Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Jujur



Jujur

3Astro terlihat panik dan memelukku erat setelah pintu terbuka, "Aku minta maaf."     

Aku hanya diam. Dadaku masih terasa sesak dan kepalaku mulai berdenyut mengganggu. Aku hanya berusaha menahan diri untuk tak mengatakan apapun lebih dulu. Aku berharap Astro cukup tahu diri untuk memberiku sebuah alasan sebelum aku bertanya.     

Astro mendekapku erat di dadanya dan mengecup dahiku lama sekali sebelum menatapku, "I'm sorry."     

"Aku ga butuh maaf dari kamu."     

Astro menatapku dengan tatapan menderita, "Aku akan tetep minta maaf walau kamu ga maafin. Aku nge-hack hape kamu karena aku khawatir."     

Aku mendengkus kesal, "Khawatir? Apa yang kamu khawatirin? Aku selingkuh sama Zen?"     

Rahangnya mengeras. Sepertinya dugaanku benar. Aku baru saja akan melepaskan diri dari pelukannya saat dia mengecup bibirku, "Kamu tau aku ga suka kamu deket-deket dia."     

Aku menatapnya tak percaya, "Bener kan kamu nge-hack karena khawatir aku selingkuh sama Zen? Coba bilang, kamu pasang kamera juga di mobilku?"     

"Iya, aku pasang kamera di sana, tapi aku nge-hack hape kamu sama pasang kamera karena beneran khawatir sama kamu. Kamu selalu ke mana-mana aku anter. Aku ga bisa biarin kamu jalan sendirian tanpa pengawasan."     

Entah kenapa dalam setiap kalimatnya ada sesuatu yang membuat kekesalanku bertambah. Dia memang selalu menemaniku ke manapun sejak pertama kali aku mengenalnya. Aku bisa mengerti dia khawatir padaku, tapi menyadap handphone-ku bukankah tindakan yang keterlaluan?     

Dia pasti membaca semua pesanku, mendengar semua pembicaraan teleponku. Bagaimana dengan semua percakapan yang bersifat pribadi? Aku tak memiliki ruang privasi darinya selama lebih dari setengah tahun ini, bukan?     

"Aku marah, kamu tau?"     

Astro menatapku dengan tatapan memelas, "Aku tau aku kelewatan. Aku minta maaf. Aku bener-bener khawatir sama kamu."     

Aku menatapnya dalam diam. Aku menginginkannya berusaha lebih baik dari ini. Aku tahu dia bisa menjelaskannya dengan lebih jelas. Setidaknya, dia pasti bisa meminta maaf dengan lebih tulus. Permintaan maafnya sesaat lalu adalah karena dia tak ingin aku pergi darinya.     

"Aku liat waktu kamu dipeluk Zen. Aku cemburu banget." ujarnya dengan tatapan menderita.     

"Di kepala kamu isinya cuma ada Zen ya? Kalau kamu beneran nge-hack kamu pasti tau aku ga pernah macem-macem sama Zen. Aku bahkan ga pernah macem-macem sama siapapun!"     

Aah, rasanya kepalaku hampir saja meledak.     

Astro menatapku dengan tatapan khawatir dan memelukku lebih erat, "Aku tau. Aku minta maaf."     

Entah apakah aku terlalu kesal atau karena aku tak bisa mengendalikan amarah, air mataku tiba-tiba meleleh dengan sendirinya. Ini terasa menyebalkan sekali, "Selama ini kamu ga pernah percaya sama aku. Aku kecewa banget."     

Astro tak mengatakan apapun. Dia hanya terus mengecup dahiku dan mengelus rambutku dalam diam. Sepertinya dugaanku benar.     

Kenapa ini terasa sakit?     

Aku mendorong tubuhnya menjauh, "Aku mau sendiri dulu."     

Asteo melepasku dengan mudah. Kenapa pula aku mengharapkannya menahanku? Aku bodoh sekali.     

Aku kembali masuk ke kamar, meringkuk di tempat tidur dan menarik bantal untuk menutupi kepalaku. Aku tak ingin repot-repot menutup atau mengunci pintu. Tubuhku rasanya lelah sekali.     

