Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Jahat



Jahat

3Aku sudah menduganya sejak lama karena mimpi itu terasa sangat nyata. Namun melihatnya mengakuinya membuatku merasa kesal, tapi juga senang di saat yang sama.     

Apa gunanya selama ini kami saling menjaga jarak untuk tak bersentuhan jika dia begitu curang menciumku saat aku tertidur?     

"Kamu jahat, kamu tau?"     

Entah apa yang kuharapkan dengan mengatakannya. Aku hanya merasa dia sangat menyebalkan. Mencuri ciuman dariku saat aku lengah bukanlah hal yang kuharapkan darinya. Aku bahkan berharap dia berbohong hanya untuk menenangkan hatiku.     

Bagaimana mungkin aku mengharapkannya berbohong padaku saat aku memintanya jujur? Sepertinya akulah yang sedang bersikap kekanakan sekarang.     

"Aku cuma pengen liatin kamu aja waktu itu, tapi kamu nyium aku duluan. Aku jadi ga tahan buat bales. Kamu juga ga nolak, jadi aku lanjutin."     

Astaga, apa yang baru saja kudengar? Walau dia memang benar. Akulah yang mengecup bibirnya lebih dulu. Saat itu aku sedang merasa sangat rindu padanya hingga berpikir mungkin tak apa jika aku mengecupnya dalam mimpiku.     

"Boleh aku jujur?" Astro bertanya dengan tatapan khawatir yang jelas sekali.     

Aku terdiam. Aku takut. Aku tak ingin mengetahui kejujurannya. Apapun itu. Namun rasa penasaranku mengkhianatiku.     

"Aku ... pernah sekali mau cium kamu di mobil, tapi kamu keburu bangun."     

Aku menatapnya tak percaya, "Bilang apa kamu barusan?"     

Ada rona merah menyebar di wajahnya, "Inget abis kamu manggung sama Zen di agustusan kelas sebelas? Kamu sempet tidur di mobil."     

Tiba-tiba kelebatan ingatan memenuhi kepalaku. Saat itu kami sedang saling menatap karena aku tak tahu apa yang akan kulakukan. Dia sedang merasa kesal karena melihatku bernyanyi diiringi gitar akustik oleh Zen. Aku tertidur dan memimpikan rumah peninggalan Ayahku. Saat aku terbangun yang kulihat adalah wajahnya yang terlihat pucat dan terasa sangat dekat denganku.     

Astaga! Yang benar saja?     

Astro berkata dia hampir menciumku. Hampir, bukan? Hanya hampir dan belum? Namun apa gunanya? Dia sudah mencuri satu ciuman dariku saat aku menginap di kamarnya. Dia benar-benar menyebalkan.     

Aku memukul dadanya dengan semua tenaga yang tersisa. Aku tahu ini sia-sia saja. Pukulanku terlalu lemah.     

Sepertinya aku harus membeli sebuah samsak dan beberapa alat olahraga untuk kuletakkan di rumah ini. Aku harus meningkatkan kekuatan pukulanku agar dia tahu aku bukan perempuan yang bisa diremehkan.     

"Kamu nyebelin banget, kamu tau?"     

Astro menatapku penuh rasa bersalah, "Cuma hampir. Aku cuma pernah nyium kamu sekali di kamarku. Aku ... minta maaf buat yang satu itu."     

"Minta maaf juga percuma, Astro. Aku ..."     

Aah, sial! Aku menyukainya.     

Aku menutup wajah yang sepertinya mulai memerah. Suhu telingaku bahkan terasa lebih hangat. Aku hanya berharap dia tidak menyadarinya. Bagaimanapun hal itu tak seharusnya terjadi.     

Astro mendekapku erat di dadanya dan mengecup puncak kepalaku, "Aku minta maaf."     

Aku akan mengabaikannya. Kami sudah menikah. Apa yang bisa kulakukan? Kami bahkan sudah melakukan yang lebih dari sekadar berciuman.     

Aku tahu hatiku mengkhianatiku. Aku bisa saja meninggalkannya seperti beberapa saat lalu, tapi justru bertahan karena pelukannya terasa menenangkan. Sepertinya aku baru saja menyadari aku benar-benar jatuh cinta padanya. Kenapa aku bisa sebodoh ini?     

