Benteng
Benteng
Sepertinya aku harus menyiapkan konsentrasiku lagi. Aku menggeser tubuhku lebih dekat pada Astro dan dia memeluk pinggangku sementara aku bersandar padanya.
Aah, ini terasa lebih baik.
"Ga ada korban jiwa atau ternak yang mati dari semburan itu. Semburan itu juga ga jelas seberapa besar, jadi luapan airnya ga ketauan seberapa luas. Yang pasti ga seluas rawa yang sekarang.
Di awal tahun 1850 ada usulan bikin bendungan di Toentang yang manfaatin air di Rawa Pening, tapi pemerintah baru ngasih wewenang pengairan yang terhubung sama pembangunan bendungan sungai Toentang di tahun 1852.
Sepuluh tahun setelahnya, air bener-bener tinggi di rawa, yang bikin debit Kali Toentang tambah banyak dan nyerbu bendungan-bendungan di hilir. Debit air ini bikin banjir besar dan bikin Rawa Pening meluap.
Cukup cerita tentang Rawa Peningnya ya. Ini Kakek ceritakan biar Faza bisa bedakan cerita legenda dan kejadian aslinya. Sekarang Kakek mau cerita tentang benteng Port Willem 1. Faza tahu di dekat Rawa Pening ada benteng?"
Aku mengangguk, "Benteng yang dibangun Belanda kan?"
"Betul. Benteng itu dibangun tahun 1838. Pangeran Hendrik yang naruh peletakan batu pertamanya. Benteng itu dikasih nama Willem I buat menghormati kakek Pangeran Hendrik. Di sebelah barat benteng ada pemukiman, di sebelah timur ada satu rawa yang ketutup tanaman air. Itu Rawa Pening. Walau benteng itu disebut dibangun tahun 1838, sebenarnya benteng itu udah ada waktu perang Diponegoro. Benteng itu jadi poros pertahanan Belanda di sekitar wilayah itu."
Hening sesaat sebelum Kakek melanjutkan, "Cerita yang baru Faza dengar adalah cerita turun temurun di keluarga Kakek yang baru diceritain setelah anak dianggap udah dewasa, di umur lima belas tahun, dan baru diceritain ke menantu setelah mereka menikah."
Tunggu sebentar, Astro memang pernah menyebutkan padaku bahwa dia dianggap sudah dewasa di umurnya yang ke lima belas. Apakah itu berarti dia sudah tau tentang semua cerita ini sejak saat itu?
Aku menoleh pada Astro untuk meneliti ekspresinya. Ekspresinya tenang dan mantap. Sepertinya dugaanku benar.
Kakek bangkit dan berjalan ke salah satu lemari buku di dinding dan tiba-tiba meja bundar di depanku terbuka, memperlihatkan sebuah peti kayu berukuran sekitar 40 cm. Kakek kembali dan mengambil peti kayu itu, lalu membukanya dan memperlihatkan padaku sebuah ujung tombak berukir naga yang terlihat seperti benda tua. Entah tombak itu terbuat dari apa, tapi warnanya mirip dengan perak berkilau yang sepertinya tajam sekali. Mungkin karena selalu dirawat dengan baik.
"Ini adalah mata tombak pusaka Baru Klinthing."
Seperti ada aliran es yang mengalir di tengkukku. Kuharap aku baru saja salah mendengar.
Kakek sedang menatapku dengan penuh perhitungan. Seolah sedang mempelajari raut wajahku dan tak akan membiarkan dirinya salah menilai.
"Bukannya itu cuma legenda?" aku bertanya dalam keheningan kami yang tiba-tiba.
Kakek menatapku dalam diam selama beberapa lama. Kemudiam menyodorkan peti kayu itu tepat di hadapanku sebelum kembali duduk. Aku bisa meneliti ukiran berbentuk naga di tombak itu dari jarak sedekat ini. Ukiran yang halus dan apik sekali.
Ada banyak pertanyaan di dalam kepalaku. Yang mana yang harus kutanyakan lebih dulu?
Aku menoleh untuk menatap Astro. Dia sedang menatapku lekat. Seolah tak akan membiarkan satu ekspresi pun lepas darinya.
Aku menghela napas dan kembali menatap Kakek, "Apa hubungannya ini semua sama Zenatta?"
