Teleskop
Teleskop
"Inget yang aku bilang kemarin? Axelle agak spesial, jadi ..."
"Aku tau." ujarku sebelum dia sempat menyelesaikan kalimatnya.
Astro tersenyum tipis dan mengetuk pintu satu kali dengan perlahan. Kemudian pintu terbuka sesaat setelahnya.
Seorang laki-laki, sedikit lebih pendek dari Astro, tapi lebih tinggi dariku muncul membukakan pintu. Saat aku menatapnya dia terlihat biasa saja, tapi aku baru menyadari dia sama sekali berbeda dengan Teana. Aku tahu kembar tak selalu mirip, tapi mereka benar-benar berbeda.
Pertama kali aku bertemu Teana, dia adalah gadis manis dan ceria, juga sedikit iseng dibandingkan dengan Axelle yang terlihat serius sekali. Axelle bahkan menatapku dari atas, lalu ke bawah dan kembali menatap mataku tanpa berkedip.
Axelle memakai kaos berwarna putih bersih dan celana panjang yang juga berwarna sama. Dengan penampilannya yang sekarang, aku cukup yakin dia sudah mandi. Aku harus mengakui dia tampan walau memiliki aura dingin.
Aku baru saja berniat untuk mengulurkan tangan saat dia berlalu meninggalkan kami dan kembali masuk ke dalam kamar yang berukuran dua kali kamar Astro atau Teana. Di kamar ini ada berbagai peralatan komputer canggih yang baru pertama kali aku melihatnya. Aku menoleh untuk menatap Astro karena kehilangan kata-kata.
Astro sedang meneliti ekspresiku dengan senyum menggodanya yang biasa, "Dia emang begitu. Masuk?"
Aku hanya mengangguk. Astro mengelus jariku yang sejak tadi dia genggam sambil mengajakku masuk dan menutup pintu, lalu membimbingku menuju ke salah kursi kayu dengan Axelle yang sudah menunggu. Kami duduk bersisian, menghadap ke arah Axelle yang masih menatapku dalam diam. Entah kenapa terasa seperti aku akan disidang.
"Axe, ini Faza. Istriku." ujar Astro yang memecah keheningan.
Axelle mengangguk dan memberi isyarat padaku untuk minum. Sudah ada dua gelas susu dan sepiring sandwich di depan kami, yang membuatku berpikir mungkin dia memiliki kulkasnya sendiri di kamar ini yang berisi semua persediaan minuman dan makanan yang dia butuhkan.
Melihat Astro meneguk susunya membuatku refleks mengamit gelas bagianku dan meneguknya. Aku tahu ini terasa aneh sekali. Terasa seperti mengunjungi teman lama yang tak ingin bertemu dan membuatku merasa sedikit gugup.
"Maaf kemarin aku ga dateng ke resepsi kalian, tapi aku harus bilang kalian berdua cocok. Mungkin kalau kalian bikin acara lagi aku mau dateng, tapi kamu tau aku ga suka ketemu orang baru jadi mungkin aku akan dateng sebentar trus pergi lagi." ujar Axelle dengan tempo yang cepat. Maksudku, benar-benar cepat. Aku sama sekali tidak menduganya.
"Mm, nanti aku kabarin." ujarku ragu-ragu sambil melirik ke arah Astro.
Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa. Kemudian mengambil satu sandwich dari piring dan menyodorkannya padaku, "Kamu harus cobain. Sandwich bikinan Axe yang lebih enak dari bikinanku. Aku belajar dari dia."
Yang benar saja? Teana bahkan baru saja belajar membuat coklat panas beberapa hari yang lalu. Bagaimana bisa kedua saudara kembar ini begitu bertolak belakang?
Aku mengamit sandwich dari tangan Astro dan menggigitnya. Astro benar. Sandwich ini enak sekali.
"Kamu suka?" Axelle bertanya dengan tempo cepat yang sama seperti tadi. Sepertinya dia memang terbiasa bicara dengan cara itu.
Aku mengangguk, "Ini enak. Mm, bukan. Ini enak banget!"
Axelle tersenyum lebar yang terlihat dingin. Walau harus kuakui, aku menghargai usahanya untuk membuatkan kami sandwich. Dia bahkan berusaha tersenyum padaku. Sepertinya sekarang aku mengerti dengan kata spesial yang Astro maksudkan.
