Pusaka
Pusaka
Kakek hanya diam dan menungguku bicara.
"Kenapa Kakek yakin tombak itu tombak pusaka Baru Klinthing?"
"Dulu setelah Indra nyari keberadaan nenek itu dan ga nemu titik terang, Indra pisahin mata tombak itu dari kayunya. Indra cari orang yang ahli tentang pembuatan pusaka dan ahli pusaka itu yang bilang ujung tombak itu benar ujung tombak Baru Klithing."
Sepertinya aku baru saja menyadari, kenapa Astro terlihat gusar saat Mama Zen memberiku kotak berisi Kanzashi. Astro juga mewarisi benda pusaka yang sudah terlewat lebih dari seratus tahun. Aku memang tak mengerti tentang hal-hal semacam ini, tapi aku tak akan mendebatnya.
"Kalau kita nanti ... mm ... punya anak, kita harus warisin ujung tombak itu ke anak kita?"
Kakek mengangguk, "Dan sebaiknya Faza simpan ini sebagai rahasia. Dewanto pun ga boleh tahu tentang ujung tombak itu walau Dewanto udah Kakek anggap adik sendiri."
Aku akan setuju saja dengan Kakek, maka aku mengangguk.
Setelah pembicaraan panjang yang melelahkan, Kakek mengembalikan ujung tombak kembali ke tempat persembunyiannya dan mengajak kami ke atas. Astro dan aku menyempatkan diri untuk berterima kasih pada semuanya karena sudah membantu melarikan diri.
Kakek mengajak kami ke meja makan untuk mengisi perut sebelum beristirahat, tapi Ibu memaksaku dan Astro untuk makan di kamar karena kami terlihat lelah sekali. Padahal aku tak merasa keberatan untuk menyempatkan diri makan bersama.
Pintu kamar Astro baru saja tertutup setelah Ibu membantu membawakan makanan. Aku menghempaskan tubuh di tempat tidur karena nafsu makanku tiba-tiba menghilang. Sepertinya aku akan memilih tidur saja.
Aku baru saja akan memejamkan mata saat Astro naik ke atas tubuhku, meraih tengkuk dan mencumbu bibirku hingga aku hampir kehabisan napas. Aku mendorong wajahnya menjauh untuk mengambil napas sambil terengah.
Astro mengecup leher dan tengkukku. Dia merayapi punggungku dengan sapuan kedua tangannya, tapi aku mengamit wajahnya dan menatapnya tajam. Alih-alih merasa kesal karena aku menghentikan niatnya, dia justru memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Thank you."
"Uugh, kamu nyebelin!" ujarku sambil mencubit kedua pipinya.
Astro tersenyum lebar sekali, "Aku emang ga salah pilih istri. Kamu bahkan ga minta pulang setelah tau semuanya."
Aku memberinya tatapan sebal, "Aku pasti diomelin Opa kalau pulang sekarang. Lagian yang milih kamu kan aku."
"Kamu nyesel nikah sama aku?" dia bertanya sambil mengelus bibirku dan menatapku dengan tatapan serius.
Aku menggeleng, "Aku ga pernah nyesel milih kamu, tapi aku emang sebel karena baru tau ini semua belakangan. Ga bisa ya ngasih tau aku dulu? Rasanya aku kayak lagi dijebak, kamu tau?"
Astro menggeser tubuhnya dan berbaring di sisiku, lalu meletakkan kepalaku di lengannya dan memelukku erat. Entah kenapa, selalu menenangkan saat dia memelukku seperti ini. Dia mengecup dahiku lama sekali dan bicara dengan bibir bergerak di sana, "I'm sorry. Aku ga bisa cerita sebelum kamu jadi istriku. Tunangan ga termasuk keluarga, kamu tau?"
Aku tahu dia benar. Denada sudah pernah memberitahuku keluarganya memang berbeda dari kebanyakan keluarga lainnya. Astro juga mengakuinya dan sekarang aku melihatnya dengan kedua mataku sendiri.
Aku mendongak dan mengecup bibirnya, "Kamu beruntung nikah sama aku, kamu tau?"