Kakek Arya terlihat berpikir sesaat, "Di tahun 1839, setahun setelah air meluap di rawa itu, ada tiga remaja yang jalan-jalan di area benteng. Tedjo, Indra dan Pranoto. Mereka adalah sahabat dari kecil, selalu bareng. Tedjo adalah kakek buyut Zenatta, Indra adalah kakek buyutnya Kakek, dan Pranoto ..., Faza pasti kenal."
"Kakek buyutnya Donny?"
Kakek mengangguk, "Di hari itu mereka ketemu nenek-nenek bawa tumpukan kayu bakar jalan di pinggir benteng. Indra ngajakin Tedjo sama Pranoto bantu nenek itu karena keliatan kesusahan. Mereka nganter nenek itu ke rumahnya dan dikasih makan tiwul karena udah bantu bawa kayu bakar. Waktu mereka mau pulang, nenek itu nitipin satu tombak dengan syarat tombak itu harus dijaga baik-baik dan dirahasiain dari orang lain. Nenek itu bilang mereka bertiga adalah orang-orang istimewa."
Tunggu sebentar ... aku tahu ada banyak arti kata istimewa di dunia ini, tapi aku pasti terlihat sangat bodoh sekarang. Kenapa aku sama sekali tak mengerti dengan kata istimewa mana yang dimaksud?
"Mereka bertiga pulang bawa tombak itu tanpa nanya apapun lagi ke nenek itu. Awalnya tombak itu disimpan Tedjo karena dia priyayi. Ga akan ada yang berani nyuri di rumahnya, tapi karena keluarga Tedjo pindah ke Belanda dua puluh hari setelahnya, tombak itu dipindah ke rumah Pranoto.
Awalnya Pranoto berniat nyimpen tombak itu terus di rumahnya karena sejak pegang tombak itu bisnis keluarganya berkembang cepat. Dia mikir kalau tombak itu bawa keberuntungan, tapi tiba-tiba dia dibawa pergi keluarganya pindah tengah malem sebelum ada penggerebekan di rumahnya. Rumahnya ditinggal begitu aja.
Indra dateng ke rumah Pranoto beberapa hari setelah penggerebekan, ternyata semua barang masih lengkap. Indra coba masuk ke kamar Pranoto karena mikir mungkin akan nemu surat yang ngasih tau keluarganya pindah ke mana, tapi yang ditemuin di kamarnya justru tombak itu."
Aku mencoba berpikir untuk menemukan hubungan di antara semuanya. Entah apakah karena aku yang terlalu lelah, tapi aku masih tak mengerti.
"Indra nyimpen tombak itu turun temurun sampai sekarang. Ga ada orang lain yang tau termasuk Tedjo. Tedjo taunya tombak itu mungkin diambil orang waktu penggerebekan rumah Pranoto. Indra pernah coba ke rumah nenek yang ngasih tombak itu, tapi anehnya nenek itu ga ada. Bahkan rumahnya ga ada.
Indra masih berhubungan sama Tedjo lewat surat selama bertahun-tahun sampai Indra nikah dan punya anak. Yang jadi masalah adalah isi surat Indra dan Tedjo selama mereka masih saling ngasih kabar. Tedjo percaya sama kata-kata nenek itu yang bilang mereka adalah orang-orang istimewa.
Tedjo memang dikenal ambisius. Dia pro (setuju) sistem kapitalis* dan punya pemikiran kalau negara manapun pasti maju pakai sistem itu. Tedjo yakin kalau mereka bertiga adalah orang pilihan yang pasti bisa merubah dunia jadi jauh lebih maju.
Di tahun-tahun mereka saling kirim surat itu, Tedjo juga ngajak Indra untuk saling nikahin anak dan merger bisnis setelahnya. Masalahnya, Tedjo ga pernah pulang atau ngasih kabar setelah terakhir kali bilang mau pindah ke Inggris. Dia ngilang gitu aja." ujar Kakek yang tiba-tiba saja menatapku penuh minat.
_____
*Kapitalis : sistem ekonomi di mana perdagangan, industri dan alat-alat produksi dikendalikan oleh pemilik swasta dengan tujuan memperoleh keuntungan dalam ekonomi pasar. Pemilik modal dalam melakukan usahanya berusaha untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Dengan prinsip tersebut, pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna memperoleh keuntungan bersama, tetapi intervensi pemerintah dilakukan secara besar-besaran untuk kepentingan-kepentingan pribadi.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSI.F di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.
Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-