Astro mengelus rambut di ujung dahiku, "Kamu laper? Mau aku masakin apa?"     

"Aku mau tidur." ujarku tanpa melepas tangan dari wajah.     

"Tapi kamu harus makan. Ini udah malem, kamu tau? Kamu udah janji mau makan banyak kalau aku yang masak."     

Aah, bisa-bisanya dia merayuku seperti ini.     

Aku mengelap sisa air mata di wajah dan mendongak untuk menatapnya. Kuharap aku bisa memberinya tatapan kesal, "Janjinya batal."     

Astro menatapku dengan tatapan khawatir yang jelas sekali, "Nanti opa marah sama aku kalau kamu sakit. Opa bilang kamu harus makan banyak, kamu inget?"     

Dia benar. Aku bahkan menyanggupi kalimat Opa saat itu.     

Aku menarik tubuhnya lebih dekat dan membenamkan wajah di dadanya, "Nanti aja. Aku mau tidur."     

Entah bagaimana, tapi aku bisa membayangkan dia sedang tersenyum saat mengecup dahiku. Aku tak akan mendongak untuk melihatnya atau aku akan merasa semakin kesal di saat hatiku sudah mulai merasa sedikit lebih tenang.     

Aku tahu ini aneh sekali. Ini pertama kalinya dalam hidupku aku merasa begitu kehilangan arah. Aku tak tahu pasti apa yang akan kulakukan. Aku bahkan tak tahu apa yang kuinginkan sekarang.     

Aku hanya tahu, di pelukannya aku merasa lebih baik. Entah apakah karena dia sudah meminta maaf dengan tulus sesaat lalu, atau sebetulnya aku sudah memaafkannya walau aku berkata aku menolak permintaan maafnya.     

Aku benar-benar tak mengerti dengan diriku sendiri. Mungkin aku hanya membutuhkan waktu untuk beristirahat sebentar dan semuanya akan baik-baik saja saat terbangun nanti. Aku bahkan mulai berharap aku hanya bermimpi.     

"I love you, Honey." ujarnya sambil terus mengecup dahiku. "Aku bener-bener minta maaf. Aku susah banget nahan diri kalau lagi deket sama kamu."     

Sekarang aku tahu kenapa Opa mengubah pikiran. Opa pasti tahu Astro kesulitan menahan diri. Opa selalu tahu bagaimana harus bertindak bahkan sebelum aku sempat menyadari apa yang harus dilakukan.     

Aku merindukan Opa.     

Aku baru saja akan membuka mulut untuk memintanya pulang minggu ini, tapi akan sia-sia saja. Aku sudah menyanggupi untuk pulang minggu depan.     

Aroma tubuhnya yang hangat membuatku semakin mengantuk. Aku hampir saja tertidur saat mengingat sesuatu, "Kamu bilang sesuatu waktu aku tidur di mobil waktu itu?"     

"Aku bilang aku suka kamu."     

Tiba-tiba jantungku berdetak kencang. Aku ingat apa yang kudengar dan dia mengatakannya dengan jujur.     

Aku mendongak untuk menatapnya, "Kamu bukan cuma bilang itu kan?"     

Astro menatapku dalam diam selama beberapa lama sebelum bicara, "Aku bilang aku pasti cari cara buat nikahin kamu. Aku mau minta kamu ke opa. Kalaupun opa nolak, aku akan rela lakuin apapun yang opa minta sampai opa berubah pikiran."     

Aku menatapnya lekat, "Bukan cuma itu, Astro."     

Astro terlihat salah tingkah, "Aku bilang aku mungkin akan gila kalau aku ga dapetin kamu."     

Aku meraih tengkuknya dengan kedua tanganku dan mencumbunya lama sekali. Aku hampir melepasnya, tapi dia menahanku dan melanjutkan cumbuan kami lebih lama. Dia baru melepasku saat napas kami hampir saja terputus.     

Astro mengelus bibirku dengan lembut, "Aku bener-bener jatuh cinta sama kamu, kamu tau? Aku tau aku bodoh banget sampai nge-hack hape kamu buat mastiin kamu ga selingkuh. Aku cuma ga kepikiran cara lain."     

Entah kenapa aku tersenyum mendengarnya, "Kamu emang bodoh banget."     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSI.F di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.     

Banyak cinta buat kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.