"Abisin sandwichnya. Jangan berantakan. Kita bisa ngobrol lagi nanti." ujar Axelle sambil beranjak menghampiri deretan komputer di salah satu sudut.
Aku menoleh untuk menatap Astro yang sedang mengunyah sandwichnya sendiri, "Dia selalu begini?"
"Dia cuma begini ke aku sama kakek. Kalau sama yang lain paling cuma ketemu di depan pintu dan ngomong seadanya, trus turup pintu lagi."
Aku menatapnya tak percaya, "Itu kan ga sopan."
Astro menaikkan bahu, "Dia emang begitu."
Aku melanjutkan mengunyah sandwich dalam diam sambil mengamati isi kamar ini. Jendela yang berada tepat di sebelah tempat tidur dibiarkan terbuka tanpa gorden. Ada sebuah teleskop dengan diameter sekitar 25-30 cm yang mengarah keluar. Sekitar dua meter dari teleskop ada sebuah lemari besar dan sebuah kitchen set minimalis, dengan sebuah microwave dan kulkas kecil di salah satu partisi kitchen set yang membenarkan dugaanku tentang kulkas milik Axelle.
Langit-langit kamar ini dilukis dengan tema galaksi. Sepertinya aku tahu kenapa Axelle dan Astro menemukan kecocokan satu sama lain, karena Astro juga selalu memakai bedcover bertema galaksi.
Dinding di kamar ini berwarna hitam pekat, yang sangat kontras dengan pakaian Axelle yang putih bersih. Entah bagaimana, tapi aku baru saja mendapatkan dugaan semua pakaiannya berwarna sama.
"Udah?" Astro bertanya saat aku baru saja selesai menelan gigitan terakhir sandwichku.
Aku mengangguk dan meneguk susu hingga habis, lalu menatap Astro dalam diam. Sepertinya dia memang sengaja membiarkanku menyesuaikan diri dengan suasana kamar Axelle lebih dulu. Astro mengamit tanganku dan mengajakku beranjak ke arah Axelle yang sedang mengerjakan berbagai kode rumit di komputernya.
Axelle menoleh saat kami sampai di sisinya, "Keamanan game Throne of the Fairies sore ini selesai. Nanti aku email to do list buat Paolo. Kamu harus biasain dia ga main-main sama konsep karakternya atau kita bisa telat release ke pasar. Kalau keduluan sama Heli Corp kita bisa kalah populer."
Sepertinya aku mulai terbiasa dengan tempo bicaranya yang cepat. Berbeda dengan saat pertama aku mendengarnya bicara. Aku bisa mengerti maksud kalimatnya dengan lebih baik sekarang.
Astro mengangguk, "Kayaknya istriku tertarik sama teleskop kamu. Mungkin lain kali kamu bisa kasih liat gimana cara pakainya."
Axelle menatapku dengan tatapan serius, "Ngasih liat kamu cara pakainya sekarang bakal percuma. Di luar mendung. Nanti kalau ada komet aku kabarin. Nanti aku kabarin juga kalau ada hujan meteor. Kita liat bareng."
Entah bagaimana kedua orang ini bisa begitu cocok. Namun kurasa ini adalah hal yang baik, maka aku mengangguk.
"Kamu jago masak ya?" aku tiba-tiba saja bertanya.
"Maksud kamu kayak kak Ray?"
"Ga kayak Ray juga. Maksudku bisa masak macem-macem kayak Astro."
Axelle terdiam sebelum bicara, "Aku cuma bisa bikin sandwich. Aku lebih suka lama-lama di depan komputer atau teleskop dibanding di depan kompor."
Sepertinya aku mengerti maksudnya. Aku memang tak menemukan kompor di kamar ini, "Mau coba makan masakan buatanku? Aku bisa anter ke sini kalau kamu mau. Ada makanan yang mau kamu makan hari ini?"
"Aku selalu pengen nyoba brownies bikinan kamu. Astro selalu pamer brownies dan nyuruh aku jalan-jalan keluar cari calon istri."
"Mm, aku bikinin brownies buat kamu kapan-kapan ya. Aku ga bisa bikin itu sekarang karena waktunya ga cukup, tapi kamu serius mau cari calon istri?"
"Aku ga suka basa-basi. Kalau kamu punya kenalan yang cocok buatku, aku bisa langsung lamar."
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSI.F di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.
Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-