Aku tahu Astro merebahkan tubuh di belakangku. Dia mungkin sedang menatapi punggungku, tapi aku akan mengabaikannya. Hatiku terlalu sakit untuk mengajaknya bicara     

"Aku minta maaf karena ga percaya sama kamu." ujarnya sambil mengelus rambutku. "Aku tau aku salah."     

Aku hampir saja berteriak padanya andai saja tak mengingat ucapan Opa untuk menahan diri. Kenapa ini terasa sulit sekali?     

Astro memelukku dari belakang, mengamit bantal yang menutupi kepalaku dan mengecup puncaknya. Bahkan di saat hatiku terasa kesal seperti ini, pelukannya masih terasa hangat dan nyaman. Ini sungguh terasa tidak adil.     

Tak bisakah aku membencinya saja?     

"Sekarang aku percaya sama kamu." bisiknya.     

Satu kalimatnya baru saja membuat bara api di dadaku lenyap tanpa sisa, tapi air mataku justru mengalir lebih deras.     

Astro membalik tubuhku menghadapnya dan mendekapku erat di dadanya, "Aku minta maaf, Honey."     

"Kamu nyebelin."     

Astro mengecup dahiku lama sekali, "Aku tau."     

Entah apa lagi yang akan kukatakan padanya. Aku terlalu sibuk mengendalikan tangisan agar tak terlalu banyak merembes keluar. Ini benar-benar terasa menyebalkan.     

"Nanti aku hapus sistemnya dari hape kamu. Aku minta maaf udah bikin kamu ngerasa ga nyaman."     

Sudah terlambat sekali, bukan? Dia sudah melakukannya selama lebih dari setengah tahun. Aku tak memiliki hal lain yang perlu kusembunyikan lagi darinya. Dia pasti sudah mengetahui semuanya.     

Aah, kepalaku terasa sakit sekali.     

"Nanti aku copot satu kamera di mobil kamu juga, tapi cuma satu yang di dalem. Aku tetep pasang yang di depan sama belakang. Aku masih mau ngawasin kamu kalau kamu di jalan bawa mobil. Ya?"     

Aku akan menyetujuinya saja, maka aku mengangguk. Aku akan membiarkannya melakukan apapun yang dia inginkan. Aku terlalu lelah untuk mendebatnya sekarang.     

Astro mengusap air mata yang mengalir di wajahku dan memintaku menatapnya, "Aku minta maaf."     

Aku hanya menatapnya dalam diam. Aku benar-benar tak tahu bagaimana harus menanggapinya. Hatiku masih terasa kesal dan tak rela, tapi aku mampu melakukan apa-apa.     

Dia benar saat memperingatiku untuk berpikir lebih matang karena aku akan terjebak dengannya seumur hidup. Bahkan, mungkin dia melakukan hal yang benar saat memasang kamera di mobilku. Aku hanya tak menyukai tindakannya yang menyadap handphone-ku.     

Kenapa pikiranku jadi membingungkan?     

Andai aku tak tahu tentang hal ini, mungkin kami masih baik-baik saja. Tidak. Andai kami belum menikah, mungkinkah kami masih baik-baik saja?     

Astro menatapku lekat dan mengelus pipiku, "Aku minta maaf."     

Aku tahu dia mengatakannya dengan tulus. Berbeda dengan saat aku membuka pintu kamar sesaat lalu. Sekarang, aku bisa melihat ada kepasrahan dalam tatapannya.     

"Aku ga mau maafin kamu." ujarku tepat saat ada satu tetes air mata mengkhianati hatiku.     

Astro mengangguk, "Aku terima. Aku emang salah."     

Kami hanya saling menatap dalam diam. Aku tahu dia masih menyembunyikan sesuatu. Aku menunggunya membuka suara, tapi dia bertahan dengan keheningan.     

Aku sudah tahu sejak dulu dia memang selalu penuh rahasia. Dulu aku tak merasa keberatan dengan hal itu, tapi entah kenapa sekarang aku menginginkannya membuka semua rahasianya padaku. Aku bahkan sudah mempersiapkan hatiku untuk mengetahuinya.     

"Jawab jujur. Waktu aku nginep di kamar kamu, kamu nyium aku?"     

Astro menatapku dalam diam selama beberapa lama, tapi mengangguk pada akhirnya.     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSI.F di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.     

Banyak cinta buat kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.