Astro tertawa sambil memelukku lebih erat, "Aku emang beruntung. Tadinya aku mau ajak kamu ketemu Axelle malem ini, tapi malem ini aku mau nahan kamu di kamar. Kita ketemu dia besok aja ya."
"Aku mau istirahat. Capek banget." ujarku karena menduga maksud kalimatnya menahanku di kamar adalah untuk mengajakku bercinta.
"Aku juga capek. Kita istirahat aja malem ini."
Ternyata aku salah. Aku hanya mengangguk dan menatapnya dalam diam. Andai saja kejadian hari ini tak pernah ada, mungkin aku akan hidup lebih tenang. Namun aku tak akan mengeluh. Aku sudah memilihnya menjadi suamiku. Segala hal yang terjadi padanya atau keluarganya adalah risiko yang harus kuhadapi.
"Something bothering you (Ada yang ganggu pikiran kamu)?"
"Aku punya banyak pertanyaan."
"Kamu boleh nanya apa aja sekarang. Aku ga akan nyimpen rahasia lagi." ujarnya sambil mengelus rambut di ujung dahiku.
Aku berpikir sesaat sebelum bicara, "Waktu kamu dikasih tau soal tombak itu dan kamu terima jadi pewarisnya, kamu dapet modal buat bikin resto steak kan?"
Astro hanya menggumam mengiyakan sambil mengecup dahiku.
"Kamu pasti tau kalau tombak itu akan bawa masalah buat kamu kan?"
Astro mengamit daguku dan menatapku lekat, "Aku tau cepat atau lambat mungkin keturunan kakek Tedjo akan dateng. Itu sebabnya aku milih kamu, karena kamu perempuan tangguh."
Aku menatapnya dalam diam. Dia selalu mengataiku cengeng saat aku menangis, tapi dia juga yang menenangkanku seolah tangisanku hanyalah sebagai cara untukku melepaskan diri dari belenggu. Tunggu sebentar, sepertinya memang benar seperti itu.
"Jawab jujur."
Astro hanya diam dan menungguku menyelesaikan kalimatku.
"Sejak kapan kamu belajar tentang subliminal message?"
"Sejak kakek kasih aku modal usaha."
"Kamu pakai cara itu ke aku? Maksudku ... kamu manfaatin aku jadi kelinci percobaan?"
Astro menyentil dahiku pelan, "Mikir apa sih kamu? Ada juga kamu yang selalu bikin aku nurutin kemauan kamu. Aku belajar itu dari kamu, kamu tau?"
Aku pasti terlihat bodoh sekali sekarang. Aku benar-benar tak mengerti apa yang baru saja dia katakan.
"Kamu sering pakai kata-kata tolong buat mempengaruhi orang. Cara kamu natap orang lain, gesture badan kamu, kamu juga gampang banget disetujui sama orang lain. Kamu cuma ga sadar kalau kamu punya bakat alami mempengaruhi orang. Aku beruntung karena punya bakat alami buat niru, jadi aku niru cara kamu. Niru cara kakek, opa, ayah, ibu dan orang lain. Aku bahkan niru Zen kadang-kadang."
Aku menatapnya tak percaya, "Kamu bunglon ya?"
"Kalau aku bunglon, kamu istrinya bunglon. Anak-anak kita nanti jadi anak-anak bunglon." ujarnya dengan tawa di ujung kalimatnya. Dia benar-benar menyebalkan.
"Serius, Astro." ujarku sambil memukul dadanya.
"Aku emang punya bakal alami niru perilaku orang lain. Semua orang punya bakat itu dari lahir, tapi kayaknya aku emang pakai bakat itu lebih sering dibanding orang lain. Kalau kamu mau tau gimana cara kerjanya, nanti aku kasih tau kalau kita udah di Surabaya. Sekarang kita harus makan, trus tidur. Nanti aku bantu bersihin make up kamu dulu. Kita juga harus mandi, kamu tau?"
Aku tahu dia benar. Aku hanya terlalu malas untuk beranjak dari tempat tidur setelah dia memelukku. Pelukannya terasa hangat dan nyaman, seperti yang selalu kuingat.
Aah, aku bahkan baru menyadari, ini adalah pertama kalinya aku masuk ke kamar ini.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSI.F di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.
Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-