabar ngendaliin diri."
Aku menatapnya dalam diam sambil berusaha mencerna semua kalimatnya.
Astro mengatupkan kedua tanganku kembali, "Ada hal-hal yang emang akan jadi milik kita, walau kita ga ngelakuin apa-apa. Bukan karena kita hebat, tapi karena kita dikasih kepercayaan untuk jaga hal-hal itu jauh lebih baik dibanding orang lain. Itu disebut tanggung jawab."
Aku masih menatapnya dalam diam. Dia pun sama. Sepertinya aku mengerti maksud ucapannya, maka aku tersenyum, "Thank you."
"Itu mantra rahasia. Kamu ga boleh kasih tau ke sembarang orang." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.
Aku mengecup bibirnya, "Baik, Tuan Astro."
"Kamu minta dipanggil 'Nyonya' ya?" ujarnya sambil menggigit ujung bibirnya.
Aku memberinya tatapan sebal, "Jangan panggil aku begitu."
Astro mengecup bibirku, "Kamu harus keringin rambut kalau ga mau kena omel ayah."
Aku tahu dia benar. Ayah sudah berpesan agar kami beristirahat malam ini. Aku hanya terlalu gelisah untuk tidur dengan tenang.
Astro mengamit tanganku dan membawaku ke kursi kerjanya. Dia melepasku duduk dan membantuku mengeringkan rambut dengan hair dryer. Aku melirik jam di dinding, pukul 04.13. Masih ada banyak waktu untuk kami mempersiapkan diri.
Belaian tangan Astro di rambutku membantuku menenangkan diri. Dia benar-benar menjagaku dengan baik selama ini. Aku akan percaya saja padanya, seperti biasanya.
"Honey."
Astro hanya menggumam untuk menanggapiku, dengan tangannya terus membantuku mengeringkan rambut.
"I trust you (Aku percaya sama kamu)."
Astro menghentikan gerakan tangannya dan mematikan hair dryer, lalu mengecup dahiku lama sekali, "Thank you."
Entah bagaimana, tapi ada tatapan yang berbeda di matanya. Terasa lebih hangat dan mantap. Seolah sedang menatap Ayahku saat aku baru saja memperlihatkan beberapa hasil eksperimen.
"Siap buat resepsi kita hari ini, Honey?"
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSI.F di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.
Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-